Setelah mendapatkan surat pengantar
dari Ketua RT.06 yang diketahui Ketua RW.03 di tempat tinggalku, Perumahan
Pandana Merdeka, keesokannya aku mendatangi Kantor Kelurahan Bringin, di Jalan
Bringin Raya.
Berdasarkan UU Administrasi
Kependudukan, aku harus memberitahukan kelahiran anakku paling lama 60 hari
atau 2 bulan sejak kelahiran. Anakku yang kedua, Kayana Ontosoroh Afias (Kayo),
lahir tanggal 27 Juli 2016, artinya masih dalam tenggat waktu pemberitahuan.
Setibanya di Kantor Kelurahan
(Jumat, 9 September 2016)
"bapaknya mau ngurus apa?"
tanya ibu petugas di Kelurahan yang usianya kutaksir sekitar 35-36 tahun.
"buat akta kelahiran anak saya,
bu"
"anak keberapa, pak?"
"kedua"
"syarat-syaratnya sudah
dibawa?"
"sudah saya siapkan. cuma apa
aja yang diperlukan ya, bu?"
Ibu itu kemudian mencatat daftar
persyaratannya dan memberinya padaku. di catatan itu tertulis: 1. Salinan Kartu
Keluarga
2. Salinan KTP (Suami-Istri)
3. Salinan Buku Nikah
4. Salinan Akta Kelahiran anak
pertama
5. Surat Pengantar RT/RW
Kuserahkan semua persyaratan itu
pada petugas masing-masing 2 rangkap, kecuali salinan KTP Istriku, karena lupa
kubawa. Petugas itu kemudian mengisi sebuah formulir.
"nama anaknya siapa ya,
pak?" tanya si ibu petugas
"Kayana Ontosoroh Afias"
kutuliskan pada sebuah kertas
"Ontosoroh itu apa, pak?”
"nama tokoh di dalam novel, bu.
itu doa saya supaya anak saya rajin baca buku"
Si ibu petugas berkaca mata itu
tersenyum-senyum, lalu mulai bercerita tentang anak-anaknya yang katanya juga
suka membaca buku. Pada intinya, ada kesamaan antara si ibu dan aku, sama-sama
prihatin dengan keberadaan gawai yang digandrungi anak-anak jaman sekarang,
namun berdampak negatif.
Formulir yang telah diisi si ibu
diserahkan kepadaku disertai 1 rangkap lampiran persyaratan-persyaratan yang
kuserahkan diawal. si ibu menyarankan agar ketika di Kantor Kecamatan,
persyaratan dilengkapi dengan salinan KTP istri.
"ada biaya administrasi yang
mesti saya bayar, bu?"
"gak usah" jawab si ibu
sambil tersenyum.
Tiga hari kemudian (Selasa, 13
September 2016), sambil berangkat menuju tempat kerjaku, aku mampir ke Kantor
Kecamatan Ngaliyan, di Jalan Raya Ngaliyan Nomor 234 Semarang. Aku masuk ke
bagian pelayanan umum dan menyerahkan dokumen-dokumen yang kubawa dari
Kelurahan Bringin. oleh petugas diberikan stempel dan mengarahkan aku ke bagian
perwakilan Disdukcapil Kota Semarang yang ada di Kantor Kecamatan Ngaliyan,
gedungnya paling belakang.
Jam 07.41 WIB, orang-orang berbaris
antre di depan gedung yang kutuju, aku turut menyambung pada bagian buntut.
ternyata gedung baru buka jam 08.00 WIB. saat pintu dibuka, semua maju memasuki
gedung dan langsung berhadapan dengan petugas di pengambilan nomor antre.
"mau ngurus apa, pak?"
tanya petugas saat aku hendak mengambil nomor antrean
"mau ngurus perubahan KK untuk
pembuatan akta kelahiran" jawabku
"oh, sebaiknya langsung ke
Disdukcapil aja, pak. tapi syaratnya harus orang tua langsung yang mengajukan.
Kalo di sini cuma pembuatan KK aja, klo di sana bisa diajukan dua-duanya"
Dulu, saat mengurus pembuatan akta
kelahiran anakku yang pertama, Madiba Vandana Afias,
pembuatan kartu keluarga kuajukan di Kantor Kecamatan. Waktu itu KK (Kartu
Keluarga) belum jadi tapi Nomor Induk Kependudukan (NIK) milik Madiba sudah
terbit, nah, dengan surat keterangan dari Kantor Kecamatan (yang menyatakan NIK
sudah keluar tapi KK masih proses pembuatan) aku mengajukan pembuatan Akta
Kelahiran di Disdukcapil Kota Semarang. Kenapa tidak menunggu KK jadi lebih
dahulu? karena kalo menunggu KK jadi, bisa saja saat itu aku terlambat
mengajukan akta kelahiran di Disdukcapil atau lebih dari batas waktu yang
ditentukan, yaitu 60 hari.
"berapa lama proses pembuatan
KK di sini, bu?"
"sekitar 3 minggu, agak lama,
karena ini lagi rame, pak"
Setelah berkonsultasi dengan petugas
lainnya di gedung yang sama (petugas yang ini meminta tambahan salinan
persyaratan sebanyak 1 rangkap, kemudian membagi dokumen menjadi 2 bagian, 1
untuk keperluan perubahan KK, 1 lagi untuk pembuatan akta kelahiran), aku
langsung meluncur menuju Kantor Disdukcapil Kota Semarang, di Jalan Kanguru
Raya Nomor 3, Gayamsari, Semarang.
Mungkin karena mengurusi
administrasi penduduk se-Kota Semarang yang jumlah penduduknya mencapai 1,5
juta jiwa, Kantor Disdukcapil Kota Semarang terlihat sangat ramai. Bangku yang
tersedia untuk menunggupun penuh. Di dekat pintu masuk, aku ambil nomor antrean
dengan mengunakan mesin. Tak lama setelah itu dan belum sempat duduk, nomor
antreanku dipanggil. Ternyata pengunjung yang banyak mengantre adalah yang
mengurus KTP elektronik.
Setelah menjelaskan kedatanganku
pada si mbak petugas yang berkerudung, ia lalu meminta dokumen-dokumen yang
kubawa untuk diperiksanya. Sambil ia memeriksa dokumen, aku dimintanya untuk
menunggu di kursi pengunjung.
Saat menunggu itu kubaca informasi
pada layar LED, pembuatan akta kelahiran anak pada hari ke 61 sampai dengan
usia 5 tahun bagi WNI akan dikenakan denda sebesar 50 ribu. Untuk WNA lebih
besar, tapi aku lupa berapa besaran nominalnya.
Si mbak petugas memanggilku dan
meminta menandatangani blanko kosong terkait akta kelahiran, kemudian
mengarahkan aku untuk pergi ke kasir meminta resi. Aku ikuti arahannya. Kasir
memberiku 3 rangkap resi dan memintaku untuk menandatanganinya. Ia meminta satu
rangkap dan lainnya kubawa untuk diserahkan kepada si mbak petugas tadi
sebanyak 1 rangkap. selebihnya aku bawa untuk ditunjukkan saat mengambil KK dan
akta kelahiran ketika sudah jadi.
Di dalam resi tercatat biaya
pengurusan sebesar Rp. 0,- sementara KK dan akta kelahiran dapat diambil pada
hari Selasa, tanggal 20 September 2016 atau 7 hari sejak kedatanganku di Kantor
Disdukcapil Kota Semarang.
***
Selasa, 20 September 2016, sekitar
pukul 10.00 WIB aku mendatangi Kantor Disdukcapil Kota Semarang berbekal resi.
Aku langsung menuju loket tempat pengambilan akta, namun tidak ada petugas di
situ. Kepada petugas perempuan yang ada loket sebelahnya, aku menyampaikan
tujuanku yaitu mengambil KK dan Akta Kelahiran sambil menunjukkan resi yang
kubawa. Ia meminta resi itu dan melihatnya, kemudian ia membuka-buka tumpukan
map yang ada di atas meja loket pengambilan akta. Kulihat ia menemukan selembar
akta kelahiran atas nama Kayana Ontosoroh Afias. Petugas itu masih mencari-cari
dokumen yang lain.
“sebentar ya, pak. KK-nya belum ada”
ujar si petugas sambil masuk ke dalam sebuah ruangan.
Kemudian ia muncul bersama petugas
lain yang juga perempuan tapi yang ini sudah nampak seperti ibu-ibu. Rupanya ia
petugas loket pengambilan akta yang sebenarnya.
“pengajuannya tanggal 13 (maksudnya
13 September), diambil seminggu lagi ya, pak” ujar si ibu petugas.
“yang tanggal 9 (maksudnya pengajuan
tanggal 9 September) juga belum jadi” lanjutnya seraya menjelaskan ada keterlambatan
dalam pembuatan KK.
Ia kemudian memberi catatan pada
surat resi “KK belum diambil” dan menyerahkannya kembali padaku. Resi itu akan
kupakai kembali untuk mengambil KK seminggu kemudian.
***
Seminggu kemudian, tepatnya hari
Selasa, tanggal 27 Juli 2016, aku datangi kembali Disdukcapil sebelum menuju ke
tempat kerja. Tanpa mengambil nomor antrean aku langsung menuju loket
pengambilan akta dan menyerahkan resi pada petugas yang sama pada minggu
sebelumnya.
“ini pak” petugas menyerahkan KK
yang sudah jadi.
“terima kasih ya, bu” jawabku.
Sebelum pergi meninggalkan Kantor
Disdukcapil, kusempatkan untuk meneliti kebenaran informasi yang ada di KK.
Akhirnya, dokumen yang diperlukan agar Kayo menjadi penduduk Indonesia telah
lengkap, tepat diusianya yang memasuki bulan kedua.
Ayah, September 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar