Sabtu, 16 Desember 2017

Akhirnya, Aku Punya Paspor



Hari itu, di sekitar bulan Oktober 2017, Ibu meneleponku.

"Mau gak umroh berempat, sama Teh Wati dan Arif?" tanya Ibu kepadaku. Aku terkejut, lantaran ajakan Ibu tak pernah kuduga sebelumnya dan aku sendiri belum memiliki mimpi melakukan napak tilas sejarah Islam itu.

"Mau, Bu" ajakan Ibu kuiyakan, karena tak mampu menolak keinginannya. "Kapan?" Aku balik tanya

Ibu memilki 2 tawaran, di bulan November 2017 atau Januari 2018. Aku memilih bulan Januari 2018, mengingat jadwal di tempatku bekerja, Bawaslu, sangat padat. Ternyata pilihan Kakakku, Asmawati, juga sama, sebagai PNS di Pemerintah Provinsi Banten, tentu akhir tahun merupakan waktu yang sangat padat dengan agenda kerja. Adikku, Arif, yang seorang Polisi di lingkungan Polda Banten, sepertinya mengikuti saja pilihan Kami, meskipun sebenarnya, jadwalnya sebagai Ajudan Wakapolres Cilegon,  yang paling sulit ditentukan.

Di akhir November 2017, Teh Wati (panggilanku kepada Kakakku), mengingatkan Aku dan Arif untuk segera membuat dokumen paspor. Mulailah Aku berburu informasi pembuatan paspor. Mesin pencarian google menjadi andalan. Aku juga mengunjungi langsung Kantor Imigrasi Bekasi dan Jakarta Barat untuk mendapatkan banyak informasi.

Senin, 02 Oktober 2017

Pengalamanku Bekerja Di LBH

 

Awalnya, Saya sekedar fokus untuk menyelesaikan tugas akhir kuliah atau skripsi di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Saat itu tema skripsi yang Saya pilih mengenai Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma di Tingkat Penyidikan. Judul ini Saya pilih, karena Saya tertarik dengan dunia pengacara, hanya itu, tidak ada alasan lain.

Tapi melalui penyusunan skripsi itu, Saya dipertemukan dengan buku-buku karya Franz Hendra Winata, Adnan Buyung Nasution, Abdul Hakim Garuda Nusantara dan buku-buku terkait lainnya. Dari hasil bacaan itulah Saya mulai mengetahui sedikit ide dan gerakan Bantuan Hukum Struktural yang digunakan oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH), khususnya yang berada dalam naungan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).

Sepanjang yang Saya pahami saat itu, Bantuan hukum di Indonesia pada mulanya hanya gerakan moralitas, wujud dari rasa iba terhadap mereka yang berhadapan dengan hukum dan kebetulan miskin. Lalu terjadi pergeseran pandangan dimana bantuan hukum tidak lagi hanya persoalan moral, lebih dari itu merupakan gerakan untuk mendorong adanya perubahan struktur yang menjadi penyebab terjadinya kemiskinan. Bantuan hukum struktural merupakan gerakan yang timbul dari cara pandang yang terakhir sekaligus kritik terhadap bentuk-bentuk bantuan hukum sebelumnya. Bagi LBH-YLBHI, kemiskinan dalam masyarakat terjadi akibat struktur dalam masyarakat atau negara yang tidak mencerminkan keadilan.

Rabu, 26 Juli 2017

Papua


Akhirnya harapanku menginjakkan kaki di bumi Papua tercapai, ini berkat tugas yang diberikan oleh Bawaslu kepadaku, yaitu mengantarkan soal dan memantau pelaksanaan tes tertulis Calon Anggota Panwas Kabupaten Kepulauan Yapen.

Papua dengan pesona alam dan kebudayaannya membuatku penasaran, meskipun terkadang miris atas beberapa kebijakan pemerintah pusat yang dipaksakan di Pulau paling timur Indonesia ini.

Aku menerima tugas bersama Edwien Setiawan, Staf di Bawaslu. Kami mendapatkan penerbangan Jakarta-Jayapura pada Rabu, 19 Juli 2017, Pukul 23.55 WIB atau 3 hari sebelum pelaksanaan tes tertulis tanggal 22 Juli 2017. Keberangkatan kami lebih dini lantaran terbatasnya akses pesawat terbang ke Papua, baik dari Jakarta ke Jayapura maupun dari Jayapura ke Kepulauan Yapen.

Maskapai Batik Air mengantarkan kami terbang ke Jayapura malam itu. Mestinya penerbangan akan langsung menuju Jayapura yang akan ditempuh dengan waktu sekitar 5 jam 30 menit, namun dalam perjalanan Co-Pilot memberitahukan jika pesawat akan mendarat di Ambon, Maluku, akibat ada penumpang yang terkena asma. Karena aku tertidur, Aku tidak tahu persis berapa lama pesawat berada di Ambon.

Ini pengalaman pertamaku ke Papua, sekaligus penerbangan pesawat terlama yang pernah kualami. Ketika pesawat akan sampai ke Bandara Sentani, Kabupaten Jayapura, aku terbangun dari tidur lalu menengok ke jendela pesawat. Mataku menyaksikan hamparan hutan dan pegunungan yang terkadang tertutup gumpalan awan. Lalu kulihat perairan yang dikelilingi pegunungan-pegunungan hijau, ada yang nampak lebat dengan pepohonan adapula yang nampak cuma diselimuti rerumputan seperti lapangan golf, itulah Danau Sentani. 

Togian


Usai menyelesaikan semua tugas, mendistribusikan soal dan memantau pelaksanaan tes tertulis Calon Anggota Panwas Kabupaten Tojo Una-Una, Provinsi Sulawesi Tengah, menghabiskan waktu dengan mengunjungi Kepulauan Togian yang berada di sebelah utara Ampana, ibukota kabupaten.

Kepulauan Togian terdiri dari beberapa pulau besar dan kecil. Secara administratif, kepulauan ini terdiri dari 6 kecamatan. Kepulauan ini bagian dari Kabupaten Tojo Una-Una.

Dari Pelabuhan Ampana, kami yang terdiri dari 8 orang, menumpangi kapal cepat bersama puluhan penumpang lainnya, diantaranya ada juga wisatawan asing. Setelah menempuh waktu sekitar 1,5 jam dan melewati beberapa desa di beberapa pulau, kami tiba di Pelabuhan Wakai, Kecamatan Una-Una, kecamatan dengan jumlah penduduk terbanyak di Kepulauan Togian. Selama perjalanan, hamparan laut dan gugusan pulau nampak elok dipandang.

Sudah Baca RUU Pemilu?


RUU Pemilu merupakan perubahan dari tiga UU: Pilpres (UU 42/2008), Pileg (UU 8/2012) dan Penyelenggara Pemilu (UU 15/2011), saat ini belum tuntas dibahas oleh Pemerintah dan DPR. Isu yang masih alot dibahas dan mengemuka adalah terkait ambang batas pencalonan presiden.

Bagaimana soal penanganan pelanggaran Pemilu? Nah, persoalan inilah yang hendak kusampaikan agar juga diketahui oleh Publik.

Apa hal baru di RUU Pemilu terkait penanganan pelanggaran? Berdasarkan pembacaanku terhadap naskah RUU Pemilu versi 10 Juni 2017 yang dirilis di laman Perludem, berikut ini hal-hal baru dalam penanganan pelanggaran: 

1.  Dalam Pilpres, WNI yang punya hak pilih, pemantau dan peserta pemilu dapat melaporkan dugaan pelanggaran kepada lembaga pengawas paling lambat 7 hari sejak diketahui. Di UU 42/2008 atau UU yang lama, diatur 3 hari sejak kejadian.
2.  Batas waktu penanganan oleh lembaga pengawas paling lama 7 hari, dan bisa diperpanjang selama 14 hari. Di UU 42/2008 dan UU 8/2012, diatur paling lama 3 hari dan bisa diperpanjang selama 5 hari.
3.   Di RUU Pemilu diatur mengenai sengketa proses dalam Pilpres, misalnya ada bakal calon presiden dan wakil presiden yang dianulir oleh KPU, maka yang bersangkutan dapat mengajukan sengketa pemilu ke Bawaslu. Di UU 42/2008 hal itu tidak diatur.
4.    RUU Pemilu mengadopsi aturan mengenai Pelanggaran TSM (terstruktur, sistematis dan massif) yang diatur dalam UU Pilkada. Tapi ada perbedaannya. Jika dalam UU Pilkada, pelanggaran TSM dimaksudkan hanya untuk pelanggaran politik uang, tapi di RUU Pemilu tidak hanya sebatas politik uang tapi pelanggaran administrasi pada umumnya. Namun kesamaan keduanya, jika Bawaslu menilai terdapat pelanggaran TSM, dapat merekomendasikan pembatalan pasangan calon atau calon anggota legislatif. Bawaslu melakukan pemeriksaaan yang bersifat terbuka atas pelanggaran TSM paling lama 14 hari.



Apa Itu Bawaslu?


Sejak berada di kelembagaan Pengawas Pemilu, mulai dari tahun 2012 sampai dengan tahun ini, aku kerap bertemu dengan orang-orang yang memiliki beragam pengetahuan tentang lembaga ini.

Bawaslu itu apa?

Pertanyaan itu muncul dari orang yang biasanya sama sekali tidak mengetahui kelembagaan pengawas pemilu. Umumnya, setelah aku coba beritahu, tipikal orang seperti ini akan mengira lembaga pengawas adalah KPU, atau setidaknya seperti KPU. Iya, hal ini wajar, mengingat usia KPU lebih tua dan populer ketimbang Bawaslu. Sekaligus kritikan, karena kerja-kerja Bawaslu sejauh ini, barangkali belum diketahui publik secara luas.

Kelembagaan pengawas pemilu saat ini, diatur dalam UU No.15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum. Pengawas tingkat pusat disebut Bawaslu, di tingkat Provinsi disebut Bawaslu Provinsi, Panwas Kabupaten/Kota di tingkat Kabupaten/Kota, Panwas Kecamatan di tingkat Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan di tingkat Desa/Kelurahan, dan Pengawas TPS di tingkat TPS. Kelembagaan Bawaslu dan Bawaslu Provinsi bersifat periodik, lima tahunan, sementara di bawahnya bersifat sementara (hanya dibentuk saat ada momentum pemilihan)

Apa kerjaan Bawaslu kalau pemilu sudah selesai?

Tipikal orang yang bertanya seperti ini, biasanya sudah tahu sedikit akan keberadaan lembaga pengawas, dalam alam pikirannya, pemilu berarti pilkada di daerahnya, sehingga dalam periode lima tahun, Bawaslu dan Bawaslu Provinsi dianggap banyak nganggurnya.

Di era Pilkada serentak (belum serentak secara nasional, tapi serentak untuk beberapa daerah yang masa akhir jabatan kepala daerahnya berdekatan) saat ini, yang telah dimulai dari tahun 2015, berlanjut tahun 2017 dan akan berlangsung kembali tahun 2018. Hasil pilkada tahun 2015 akan dilakukan pilkada kembali di tahun 2020, begitu seterusnya. Hingga akhirnya pilkada serentak secara nasional akan dilaksanakan tahun 2024. Pileg dan Pilpres akan diselenggarakan secara serentak di tahun 2019, keserentakan ini merupakan pengalaman pertama kalinya.

Nah, jika dilihat dari tahun penyelenggaraan pilkada, pileg dan pilpres, tentu Bawaslu dan Bawaslu Provinsi memiliki banyak pekerjaan.

Untuk apa ada Bawaslu, bubarkan saja!

Nah, tipikal orang yang berkomentar seperti itu, sebenarnya termasuk tipikal orang yang sudah tahu banyak tentang kelembagaan pengawas pemilu dan kewenangan yang dimiliki. Mereka tahu ada keterbatasan peran yang dimandatkan kepada Bawaslu oleh UU. Selain itu, barangkali memang pengawas pemilu belum menunjukkan kinerja yang maksimal.

Terhadap komentar orang dengan tipikal seperti ini, Bawaslu memang tidak perlu reaksioner, tapi mesti senantiasa menunjukkan kinerja yang terbaik dan mempublikasikannya, seraya mendorong adanya penguatan kelembagaan pengawas melalui perbaikan regulasi.

Senin, 20 Februari 2017

Madiba Pergi Ke Sekolah


Tanggal 14 Februari 2017 diingat sebagai valentine's day atau hari kasih sayang, hari dimana dahulu banyak sepasang kekasih bertukar kartu ucapan, tapi di indonesia lebih banyak menggunakan simbol coklat atau bunga sebagai ungkapan kasih.

Hari itu menjadi penting bukan karena ingatan itu, tapi lantaran hari itu adalah hari pertama bagi anak sulungku, Madiba Vandana Afias, bermain dan belajar melalui lembaga pendidikan. Aku dan istriku, Afidah, mengikutsertakannya di lembaga pendidikan untuk anak usia dini yang letaknya tidak jauh dari rumah.

Tahun pelajaran sekolah sebenarnya sudah berlangsung selama setengah tahun lebih, tapi sekolah membolehkan Diba untuk bergabung di masa pertengahan itu. 

Apakah Dia akan nyaman di lingkungan bermainnya yang baru? Akankah Dia mudah bergaul dengan anak lain dan guru pendamping yang baru Dia kenal? Dua pertanyaan selalu muncul sampai Aku dan Afidah mengantarnya ke sekolah pada hari pertama itu.

Sekolah berlangsung dari hari Senin sampai dengan Jumat dengan jam sekolah mulai pukul setengah delapan pagi dan berakhir pukul sepuluh atau berlangsung sekitar dua setengah jam. Diba masuk pada hari Selasa.

Dari keterangan Ibu Tutik, guru pendamping Madiba di sekolah, kepada Afidah, Madiba hanya menangis sebentar ketika kami tinggalkan dia di sekolah, seterusnya dia asik bermain. Bahkan saat dijemput oleh Afidah, dia tak mau langsung pulang dan masih ingin terus bermain. 

“Diba main apa tadi di sekolah?” tanyaku saat di rumah pada malam harinya

“main ayunan sama plosotan” jawabnya setelah berkali-kali ditanya

“Diba suka sekolah?”

“suka”

Dua hari berikutnya Madiba hanya diantar oleh Ibunya. Sampai dengan hari ketiga Diba sekolah, menurut Bu Tutik, Diba termasuk anak yang tidak betah di kelas, dia lebih asik berkeliling dari kelas satu dan kelas lainnya untuk mengambil ragam mainan yang ada. Jilbab yang menjadi bagian seragam sekolahnya, selalu ia tanggalkan. Dia banyak diperhatikan oleh anak-anak lain di kelasnya, tapi dia sendiri tidak begitu peduli.

“tapi gak apa-apa Bu, biarin aja. Anaknya lucu” ujar Bu Tutik seperti diceritakan Afidah kepadaku.

Hari keempat Diba pergi ke sekolah, Aku yang mengantarnya sambil pergi ke kantor. Di hari-hari sebelumnya, dia selalu meminta jajan terlebih dahulu sebelum sampai ke sekolah. Ada warung klontong di dekat sekolahnya, di situlah dia melampiaskan keiinginannya.Dia menangis saat kutinggalkan di sekolah.

"udah gak apa-apa, ditinggal aja, Pak, yang penting udah tahu kalau mau ditinggal" pinta Bu Tutik kepadaku sambil memeluk Diba. Di hari pertama sekolah Bu Tutik memang berpesan, jangan sembunyi-sembunyi ketika meninggalkan anak di sekolah.

Nikmatilah hari-hari dengan banyak bermain, Nak. Hadapi dengan keberanian.


-Ayah, 20 Februari 2017-