Di
bulan Oktober
Daun-daun tembakau dipanen
Dipilah diiris
Ditata diharap
Sambil mengenang kepergian para isteri
dan anak perempuan yang belum pulang
Daun-daun tembakau dipanen
Dipilah diiris
Ditata diharap
Sambil mengenang kepergian para isteri
dan anak perempuan yang belum pulang
Ini
Oktoberke-2
Ini Oktober ke-5
Ini Oktober ke-10
Para perempuan bermigrasi
ke Jepang
ke Arab
ke Taiwan
ke Korea
ke Singapur
ke Malaysia
Ini Oktober ke-5
Ini Oktober ke-10
Para perempuan bermigrasi
ke Jepang
ke Arab
ke Taiwan
ke Korea
ke Singapur
ke Malaysia
Berharap
dapat uang
untuk sepetak tanah
tanam tembakau
untuk sepetak tanah
tanam tembakau
Itu
pun jika harga pupuk tak terus memuncak
Kalau keuntungan tak terus mengucur ke gudang-gudang pabrik rokok
dan saku-saku para tengkulak
Kalau keuntungan tak terus mengucur ke gudang-gudang pabrik rokok
dan saku-saku para tengkulak
Ah
jika harga pupuk tak terus memuncak
Harga daun sehijau hidup
Tak payah cari nafkah di negara kaya
Sambil dihujat: “Perempuan Jalang!”
Harga daun sehijau hidup
Tak payah cari nafkah di negara kaya
Sambil dihujat: “Perempuan Jalang!”
Siapa
pula punya suami yang hatinya mengerti
Harga nyawa dan darah
Harga keringat dan airmata
di negara tuan-tuan pongah – pemerkosa?
Harga nyawa dan darah
Harga keringat dan airmata
di negara tuan-tuan pongah – pemerkosa?
Sementara
raja-raja nusantara turut terus menghisap
membiarkan para agen tenaga kerja seperti laba-laba
tak juga sudi membela perempuan migran!
membiarkan para agen tenaga kerja seperti laba-laba
tak juga sudi membela perempuan migran!
Oktober
kali ini
Seperti Oktober di tahun lain
Negara dan lelaki
terus menghisap lintingan tembakau
yang pada daun-daunnya
Perempuan migran berharap
Suatu hari memanen dari kebunnya sendiri
Seperti Oktober di tahun lain
Negara dan lelaki
terus menghisap lintingan tembakau
yang pada daun-daunnya
Perempuan migran berharap
Suatu hari memanen dari kebunnya sendiri
Buku kumpulan Puisi Dewi Nova |
Pertunjukan Karya Perempuan dalam Literasi dan Film merupakan sebuah judul dari rangkaian kegiatan Perpustakaan Rumah Buku yang diselenggarakan dalam rangka memperingati Hari Kartini (21 April) dan menyambut Hari Buruh Internasional/mayday (1 Mei) serta Hari Pendidikan Nasional (2 Mei).
Malikhah, Mahasiswi IAIN pada malam itu
bertindak sebagai pembaca acara. Usai membaca puisi, Afidah -Si Pemilik
sekaligus Pengelola Perpustakaan Rumah Buku- memberi sedikit penjelasan mengapa
ia memilih puisi Bisik Daun Tembakau untuk dibacakan. Katanya,selain sebagai
penggemar Teh Nova (panggilan Dewi Nova), ia juga merasa ‘ada’ di dalam puisi
tersebut karena dirinya-pun pernah bergelut dengan perjuangan
perempuan-perempuan di Kampung Waking, Kabupaten Kendal.
Setelah itu, di dalam ruangan yang
dihiasi oleh beragam buku karya perempuan yang bergelantung di seutas tali
nilon dan yang tertata di atas kursi bertutupkan kain batik, Afidah
kembali membacakan puisi karya Dewi Nova berjudul ‘Lelaki Bersenjata Itu
Kekasihku’ dan ‘Tutur Inong Aceh’.
Buku-buku tentang perempuan koleksi Rumah Buku |
Apa guna punya ilmu tinggi,
kalau hanya untuk mengibuli
Apa guna banyak baca buku,
kalau mulut kau bungkam melulu
Dimana-mana Rakyat di paksa menjual
tanah,
tapi..tapi..tapi dengan harga murah
Di kota-kota buruh dipaksa bekerja keras,
tapi..tapi..tapi dengan upah rendah
Ajir, Mahasiswa Magister Ilmu Sejarah
Universitas Diponegoro asal Aceh yang hadir pada malam itu juga tak luput
memeriahkan acara dengan menyumbangkan sebuah tembang ‘Kupu-Kupu Kertas’ karya
Ebiet G Ade. Kemudian Lulup, seorang Mahasiswi IAIN mencoba membacakan 2 puisi
karya Dewi Nova berjudul ‘Di Bandungan Perempuan Berumur Pendek’ dan ‘Kisah
Tubuh’.
Afidah memantik diskusi |
Dari kedua buku tersebut, Afidah
menceritakan tentang bagaimana kondisi Kartini saat itu, kepada siapa Kartini
mengirim surat, kegelisahan dan impian-impian Kartini, rasa Hormat Kartini
kepada Ayahnya RM Ario Sosrodiningrat, dan lainnya.
Hadirin pada malam itu merespon apa yang
diceritakan oleh Afidah secara beragam, hingga suasana diskusi mulai terasa.
Aku sendiri yang sejujurnya sedikit sekali membaca tentang Kartini memberi
pendapat bahwa hingga saat ini masih banyak yang memandang Kartini sebagai
sosok simbol peranan perempuan dalam rumah tangga atau domestifikasi. Hal ini
juga di dirasakan oleh Lulup.
Hanik, seorang Mahasisiwi IAIN yang juga
aktifis PMII dan Ketua LPSAP (Lembaga Pengembangan Studi dan Advokasi
Perempuan), memiliki harapan agar acara yang dilakukan dapat memberikan
informasi lebih luas tentang Kartini dan dapat memberi semangat.
Seorang Mahasiswa yang tidak menyebutkan
nama, memberi pendapat bahwa apa yang dilakukan Kartini disebabkan karena dia
tertekan dan ia pun bertanya apakah memang sosok perempuan itu baru bergerak
apabila sudah dalam keadaan tertekan? Sontak, pertanyaan Mahasiswa tadi
menciptakan gairahku untuk meresponnya.
“Kukira, tidak hanya perempuan saja yang
bergerak ketika sudah tertekan, lelaki-pun demikian. Itu bukan soal sikap
Perempuan atau lelaki tapi kecenderungan sikap manusia dalam menghadapi
persoalan”
pikirku. Namun keinginan itu kutahan untuk memberi kesempatan pada yang lain untuk
memberi tanggapan.
Ajir angkat bicara, Ia memberi tanggapan
dan menciptakan pertanyaan yang sama menggelitiknya, emansipasi seperti apa
sebetulnya yang diinginkan oleh Kartini atau kaum perempuan? Apa keuntungan
bagi laki-laki dalam perjuangan itu?
Tanpa disadari diskusi mulai memanas,
tanggapan-pun mengalir mulai dari Lulup yang kemudian memunculkan wacana
feminisme. Yaya, aktifis KJHAM turut memberikan pedapatnya. Tak ketinggalan
Indri, aktifis perempuan HMI yang dengan santun memberikan tanggapan tentang
Kartini dalam pandangannya dan dalam tulisan Armin Pane yang dibacanya. Aku
yang lelaki menjawab pertanyaan Ajir seputar keuntungan lelaki ketika terlibat
dalam perjuangan perempuan. Afidah kembali memberikan tanggapan-tanggapannya
yang sekaligus menjadi penutup diskusi.
Oleh karena malam sudah mulai menua,
rencana pemutaran film RA Kartini -yang cuplikan-cuplikannya telah di putar
sebelum acara dimulai- akhirnya dibatalkan. Sebagai penggantinya Kami memutar
Trailer film ‘Di Balik Frekuensi’, sebuah film karya Ucu Agustin yang
rencananya akan Kami (Perpustakaan Rumah Buku) putar sebanyak dua kali.
Pemutaran pertama akan dilaksanakan pada
Minggu 28 April 2013 jam satu siang, di sebuah Kantor Serikat Buruh di daerah
Tlogosari Semarang. Pemutaran kedua pada Selasa 30 April 2013 jam tujuh malam
di Rumah Buku.
Terimakasih kepada kawan-kawan yang hadir
pada malam itu namun tidak disebut dalam catatan ini, namun percayalah bahwa
kehadiran kawan-kawan sangat berarti dan memberi kesan. Terima kasih pula pada
pendatang setia Perpustakaan Rumah Buku Hasan Fuady yang telah menghias ruangan
dengan buku bergelantungan.
Salam
Hangat!
-Asep &
Afidah, Semarang, 25 April 2013-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar