Rabu, 16 Januari 2013

Berkenalan Dengan Nelson Mandela

Oleh : Asep Mufti

Di penghujung akhir tahun 2012, Pameran Buku sedang berlangung di Gedung Wanita Jl.Sriwijaya Kota Semarang. Sebagai pecinta buku, event tersebut tidak mungkin kulewati begitu saja. Meluncurlah diriku ke lokasi pameran buku sepulang dari aktifitas kerja.

Setelah berkeliling dari stand satu ke stand yang lain, kaki-pun terasa pegal pertanda perburuan buku harus diakhiri. Beberapa buku kuboyong pulang untuk kujadikan tambahan koleksi perpustakaan pribadi yang oleh isteriku diberi nama Rumah Buku.

Salahsatu buku menarik yang kubeli dari pameran tersebut berjudul “Nelson Mandela, Langkah Menuju Kebebasan, Surat-Surat Dari Bawah Tanah” sebuah buku yang diterbitkan oleh Yayasan Obor Indonesia tahun 1993. Sampul buku ini berwarna kuning.

Nelson Mandela [Mandela] adalah Mantan Presiden Afrika Selatan yang sebelumnya terlibat dalam perjuangan rakyat Afrika Selatan meraih kemerdekaan dari penjajahan kolonial inggris berikut dengan sistem apartheid-nya. Hanya itu yang kuketahui tentang Mandela -- padahal namanya sudah begitu tersohor. Sedikit sekali pengetahuanku ya, hehe. Karena alasan keterbatasan pengetahuan itulah aku membeli buku tentang Mandela, sambil berharap pengetahuanku tentang Mandela nantinya akan bertambah. 

Buku tersebut terdiri dari 5 Bab dimana tiap bab terdiri dari Sub-bab-Sub-bab. Berisi makalah, pidato, maupun pembelaan dalam sidang pengadilan yang kesemuanya merupakan pikiran-pikiran Mandela selama masa 10 tahun, sejak tahun 1953 sampai dengan tahun 1963. 


Pendahuluan dalam buku tersebut ditulis oleh Oliver Tambo, teman seperjuangan Mandela. Kemudian sebelum beranjak ke sub-bab yang berisi pikiran Mandela, redaksi memberikan catatan. Catatan tersebut berupa gambaran situasi yang terjadi ketika Mandela menulis, membacakan pidato atau pembelaannya. Hal ini sangat memudahkanku untuk memahami konteks pikiran-pikiran Mandela saat itu. Berikut ini kutuliskan kembali beberapa hal dari isi buku tersebut.

Oliver Tambo dalam pendahuluan menulis mengenai kondisi Rakyat Afrika Selatan di bawah rezim apartheid. 

“Penjara penuh sesak dengan orang-orang Afrika... Menganggur adalah suatu tindak pidana... tidak memiliki tanah dapat dianggap suatu tindak pidana... membuat bir Afrika, meminumnya, atau menggunakan hasilnya untuk menambah penghasilan keluarga yang sangat kecil itu merupakan suatu tindak kriminal... berdampingan dengan orang kulit putih dapat merupakan tindak pidana. Tinggal di daerah yang ‘salah’ -- suatu daerah yang telah dinyatakan untuk orang kulit putih atau india atau berwarna -- dapat menjadi tindakan kriminal bagi orang-orang Afrika. Undang-undang apartheid Afrika Selatan telah mengubah sekian banyak orang yang tidak bersalah menjadi ‘kriminal’ pelanggar hukum.”

Mandela juga menguraikan hal-hal sebagai berikut : Rakyat Afrika dipisahkan dari tanah dan binatang ternak mereka, sehingga meningkatkan kelaparan tanah di  kalangan massa petani dan memiskinkan mereka. Rezim juga menerapkan poll tax [pajak per kepala] kepada orang-orang Afrika. Denda bagi mereka yang tidak bisa membayar pajak adalah bekerja. Tujuan utama dari semua itu adalah menjamin adanya buruh murah untuk industri-industri yang ada. 

Mandela merupakan anak seorang Kepala Suku. Ia lari dari tempat tinggalnya karena menghindari perkawinan yang direncanakan kelaurga untuk dirinya. Mandela muda yang juga seorang pengacara kemudian bergabung di Liga Pemuda Kongres Nasional Afrika [African National Congress / ANC] pada tahun 1944. ANC sendiri merupakan organisasi pribumi yang didirikan pada tahun 1912 oleh orang-orang Afrika yang berprofesi sebagai ahli hukum, pegawai, rohaniawan, wartawan, guru, kepala suku dan petani tradisonal. 

Mandela bersama kawan-kawannya seperti Walter Sisulu (Pemuda Buruh) mengkritik cara berjuang kaum-kaum tua di ANC. Kaum tua berpegang teguh pada perjuangan konstitusional seperti mengajukan tuntutan dan resolusi, mengirim delegasi-delegasi kepada pemerintah dengan keyakinan bahwa penderitaan orang Afrika dapat diselesaikan melalui perundingan yang damai. Menurut Mandela, cara berjuang seperti itu pada kenyataannya tidak diperhatikan samasekali oleh pemerintah, yang terjadi justeru penindasan terhadap orang-orang Afrika semakin parah. Mandela dan kawan-kawan mudanya menawarkan cara berjuang yang lebih melibatkan massa yaitu Kampanye Pembangkangan. Namun demikian Mandela juga menyadari bahwa situasi saat itu upaya-upaya perjuangan yang bersifat terbuka akan dengan mudah dan cepat ditindas oleh pemerintah.

Cara yang kemudian dilakukan adalah mengintensifkan propaganda dengan mendatangi rakyat langsung di rumah atau tempat manapun, menyebar selebaran-selebaran dan mengorganisir pemogokan umum. Untuk melakukan itu diperlukan sukarelawan-sukarelawan dimana Mandela berperan mengkordinir sukarelawan-sukarelawan tersebut. Disebut sukarelawan karena mereka secara sukarela menghadapi hukuman penjara dan hukuman cambuk. 

Untuk kepentingan perjuangan ANC membuat sebuah Piagam Kemerdekaan. “Mendirikan pemerintahan yang demokratis tanpa mendasarkan pada pembedaan ras, kemudian industri-industri harus dinasioinalisasikan untuk kepentingan rakyat.” Setidaknya dua hal itulah yang tercantum di dalamnya. Piagam ini seperti manifesto atau pedoman perjuangan rakyat Afrika.

Pada tahun 50-an pemerintah mengeluarkan UU Penindasan Komunis. Banyak orang Afrika ditangkap terkait aksi-aksi yang telah dilakukan dan diadili dengan menggunakan UU tersebut termasuk Mandela. Peradilan terhadap Mandela dan orang-orang Afrika lainnya terkenal dengan sebutan Pengadilan Pengkhianatan. Proses peradilan itu berlangsung selama kurang lebih 4,5 tahun. Mulai tahun 1956 sampai dengan tahun 1960. Dalam persidangan Mandela diperiksa terkait program-program di Liga Pemuda ANC seperti Kampanye Pembangkangan. Pemerintah berusaha mengkaitkan aksi-aksi tersebut dengan kegiatan Komunis Internasional. 

“Apakah anda menjadi seorang Komunis?” Begitulah salahsatu pertanyaan dalam pengadilan. 

Saya tidak tahu bahwa saya telah menjadi seorang komunis, jika yang anda maksudkan dengan seorang komunis adalah seorang yang menjadi anggota Partai Komunis dan seseorang yang percaya terhadap teori Marx, Engels, Lenin dan Stalin, dan seseorang yang patuh dengan teliti kepada disiplin partai, maka saya bukan seorang komunis.” jawab Mandela. 

Akhirnya Hakim Kampff -- hakim yang mengadili Mandela dan kawan-kawan -- memutuskan : “anda semua ternyata tidak bersalah, anda boleh pergi.” 

Di masa-masa Pengadilan Pengkhianatan itulah Mandela mulai diperhatikan oleh kalangan luas. 

Pada tahun 1960 Pemerintah menyatakan status darurat, ANC dilarang. Pemerintah juga merencanakan adanya suatu referendum untuk membentuk sebuah negara Republik. Namun rencana tersebut ditolak oleh ANC lantaran dalam refrendum tersebut rakyat Afrika yang merupakan mayoritas tidak diberikan hak pilih dan hanya orang kulit putih saja yang diberikan hak pilih. ANC justeru menuntut diadakannya Konvensi Nasional untuk membuat sebuah konsitusi baru yang tidak mempunyai batas-batas dan membentuk pemerintahan yang lebih demokratis.

ANC menginisiasi adanya konferensi yang kemudian merencanakan pengorganisiran “gerakan tinggal di rumah” selama tiga hari pada tanggal 29, 30, 31 Mei 1961. Sebuah gerakan pemogokan umum dalam bentuk tidak pergi bekerja. Mandela yang diberikan tanggungjawab atas gerakan tersebut, melakukan pengorganisasian dengan cara tersembunyi. Gerakan tersebut berhasil melibatkan massa secara luas. Namun demikian pemerintah tetap bergeming. Pada masa-masa inilah Mandela hidup dalam persembunyian. 

ANC kemudian merencanakan sebuah bentuk perjuangan baru dengan menggunakan kekerasan, hal ini dikarenakan protes-protes damai tidak berguna. Terbentuklah sebuah gerakan bernama Umkonto We Sizwe. 

Terkait dengan gerakan tersebut, Mandela dalam sebuah persidangan -- dimana dirinya dijadikan tertuduh karena telah melakukan penghasutan dalam pemogokan tiga hari [gerakatan tinggal di rumah] dan telah meninggalkan negara tanpa ijin [di bulan Maret 1961, Mandela dalam masa persembunyiannya menghadiri sebuah konferensi di luar negeri] -- mengungkapkan :

“Suatu kenyataan yang jelas adalah bahwa 50 tahun berjuang tanpa menggunakan kekerasan hanya menimbulkan perundang-undangan yang lebih menindas bagi rakyat Afrika dan hak yang makin lama makin sedikit...

Tidak dapat dibantah bahwa kebijakan kami untuk mencapai suatu negara yang non-rasial dengan cara-cara damai tidak mencapai hasil apa-apa dan bahwa pengikut kami mulai kehilangan kepercayaan terhadap kebijakan ini...

Pemerintahan yang menggunakan kekerasan untuk mempertahankan kekuasaannya memberikan pelajaran kepada pihak yang tertindas untuk menggunakan kekerasan pula untuk menentangnya. Telah tumbuh kelompok-kelompok kecil di daerah perkotaan dan dengan spontan membuat rencana-rencana untuk melakukan bentuk-bentuk perjuangan politik dengan menggunakan kekerasan... timbul suatu bahaya bahwa kelompok-kelompok ini akan menggunakan terorisme terhadap orang-orang Afrika dan juga terhadap orang kulit putih jika tidak diarahkan dengan tepat.

Pada permulaan bulan Juni 1961 setelah lama menimbang dengan penuh perhatian situasi Afrika Selatan, saya dan beberapa orang kolega sampai pada kesimpulan bahwa karena kekerasan tidak mungkin dielakkan di negeri ini, adalah tidak realistis dan salah di pihak para pemimpin Afrika untuk terus menganjurkan perdamaian dan tanpa kekerasan, pada waktu pemerintah menjawab tuntutan-tuntutan damai kami dengan kekerasan.

Maka dibuatkan keputusan untuk mulai mengambil bentuk-bentuk perjuangan politik yang memakai kekerasan dan membentuk UMKONTO WE SIZWE.”

Mandela dan kawan-kawan seperjuangannya akhirnya dihukum seumur hidup dalam persidangan tersebut.

Keterangan di luar isi buku : Mandela dipenjarakan di Pulau Roben, sebuah penjara dengan pengamanan yang superketat. Di dalam penjara Mandela tetap mengendalikan gerakan rakyat Afrika yang saat itu telah memasuki tahap perjuangan bersenjata. Mandela akhirnya dibebaskan pada tahun 1990. [Sumber : Film Goodbye Bafana] 

--Januari 2013--

Tidak ada komentar:

Posting Komentar