Coen Husain Pontoh, mahasiswa ilmu politik di City University of New York (CUNY)
BEBERAPA waktu lalu, Fitch Rating, sebuah lembaga pemeringkat yang
berbasis di Hongkong, mengeluarkan daftar peringkat utang luar negeri
jangka panjang Indonesia. Dalam laporannya, Fitch mengatakan bahwa
terjadi peningkatan positif utang luar negeri jangka panjang Indonesia,
dari BB+ (plus) menjadi BBB- (minus).
Kenaikan peringkat ini, dalam waktu singkat segera direspon oleh
menteri koordinator perekonomian Hatta Rajasa, yang sesumbar mengatakan
bahwa akan ada banjir investasi asing di Indonesia. ‘Tahun 2012,
Indonesia akan semakin mantap dengan kenaikan rating (peringkat
utang) ini. Apalagi Indonesia memang sudah memiliki MP3EI (Rencana
Induk Perluasan dan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia),’ ujarnya.
‘Apalagi, proyek-proyek yang ada di MP3EI adalah proyek-proyek yang
nyata. Mereka sudah melihat bahwa Indonesia terus memangkas
hambatan-hambatan untuk berinvestasi. Apalagi nanti akan diperkuat lagi
oleh penurunan suku bunga perbankan,’ tambahnya (Kompas, 15/12/2011).
Penyataan Hatta ini adalah tipikal pejabat dan intelektual Indonesia
selama ini, yang percaya bahwa kehadiran investasi asing pasti
mendatangkan manfaat bagi pembangunan ekonomi nasional (peningkatan daya
saing, alih teknologi, dst) dan turunannya adalah terjadi peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Tetapi, sebuah studi panjang dari sosiolog dan
pemerhati ekonomi politik Amerika Latin terkemuka James Petras,
terhadap manfaat investasi asing di negara-negara Amerika Latin,
menunjukkan hal sebaliknya. Dalam studinya berjudul Six Myths About the Benefits of Foreign Investment
The Pretensions of Neoliberalism (2006), Petras merangkum temuannya itu sebagai berikut:
Pertama, mitos bahwa investasi asing akan menciptakan
perusahaan-perusahaan baru, memperluas pasar atau merangsang penelitian
dan pengembangan teknologi ‘know-how’ lokal yang baru. Kenyataannya,
investasi asing lebih tertarik untuk membeli perusahaan-perusahaan BUMN
kategori untung/sehat dan kemudian memprivatisasinya atau membeli
perusahaan-perusahaan swasta dalam kategori yang sama, dan menguasai
pasar perusahaan tersebut. Sementara dalam soal teknologi, mereka hanya
menjual atau menyewakan desain teknologi yang telah dibuat di ‘negara
asal,’ yang jumlahnya mencapai lebih dari 80 persen. Jadi, apa yang
disebut alih teknologi itu adalah bagaimana cara-cara baru dalam menjual
teknologi, bukan alih kemampuan riset dan desain teknologi. Dalam kasus
Amerika Latin, sejak dekade 1980an, lebih dari setengah investor asing
hanya membeli perusahaan-perusahaan yang ada, dengan harga di bawah
nilai pasar. Setelah itu, alih-alih melengkapi kapital lokal atau
kapital swasta domestik, investasi asing ini malah menyingkirkan (crowds-out) kapital lokal dan inisiatif publik, serta meremehkan kemunculan pusat-pusat penelitian lokal.
Dalam kaitannya dengan perluasan pasar, terdapat catatan yang
beragam: dalam sektor dimana perusahaan publik butuh pendanaan, seperti
telekomunikasi, pemilik asing baru mungkin akan memperluas pasar melalui
penambahan jumlah pengguna jasa perusahaan tersebut. Tetapi dalam kasus
lainnya, seperti air, listrik, dan transportasi, para pemilik baru ini
malah mereduksi pasar, khususnya dari kalangan berpendapatan rendah
melalui peningkatan ongkos di luar kemampuan daya beli konsumen
tersebut.
Kedua, mitos bahwa investasi asing akan meningkatkan daya
saing industri ekspor, dan merangsang ekonomi lokal melalui pasar kedua
(sektor keuangan) dan ketiga (sektor jasa/pelayanan). Faktanya, investor
asing lebih tertarik membeli atau menginvestasikan uangnya ke
sektor-sektor pertambagangan yang sangat menguntungkan dan kemudian
mengekspornya dengan sedikit atau tanpa nilai tambah sama sekali.
Ketiga, mitos bahwa investasi asing akan meningkatkan pajak
pendapatan dan menambah pendapatan lokal/nasional, serta memperkuat
nilai mata uang lokal untuk pembiayaan impor. Faktanya, investor asing
terlibat dalam penipuan pajak, penipuan dalam pembelian
perusahaan-perusahaan publik, dan praktek pencucian uang dalam skala
besar.
Sebagai contoh, pada Mei 2005, pemerintah Venezuela mengumumkan bahwa
terjadi penghindaran dan penipuan pajak sejumlah milyaran dollar yang
dilakukan oleh perusahaan-perusahaan perminyakan asing, sejak mereka
menandatangani kontrak pada dekade 1990an. Seluruh perusahaan minyak dan
gas Rusia telah dikuasai oleh sebuah kelas baru oligarki, yang
berasosiasi dengan para investor asing untuk menghindari pajak
sebagaimana terbukti dalam pengadilan dua oligarkh, Platon Lebedev dan
Mikhail Khodorkovsky. Keduanya menghindari membayar pajak sebesar US$29
milyar, dengan difasilitasi oleh bank-bank Amerika Serikat dan Eropa.
Sementara itu, dampak dari perusahaan-perusahaan multinasional ini
pada keseimbangan neraca pembyaran untuk jangka panjang adalah negatif.
Sebagai contoh, sebagai besar pabrik perakitan di zona ekspor mengimpor
seluruh bahan-bahan masukan (input) mesin, desain dan ketrampilan,
serta mengekspor produk jadi dan semi jadi. Akibatnya, terjadi
ketidakseimbangan neraca perdagangan dimana biaya impor tergantung
secara relatif terhadap nilai ekspor. Dalam banyak kasus,
komponen-komponen impor yang dimasukkan dalam ekonomi lokal lebih besar
ketimbang nilai tambah dalam zona ekspor. Selain itu, sebagian besar
pendapatan dari platform ekspor dinikmati oleh kelas kapitalis,
semenejak kunci sukses dari bisnis ini adalah upah murah.
Pengalaman Brazil selama dekade lalu adalah contoh nyata dari
keseimbangan eksternal yang negatif sebagai hasil dari investasi asing
dan pembiayaan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga donor asing. Pada
tahun 2004, Brasil membayar bank-bank asing sebesar US$46 milyar untuk
bunga dan bunga utang, sementara mereka hanya menerima US$16 milyar
untuk bunga baru, yang menyebabkan terjadinya uang keluar baru sebesar
US$30 milyar. Antara Januari dan April 2005, Brasil kembali harus
kehilangan US$4.6 milyar untuk pembayaran bunga, US$3.7 milyar untuk
keuntungan yang dibawa oleh perusahaan-perusahaan multinasional ke
negara asalnya (remittances), US$1.7 milyar untuk ‘external
services’ dan US$7.3 milyar untuk pembayaran bunga utang. Dengan kata
lain, pembangunan model ekspor yang dikawal oleh investasi asing hanya
menyebabkan terjadinya hutang baru untuk pembiayaan jangka pendek,
hilangnya pekerjaan untuk petani-petani kecil dan menengah guna
kepentingan elite-elite agribisnis, dan kehancuran lingkungan.
Keempat, mitos bahwa pembayaran utang adalah esensial untuk
melindungi keberadaan barang-barang finansial di pasar internasional dan
mengelola integritas sistem keuangan. Kedua hal ini, sangat krusial
uuntuk kelangsungan pembangunan. Tetapi catatan historis menunjukkan,
penambahan hutang baru di bawah kondisi ekonomi yang tidak sehat dan
pembayaran kembali secara ilegal utang-utang yang dibuat oleh
pemerintahan diktator, hanya akan membahayakan keberadaan dan integritas
sistem keuangan domestik yang kemudiam memicu kebangkrutan keuangan,
sebagaimana yang menjadi pengalaman Argentina antara periode 1976-2001.
Kelima, mitos bahwa sebagian besar negara-negara Dunia Ketia
tergantung pada investasi asing untuk menyediakan kebutuhan modal bagi
pembangunan karena sumberdaya-sumberdaya lokal tidak tersedia atau
tidak mencukupi.
Temuan Petras justru menunjukkan hal sebaliknya, dimana mayoritas
investasi asing itu adalah investor asing yang meminjam tabungan
nasional untuk membeli perusahaan-perusahaan lokal dan membiayai
investasinya. Investor asing dan MNCs (multinasional corporations)
melindungi pinjaman luar negerinya melalui bantuan pemerintah lokal,
atau secara langsung menerima pinjaman dari dana pensiun lokal dan
perbankan. Laporan terkini tentang dana pensiun yang digunakan untuk
membiayai MNCs lokal di Meksiko menunjukkan bahwa Banamex, bank swasta
kedua terbesar di Meksiko (pada 2001 merger dengan Citigroup Inc),
memperoleh jaminan pinjaman sebesar 28.9 milyar pesos (US$2.6 milyar),
American Movil (Telcel) 13 milyar pesos (US$1.2 milyar), Ford Motor
(untuk pinjaman jangka panjang) sebesar 9.556 milyar pesos) dan 1 milyar
pesos (untuk pinjaman jangka pendek), General Motors (sektor keuangan)
menerima sebesar 6.555 milyar pesos.
Fakta ini menunjukkan bahwa pinjaman yang dilakukan oleh investor
asing untuk mengambilalih pasar lokal dan fasilitas-fasilitas produktif,
telah menjadi praktek yang umum, menyanggah gagasan bahwa investor
asing membawa ‘modal segar’ ke negara berkembang tersebut. Hal yang sama
pentingnya, fakta itu juga membantah gagasan bahwa negara-negara Dunia
Ketiga, ‘butuh’ investasi asing karena kelangkaan modal yang
dimilikinya. Yang sebenarnya terjadi, undangan pada investasi asing
menyebabkan tabungan lokal dari investor swasta dan publik lokal menjadi
terbatas pada peminjam lokal, sehingga memaksa mereka untuk melihat
kreditor uang ‘informal’ dengan tingkat suku bunga yang mencekik.
Akibatnya, ketimbang melengkapi keberadaan investor lokal, investasi
asing justru bersaing untuk memperoleh tabungan lokal dari posisi
istimewanya di pasar kredit. Dengan iming-iming jaminan aset (di luar
negeri) yang besar dan pengaruh politik, mereka lebih mudah memperoleh
jaminan pinjaman dari agen-agen pemberi pinjaman lokal.
Keenam, para penganjur investasi asing berargumen bahwa
sekali investasi asing masuk, maka hal itu akan menjadi batu alas bagi
masuknya investasi lebih banyak lagi, yang selanjutnya menjadi tiang
yang kokoh bagi pembangunan ekonomi keseluruhan. Tak ada yang bisa
dikatakan dari argumen ini kecuali menunjukkan bahwa investasi asing
pada pabrik-pabrik perakitan di kawasan Karibia, Amerika Tengah, dan
Meksiko mengalami ketidakamanan dan ketidakstabilan akibat munculnya
pesaing dar Cina dan Vietnam yang mengandalkan buruh supermurah. Dan
investor asing, lebih dari investor lokal, sangat mudak merelokasikan
investasinya ke tempat-tempat yang lebih menguntungkan dan menciptakan
situasi ekonomi yang sangat fluktuatif (boom and bust economy).
Dengan munculnya pesaing dari Cina dan Vietnam, apa yang dilakukan oleh
investor asing di Karibia, Amerika tengah, dan Meksiko, bukanlah
menciptakan teknologi baru yang semakin canggih atau beralih ke
produk-produk yang lebih kompetitif, melainkan memindahkan investasinya.
Terakhir, studi jangka panjang yang dilakukan oleh Tanushree Mazumdar
mengenai dampak investasi asing di India, menunjukkan bahwa tidak ada
korelasi antara investasi asing dan pertumbuhan ekonomi.
Singkatnya, kehadiran investasi asing lebih banyak mudharatnya
ketimbang manfaatnya. Meningkatnya angka kemiskinan secara drastis di
kawasan Amerika Latin, telah memicu munculnya aksi-aksi perlawanan yang
meluas dan makin terorganisir dan revolusioner. Karena kehadiran
investasi asing merupakan sebuah keputusan politik dari lapis atas elite
pemerintahan, maka aksi-aksi perlawanan itu secara politik dimaksudkan
untuk mengganti rejim berkuasa yang mempromosikan dan melindungi
investasi asing, dengan rejim baru yang mempromosikan independensi
ekonomi.
Inilah yang terjadi di kawasan Amerika Latin, sejak satu dekade lalu.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar