Airlangga Pribadi Kusman, Pengajar Departemen Politik FISIP Universitas Airlangga, Kandidat Doktor Asia Research Center Murdoch University
SAAT menelusuri memori traumatik terbesar dalam kehidupan kolektivitas kitaberbangsa, yaitu peristiwa kekerasan massal yang
berlangsung pasca 1965, narasi penafsiran kita terhadap peristiwa
tersebut seringkali melupakan pertanyaan penting untuk melengkapi
historiografi sejarah Indonesia dan membantu kita menerangi jalan
rekonsiliasi antar setiap elemen kebangsaan yang pada masa lalu menjadi
aktor sejarah di dalamnya. Pertanyaan penting tersebut adalah apa tujuan
politik utama dari kekerasan massal yang mengorbankan 300 ribu-2,5 juta
jiwa manusia Indonesia itu?
Memang penelusuran historiografi kekerasan massal pasca 1965 menjadi sesuatu yang masih sumir. Hal ini juga dipengaruhi oleh proses konsolidasi kekuasaan rezim Orde Baru yang membutuhkan pemusatan narasi hegemonik yang menempatkan PKI sebagai pihak yang disalahkan, aktor utama yang merongrong baik kehidupan berbangsa, sendi-sendi dasar Pancasila dan melakukan kejahatan terhadap negara. Seiring dengan runtuhnya kekuasaan Orde Baru dan narasi hegemonik yang melekat dengannya, muncullah narasi-narasi alternatif dalam pembacaan terhadap peristiwa kekerasan massal pasca 1965.