Jumat, 21 September 2012

Membaca Karya Friedrich Engels : “Asal-usul Keluarga, Kepemilikan Pribadi dan Negara”

Terbitan Kalyanamitra
Saat ini aku sedang membaca sebuah buku berjudul “Asal-usul Keluarga, Kepemilikan Pribadi dan Negera” karya Friedrich Engels cetakan kedua yang diterbitkan pada bulan Maret 2011 oleh Yayasan Kalyanamitra. Buku ini kudapatkan ketika aku dan isteriku berwisata ke Jakarta beberapa bulan yang lalu, saat itu kami memang sengaja mengunjungi kantor Kalyanamitra untuk membeli beberapa buku. Salahsatunya adalah buku karya Friedrich Engels ini.

“Bagaikan obor di malam gelap, buku ini kami harapkan bisa menerangi langkah-langkah perjuangan kita menuju kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik dan adil gender.”[1] Begitulah tujuan Yayasan Kalyanamitra menerbitkan buku ini.

Apa yang ditulis oleh Engels – dalam buku ini -- merupakan kajian yang didasarkan atas penemuan-penemuan seorang antropolog Amerika, Lewis H Morgan, yang dipublikasikan pada tahun 1877 dalam sebuah buku berjudul Ancient Society [Masyarakat Purba].

Kamis, 06 September 2012

Terbentuknya Kehidupan Bermasyarakat : Dijelaskan Dari Sudut Pandang Kaum Rasionalitas dan Saintis


Oleh : Soetandyo Wignjosoebroto
 
Sebuah pertanyaan acapkali diajukan dalam banyak perbincangan intelektual tentang  ihwal asal terjadi atau terbentuknya masyarakat manusia. Jawaban yang pernah diberikan atas pertanyaan ini ada berbagai macam, semua tergantung dari paradigma si pemberi jawaban.  Mereka yang berangkat dari basis pemikiran Aristotelian tentu saja berkeyakinan bahwa masyarakat manusia sudah terbentuk pada saat Yang Maha-Kuasa mensabdakan terbentuknya alam semesta berikut seluruh kehidupan di dalamnya.    Berpikir atas dasar basis asumptif Aristotelian ini, tak ayal lagi terbentuknya kehidupan bermasyarakat manusia tak bisa lain daripada bagian dari takdir Tuhan, yang sudah terjadi dan terbentuk sejak hari kejadian.
Mereka yang berangkat dari basis pemikiran non-Aristotelian akan mencoba memberikan jawaban dengan memasukkan faktor kesejarahan ke dalam persoalan ini.  Kaum rasionalis akan memberikan penjelasan bahwa terbentuknya kehidupan bermasyarakat manusia itu bermula pada suatu ketika tatkala manusia mulai tersadar akan potensi rasionalitasnya.  Kaum rasionalis menjelaskan terbentuknya kehidupan bermasyarakat dengan merujuk ke kehendak rasional manusia yang dalam kehidupan di bumi ini mendambakan kesejahteraan dan kebebasan sebagai unsur kondisional dari kesejahteraan hidup duniawinya itu.

Minggu, 02 September 2012

Hikayat Kadiroen

Hikayat Kadiroen merupakan sebuah cerita yang dikarang oleh Semaoen (1899-1977) ketika dia berada di penjara pada tahun 1919 akibat perlawanannya terhadap Pemerintah Hindia Belanda saat itu. 

Bercerita tentang seorang tokoh bernama Kadiroen, anak seorang lurah yang bekerja sebagai mantri pada pemerintahan Hindia Belanda. Jalan hidupnya lambat-laun berubah setelah dirinya menyaksikan pidato seorang tokoh partai dalam sebuat rapat akbar [vergadering] di sebuah alun-alun Kota S. Pidato yang menceritakan tentang kapitalisme, bagaimana sejarahnya, dampaknya terhadap rakyat serta menjelaskan tentang pentingnya mendirikan sebuah organisasi. Diam-diam Kadiroen mendukung partai tersebut dan melepaskan karirnya di Pemerintahan Hindia Belanda.

Kisah percintaan juga hadir dalam cerita ini. Kadiroen jatuh cinta kepada seorang perempuan bernama Ardinah.

Pidato Sukarno : Pancasila [2]

[Sambungan dari http://asepmufti.blogspot.com/2012/09/pidato-sukarno-pancasila-1_8975.html  ]

Saudara-saudara, jangan mengira, bahwa tiap-tiap negara merdeka adalah satu nationale staat! Bukan Pruisen, bukan Bayern, bukan Saksen (kerajaan lama di Jerman, lebih dikenal sebagai Prusia, Bavaria dan Saxony-Ed.) adalah nationale staat, tetapi seluruh Jermania-lah satu nationale staat. Bukan bagian kecil-kecil, bukan Venetia, bukan Lombardia, tetapi seluruh Italia-lah – yaitu seluruh semenanjung di Laut Tengah, yang di utara dibatasi oleh pengunungan Alpen – adalah nationale staat. Bukan Benggala, bukan Punjab, bukan Bihar dan Orissa, tetapi seluruh segitiga India-lah nanti harus menjadi nationale staat.

Sukarno
Demikian pula bukan semua negeri-negeri di tanah air kita yang merdeka di jaman dahulu adalah nationale staat. Kita hanya 2 kali mengalami nationale staat, yaitu di zaman Sriwijaya dan zaman Majapahit. Di luar itu kita tidak mengalami nationale staat. Saya berkata dengan penuh hormat kepada kita punya raja-raja dahulu, saya berkata dengan beribu-ribu hormat kepada Sultan Agung Hanyokrokoesoemo, bahwa Mataram – meskipun merdeka – bukan nationale staat. Dengan perasaan hormat kepada Prabu Siliwangi di Pajajaran, saya berkata bahwa kerajaannya bukan nationale staat. Dengan perasaan hormat kepada Prabu Sultan Agung Tirtayasa, saya berkata, bahwa kerajaannya di Banten – meskipun merdeka – bukan suatu nationale staat. Dengan perasaan hormat kepada Sultan Hasanuddin di Sulawesi yang telah membentuk kerajaan Bugis, saya berkata, bahwa tanah Bugis yang merdeka itu bukan nationale staat.

Nationale staat hanya Indonesia seluruhnya, yang telah berdiri di zaman Sriwijaya dan Majapahit dan yang kini pula kita harus dirikan bersama-sama. Karena itu, jikalau Tua-tuan terima baik, marilah kita mengambil dasar Negara yang pertama: Kebangsaan Indonesia.

Pidato Sukarno : Pancasila [1]

Paduka Tuan Ketua Yang Mulia!

Sesudah tiga hari berturut-turut anggota-anggota Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai mengeluarkan pendapat-pendapatnya, maka sekarang saya mendapat kehormatan dari Paduka Tuan Ketua yang mulia untuk mengemukakan pendapat saya. Saya akan menetapi permintaan Paduka Tuan Ketua yang mulia. Apakah permintaan Paduka Tuan Ketua yang mulia? Paduka Tuan Ketua yang mulia minta kepada sidang Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai untuk mengemukakan dasar Indonesia Merdeka. Dasar inilah nanti akan saya kemukakan di dalam pidato saya ini.

Sukarno
Maaf beribu maaf! Banyak anggota telah berpidato, dan di dalam pidato mereka itu diutarakan hal-hal yang sebenarnya bukan permintaan Paduka Tuan Ketua yang mulia, yaitu bukan dasarnya Indonesia Merdeka. Menurut anggapan saya, yang diminta oleh Paduka Tuan Ketua yang mulia ialah – dalam bahasa Belanda – Philosofische grondslag (dasar filosofi-Ed.) dari Indonesia Merdeka. Philosofische grondslag itulah fondamen, filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya, jiwa, hasrat yang sedalamdalamnya untuk di atasnya didirikan gedung Indonesia Merdeka yang kekal dan abadi. Hal ini nanti akan saya kemukakan, Paduka Tuan Ketua yang mulia. Tetapi lebih dahulu izinkanlah saya membicarakan, memberitahukan kepada Tuan-Tuan sekalian, apakah yang saya artikan dengan perkataan “merdeka”.

“Merdeka” buat saya adalah political independence, politieke onafhankelijkheid (kemerdekaan politik, dalam bahasa Inggris dan Belanda-Ed.). Apakah yang dinamakan politieke onafhankelijkheid?