Sabtu, 18 Agustus 2012

Catatan Perjalanan Jakarta-Bandung Bag. II


[Setelah menikmati suasana Ibukota yang panas dan padat selama 2 hari penuh, Aku dan isteriku Afidah meluncur ke arah tenggara menuju sebuah kota dimana Dewi Sartika – seorang perintis pendidikan untuk kaum perempuan di awal abad 20 -- dilahirkan, Bandung]


Dari Leuwipanjang ke Ciwidey naik angkutan apa ya?

Dua jam lamanya perjalanan yang harus Kami tempuh menggunakan bus sejak meninggalkan Jakarta kemudian melewati jalan tol Cipularang hingga akhirnya sampai di Terminal Leuwipanjang saat Jarum jam menunjuk pada angka 9. Pagi tadi memang tak sempat bagi Kami untuk sarapan, sehingga begitu turun dari bus, warung masakan padang menjadi sasaran.

Usai makan, perut kuberi kesempatan untuk mencerna apa yang sudah kutelan sebelum kembali bergegas. Aku mencoba menghampiri seorang lelaki paruh baya yang sedang berdiri di pintu warung untuk menanyakan rute transportasi.

“Pak, kalo dari sini mau ke Kawah Putih Ciwidey naik angkutan apa ya?” tanyaku pada si bapak.

Catatan Perjalanan Jakarta-Bandung Bag. I


[Aku dan Isteriku Afidah sudah lama mempunyai keinginan untuk berwisata ke Jakarta dan Bandung. Keinginan itu akhirnya terpenuhi pada tanggal 9-14 Juli 2012 yang lalu. Tulisan ini adalah catatan dari pengalaman perjalanan Kami tersebut]


Menuju Jakarta

Pukul 7 malam Kereta Api Tawang Jaya telah meluncur dari Stasiun Poncol menuju ke arah barat, aku bersama isteri yang duduk berdampingan di kursi pada gerbong paling belakang turut serta. Hawa gerah yang sedari tadi hinggap lamat-lamat hilang dihembus sejuknya angin malam.

“Pelayanan kereta api ekonomi sekarang lebih manusiawi” isteriku Afidah berpendapat. Aku mengamininya.

Kini setiap penumpang kereta api kelas ekonomi bisa merebahkan pantatnya pada kursi karena pihak PT.Kereta Api Indonesia [PT.KAI] sudah tidak lagi menjual tiket dengan label “tanpa tempat duduk” dan kepulan asap pada gerbong kereta yang biasanya membuat pengap kini sudah dilarang karena “perjalanan bebas asap rokok.”

Solidaritas..

Hari mulai terang ketika kuterbangun dari tidur semalam. Telpon genggam yang segera kutemukan memberi keterangan ada seorang kawan baru saja melakukan dua panggilan dan mengirimkan satu pesan.

“Bung, hari ini ada agenda gak? Klo enggak, kami mohon Bung bisa hadir ke Kawasan Industri Tugu. PUK AST hari ini mogok kerja di pabrik.” Begitu isi pesan dari Kawan Chakim.

“Maap Bung baru balas. Jam berapa rencana mogoknya?” aku membalas pesannya.

“Jam 5 tadi Bung.”

“Ok, trims Bung, segera meluncur.”

Putusan MK Nomor 27/PUU-IX/2011, Status Quo atau Harapan Baik Bagi Buruh?


Oleh : Asep Mufti

Kemarin (Kamis 17 Januari 2012), Mahkamah Konstitusi telah membacakan putusan atas pengujian Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan (UUK) dengan nomor perkara : 27/PUU-IX/2011 yang dimohonkan oleh Didi Suprijadi sebagai perwakilan dari Aliansi Petugas Pembaca Meter Listrik Indonesia (AP2ML).

Inti dari putusan MK tersebut adalah menyatakan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) – di kalangan buruh dikenal dengan sistem kontrak – tidak berlaku dalam hubungan kerja antara buruh dengan perusahaan outsourcing sepanjang dalam perjanjian tersebut tidak diatur mengenai pengalihan perlindungan hak-hak buruh ketika terjadi pergantian perusahaan outsourcing dalam satu perusahaan pemberi kerja.

Untuk Isteriku..

Saat itu siang hari, ketika sekumpulan pegiat sosial sedang membincangkan soal pertanggungjawaban kerja pimpinan daerah. Beberapa diantaranya aku kenali, tapi ada salahsatu diantara mereka yang baru pertama kali kulihat, sosok perempuan berperawakan kurus dan mengenakan kerudung.

Ya, saat itu kami sedang merencanakan aksi..

Ada Upaya Perampasan Tanah Petani di Pati

Tanah Itu Terlantar!!
Baiklah, Kita garap saja..
Meskipun hanya cukup buat makan,
Setidaknya itu lebih baik,
Daripada menjadi buruh serabutan.

Hampir 10 Tahun sudah berjalan,
Tiba-tiba muncul hantu bergentayangan, hantu LPI..
Berupaya merampas lahan garapan Kami,
Dengan sedikit takut,
Kami mulai berlawan!!

-- Pati, 13 Desember 2011 --

Solidaritas Untuk Perjuangan Rakyat


Pertambangan pasir besi mengancam pertanian Rakyat
Rakyat menolak, 3 tahun penjara imbalannya..
Solidaritas untuk perjuangan Rakyat di Kulonprogo - DIY

Minyak dengan lahap diekploitasi, di sekitar rakyat yang bermimpi kesejahteraan
Rakyat tagih janji, 2 nyawa lenyap karena peluru..
Solidaritas untuk perjuangan Rakyat di Luwuk - Sulawesi Tengah

Aparat kuat, mencaplok tanah Rakyat
Rakyat menuntut, 6 orang menjadi pesakitan..
Solidaritas untuk perjuangan Rakyat di Kebumen - Jawa Tengah

-- Semarang, 23 Agustus 2011 --

Kepada Seorang Gadis


Kepada Seorang Gadis :
Kau sudah begitu berani memberikan kepercayaan
Aku telah mengaku keliru atas tindakanku yang tidak sesuai dengan pikiran
Dan kau bersedia memaafkan

Hari depan sungguh sulit diramalkan
Namun dengan kebersamaan ini
Setidaknya akan semakin menggelorakan keberanian dan semangat
Dalam menghadapi setiap persoalan hidup

Materialisme Historis dan Materialisme Dialektis

Oleh : Donny Danardono
[Pengajar filsafat di Fakultas Hukum dan Program Magister Lingkungan dan Perkotaan [PMLP] Universitas Katholik Soegijapranata Semarang]

Marxisme bukan satu-satunya filsafat dan gerakan sosial yang mempromosikan sosialisme di Eropa abad 19. Ia hanya salah satu dari puluhan bentuk sosialisme. Menurut Leszek Kolakowski[1]—profesor sejarah filsafat dari Polandia dan penulis tiga buku sejarah Marxisme—para sosialis tersebut antara lain adalah Gracchus Babeuf (1760-1897) si penulis Manifeste des égaux yang menyatakan bumi adalah milik bersama dan karenanya orang miskin perlu memerangi orang kaya; Cloude Henri comte de Saint-Simon (1760-1825) yang prihatin terhadap kemiskinan kelas buruh dan mulai berpikir bahwa sejarah akan bergerak ke perbaikan nasib mereka. Kelak, Karl Marx mendalami argumentasi ini; Robert Owen (1771-1858) seorang pengusaha tekstil yang memelopori pembentukan koperasi buruh untuk memperbaiki kehidupan mereka; dan Piere-Joseph Proudhon (1809-1865) yang kecewa terhadap banyak orang kaya yang memperoleh kekayaannya tanpa kerja nyata. Baginya sosialisme adalah tatanan sosial yang terdiri dari para pemilik industri kecil yang dibiayai oleh bank-bank rakyat. Proudhon, dalam “Système des Contradictions économiques ou Philosophie de la Misère”, menolak gagasan Marx tentang sosialisme atau komunisme negara. Ia anggap komunisme sebagai sistem penyamarataan kemiskinan. Marx membalas kritik itu dalam buku The Poverty of Philosophy: Answer to thePhilosophy of Poverty by M. Proudhon’ (Brussels, 1847). Di buku itu ia menganggap Proudhon—yang pernah belajar filsafat di Jerman—tak memahami filsafat Jerman (Hegelianisme Kanan dan Kiri):

Tragedi Di Stasiun Petarukan


Aku sedang tertidur di bangku yang menghadap ke depan dekat kaca jendela sebelah kanan, tiba-tiba badanku tersentak ke depan dan aku terbangun dari tidur. Sebentar cahaya lampu padam kemudian menyala kembali, orang-orang mulai berisik menyebut-nyebut nama tuhan dan mempunyai dugaan masing-masing atas peristiwa yang baru terjadi. Aku sendiri menduga, Kereta Anjlok dari Rel!! Saat itu aku masih berada di dalam Gerbong 3 Kereta Bisnis Senja Utama Jurusan Jakarta-Semarang.

Cerita Singkat Saat Perjalanan : Menuju Kediaman Manisih


Manisih, Sri Suratmi, Juwono dan Rusnoto, semuanya warga Dusun Secentong, Desa Kenconeorejo, Kecamatan Tulis, Kabupaten Batang. Dituduh melakukan pencurian buah randu sebanyak 14 Kg atau seharga Rp.12.000,-. Saat ini mereka tengah menjadi pesakitan di Pengadilan Negeri Batang.

Sekilas Wajah Indonesia

Mayoritas masyarakat Indonesia adalah Petani yg tersebar di desa-desa, tapi sebagian besar tanah justeru dikuasai oleh perkebunan2 besar, perhutani dan tuan2 tanah yang semakin hari semakin memperluas kepemilikan tanahnya..pada akhirnya mempersempit akses tanah bagi petani, muncullah kemiskinan di desa. keadaan tersebut memaksa orang-orang desa menjadi TKI dan berbondong-bondong hijrah ke kota, dan berakibat meningkatnya populasi kota . tapi ternyata di kota pekerjaan formal amat terbatas, sehingga banyak tenaga produktif menjadi pengangguran, membawa dampak murahnya tenaga buruh, pemuda-pelajar-mahasiswa terancam kesulitan mencari pekerjaan karena semakin bersaing, gelandangan dan pengemis bermunculan.. bagi yang kreatif dan memilki modal minim, ada yang mencoba untuk membuka pekerjaan sendiri menjadi PKL, tapi atas nama keindahan kota mereka-pun begitu saja digusur