Sabtu, 01 Desember 2012

Sekilas Tentang Buku “Semua Manusia Bersaudara” (Timbangan buku yang belum sempurna- Bag. I)

Oleh : Afidah

Membaca tulisan-tulisan Mahatma Gandhi yang dihimpun dalam buku berjudul All Men Are Brother atau Semua Manusia Bersaudara memberi kesan tersendiri bagi saya, salah satu kesan saya adalah pernyataan Gandhi bahwa dia merasa begitu sedih karna mendapat gelar “Mahatma” yang artinya manusia suci, gelar ini memberi beban yang dirasa berat olehnya dan dia tidak terlalu suka dipuja-puja seperti Dewa. Setelah sekian lama mendengar nama besarnya dan ajaran anti kekerasan atau yang dikenal dengan ahimsa yang terus dipegang dalam perjuangan Gandhi baru sekarang saya berkesempatan mempelajari pikiran-pikirannya, dalam kalimat-kalimat selanjutnya kupanggil saja dia Gandhi agar dia tidak merasa keberatan.


Buku ini terdiri 12 Bab dengan beragam tema dan persoalan, diantaranya : (I) Otobiografi (yakni biografi yang ditulisnya sendiri),(II) Agama dan Kebenaran, (III) Cara dan Tujuan (IV) Ahimsa atau paham pantang kekerasan (V) Pengendalian diri (VI) Perdamaian Dunia (VII) Manusia dan Mesin (VIII) Kemiskinan di tengah-tengah kelimpahan (IX) Demokrasi dan Rakyat (X) Pendidikan (XII) Kaum Wanita (XII) Serba-serbi –----berisi beragam pikiran yang tidak focus pada satu tema.

Sekilas ketika membaca buku ini Gandhi terkesan bukan sebagai sosok Intelektual yang tulisannya dipenuhi data-data (misalnya tahun dan tanggal sebuah peristiwa), analisis dan rujukan-rujukan para tokoh pemikir sebelumnya. Di dalam buku ini ada dua tokoh yang sering disebut Gandhi dan menjadi inspirasinya dalam berjuang dan juga ketika di memutuskan menulis perjalanan hidupnya, mereka berdua adalah Thoreu dan Tolstoy.

Kamis, 29 November 2012

Fleksibilitas Pasar Kerja dan Tanggung Jawab Negara [1]

Hari Nugroho & Indrasari Tjandraningsih[2]

Abstract: This article critically discusses the positive assumptions of the concept of labour market flexibility and the roles of state in labour market policy based on current empirical facts.  Labour market flexibility is a liberalist concept that is taken as one of policy strategies for promoting investment, increasing employment opportunities and poverty reduction. In reality, the practice of labour market flexibility poses a number of unfavourable impacts on workers such as degradation of working conditions, raising job insecurity, increasing welfare uncertainty and weakening union power. These negative impacts indicate some internal contradictions within the concept of labour market flexibility. At the same time the declining role of the state to provide protection and social welfare in the middle of forceful liberalisation stream has made the negative consequences worse. By assuming that the labour market flexibility is unavoidable forceful stream, the responsibility of the state in determining more secure labour market policy is crucial. This article proposes ideas on how state and labour should respond such situation.

Kata dan frase kunci: asumsi dan realitas fleksibilitas pasar kerja, dualisme pasar kerja, kontradiksi internal sistem fleksibilitas pasar kerja, ketidakpastian kerja, pelemahan serikat buruh, peran negara

PENDAHULUAN

Dewasa ini sistem pasar kerja di banyak negara mengalami perubahan sebagai akibat perubahan orientasi ekonomi global.  Pasar kerja kini didorong ke arah bentuk yang lebih fleksibel (flexible labour market) bersamaan dengan menguatnya liberalisasi perekonomian dunia.  Pasar kerja yang fleksibel – berikut sistem produksi yang fleksibel (flexible production) – diyakini oleh para pendukungnya dapat lebih merangsang pertumbuhan ekonomi serta memperluas pemerataan kesempatan kerja dan pendapatan masyarakat di tengah iklim kompetisi ekonomi global yang semakin ketat. 

Sejalan dengan perubahan tersebut, peran negara dalam mengatur bekerjanya pasar kerja serta bentuk tanggung jawab negara terhadap kesejahteraan warganya pun mengalami perubahan.  Peran dan tanggung jawab negara tersebut cenderung menyurut. Hal ini terlihat dari menurunnya alokasi anggaran untuk tanggung jawab negara yang berkaitan dengan kesejahteraan warganya (lihat Lindert, 2004). Demikian pula regulasi negara yang mengatur bekerjanya pasar tersebut berkurang. Sebaliknya, bekerjanya pasar kerja dan penyelenggaran kesejahteraan tersebut lebih banyak diserahkan kepada mekanisme pasar itu sendiri. Dinamikanya diserahkan langsung kepada hubungan antara pemodal dengan para pekerja atau pencari kerja. Melalui praktek hubungan-hubungan kerja di tingkat perusahaan, fleksibilitas pasar kerja diasumsikan dapat menghasilkan efek-efek positif bagi pertumbuhan ekonomi maupun keadilan sosial. Oleh sebab itu fleksibilitas kini menjadi modus utama operasi modal di banyak sektor.

Paradoks Fleksibilitas Pasar Tenaga Kerja

oleh : Martin Manurung

Rasyidi Bakri telah menulis perihal Revisi Undang-Undang (UU) No. 23 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dalam globalisasi. Tulisan ini akan menyoroti khusus perihal paradoks argumen ‘fleksibilitas pasar tenaga kerja’.

Rekomendasi terbaru dari International Monetary Fund tertanggal 22 Februari 2006 dapat dikatakan sebagai desakan dari lembaga internasional itu agar pemerintah segera melaksanakan revisi UU dimaksud. Rekomendasi tersebut mengatakan;
“Kemajuan [kebijakan ekonomi] melambat dari yang diharapkan pada area-area lain, termasuk memecahkan perselisihan investor dan fleksibilitas pasar kerja… [Dewan Direktur IMF] menegaskan keterdesakan yang penting untuk reformasi struktural dalam rangka mendorong kepercayaan investor… Dalam hal ini, [Dewan Direktur IMF] menyambut ketegasan pemerintah untuk reformasi perpajakan dan pasar tenaga kerja…” (Diterjemahkan secara bebas, huruf miring dari penulis.)

Kerangka Teori

Secara teoretis argumen ‘fleksibilitas pasar tenaga kerja’ dan ‘pasar bebas’ dapat ditilik sejarahnya pada tesis keunggulan komparatif yang diajukan oleh David Ricardo, ekonom liberal neoklasik di Inggris hampir dua abad yang lalu.

Senin, 26 November 2012

Enam Mitos Keuntungan Investasi Asing

Coen Husain Pontoh, mahasiswa ilmu politik di City University of New York (CUNY)

BEBERAPA waktu lalu, Fitch Rating, sebuah lembaga pemeringkat yang berbasis di Hongkong, mengeluarkan daftar peringkat utang luar negeri  jangka panjang Indonesia. Dalam laporannya, Fitch mengatakan bahwa terjadi peningkatan positif utang luar negeri jangka panjang Indonesia, dari BB+ (plus) menjadi BBB- (minus).

Kenaikan peringkat ini, dalam waktu singkat segera direspon oleh menteri koordinator perekonomian Hatta Rajasa, yang sesumbar mengatakan bahwa akan ada banjir investasi asing di Indonesia. ‘Tahun 2012, Indonesia akan semakin mantap dengan kenaikan rating (peringkat utang) ini. Apalagi Indonesia memang sudah memiliki MP3EI (Rencana Induk Perluasan dan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia),’ ujarnya. ‘Apalagi, proyek-proyek yang ada di MP3EI adalah proyek-proyek yang nyata. Mereka sudah melihat bahwa Indonesia terus memangkas hambatan-hambatan untuk berinvestasi. Apalagi nanti akan diperkuat lagi oleh penurunan suku bunga perbankan,’ tambahnya (Kompas, 15/12/2011).

Indonesia Sebagai Negeri Semi-Koloni AS

Reza Gunadha, Jurnalis, tinggal di Lampung

SEMBOYAN ‘Indonesia Belum Merdeka 100 Persen,’ pernah booming ketika Tan Malaka memobilisasi Persatuan Perjuangan. Saat ini, semboyan tersebut kembali terdengar lantang, baik sebagai retorika favorit para aktivis ketika berorasi maupun dekorasi perdebatan intelektual.

Secara tersirat, semboyan tersebut mengartikulasikan bahwa Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaan (17 Agustus 1945), belum menjadi negara yang mutlak berdaulat dalam dua bidang krusial: ekonomi dan politik. Memakai pengandaian persentase, negara ini bisa dikatakan baru merdeka 50 persen, yakni dalam bidang politik pemerintahan. Namun, 50 persen kadar kemerdekaan sisanya, yakni dalam sektor perekonomian, belum mampu teraih.

Selasa, 20 November 2012

Nyanyian Sunyi Pram

Karya-karyanya adalah sayup suara di rumah-bahasanya sendiri

Oleh : Fahri Salam, Penulis Lepas

”Saya punya minat khusus dengan dia karena [dia] realistis,” kata Sujiyati, merujuk alasan dia mencintai karya-karya Pram, dengan mimik serius dan nada tegas.

Sujiyati mengajar bahasa Indonesia kelas tiga SMU Negeri 3 Yogyakarta di bilangan Kota Baru. Dia berusia paruh baya, kulit hitam coklat, senada dengan setelan jas dan pantolan hitam keabu-abuan yang dia kenakan saat saya menemuinya awal Mei 2006.  Kami duduk di kursi kayu berlapis busa di hall depan.

Sujiyati tampak serius menanggapi nasib kepengarangan Pram. Dalam kurikulum sastra yang dikenalkan kepada siswa sekolah menengah, nama Pram tak sekalipun tercatat, sebagai referensi maupun ujian. Hanya karena minat khusus Sujiyati serta inisiatif sendiri, nama Pram terlontar di ruang kelas. Sujiyati juga minta siswa membaca karya Pram.

Pernah satu kejadian dia bikin soal ujian tentang karya Pram. Kolega mengajar dia terheran. Sujiyati tanya alasan. Kolega dia menjawab dengan menghubungkan “Pram” dan “komunis”.


Sabtu, 17 November 2012

Membaca "Cerita Cinta Enrico" Karya Ayu Utami

Oleh : Asep Mufti
 
Prasetya Riksa atau Enrico atau Rico, seorang bocah yang lahir pada 15 Februari 1958 di Kota Padang, bersamaan dengan kelahiran "saudara kembarnya" Pemberontakan PRRI. Baru berumur 1 hari, Rico menjadi bayi gerilya di hutan tatkala Muhammad Irsad, ayahnya yang seorang militer terlibat dalam pemberontakan PRRI hanya karena kepatuhannya kepada atasan.

Ketika Rico mulai beranjak besar, Ibunya menanggung kesedihan akibat kehilangan Sanda - kakak perempuan Rico, dalam kesedihan itu tiba-tiba datanglah pengkhotbah yang akhirnya menjadikan Ibunya ikut dalam perkumpulan Saksi Yehuwa. Sikap Ibunya mulai berubah, Hari Kiamat yang dipercayainya akan tiba beberapa tahun lagi justeru tidak dipercayai oleh Rico.

Jumat, 21 September 2012

Membaca Karya Friedrich Engels : “Asal-usul Keluarga, Kepemilikan Pribadi dan Negara”

Terbitan Kalyanamitra
Saat ini aku sedang membaca sebuah buku berjudul “Asal-usul Keluarga, Kepemilikan Pribadi dan Negera” karya Friedrich Engels cetakan kedua yang diterbitkan pada bulan Maret 2011 oleh Yayasan Kalyanamitra. Buku ini kudapatkan ketika aku dan isteriku berwisata ke Jakarta beberapa bulan yang lalu, saat itu kami memang sengaja mengunjungi kantor Kalyanamitra untuk membeli beberapa buku. Salahsatunya adalah buku karya Friedrich Engels ini.

“Bagaikan obor di malam gelap, buku ini kami harapkan bisa menerangi langkah-langkah perjuangan kita menuju kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik dan adil gender.”[1] Begitulah tujuan Yayasan Kalyanamitra menerbitkan buku ini.

Apa yang ditulis oleh Engels – dalam buku ini -- merupakan kajian yang didasarkan atas penemuan-penemuan seorang antropolog Amerika, Lewis H Morgan, yang dipublikasikan pada tahun 1877 dalam sebuah buku berjudul Ancient Society [Masyarakat Purba].

Kamis, 06 September 2012

Terbentuknya Kehidupan Bermasyarakat : Dijelaskan Dari Sudut Pandang Kaum Rasionalitas dan Saintis


Oleh : Soetandyo Wignjosoebroto
 
Sebuah pertanyaan acapkali diajukan dalam banyak perbincangan intelektual tentang  ihwal asal terjadi atau terbentuknya masyarakat manusia. Jawaban yang pernah diberikan atas pertanyaan ini ada berbagai macam, semua tergantung dari paradigma si pemberi jawaban.  Mereka yang berangkat dari basis pemikiran Aristotelian tentu saja berkeyakinan bahwa masyarakat manusia sudah terbentuk pada saat Yang Maha-Kuasa mensabdakan terbentuknya alam semesta berikut seluruh kehidupan di dalamnya.    Berpikir atas dasar basis asumptif Aristotelian ini, tak ayal lagi terbentuknya kehidupan bermasyarakat manusia tak bisa lain daripada bagian dari takdir Tuhan, yang sudah terjadi dan terbentuk sejak hari kejadian.
Mereka yang berangkat dari basis pemikiran non-Aristotelian akan mencoba memberikan jawaban dengan memasukkan faktor kesejarahan ke dalam persoalan ini.  Kaum rasionalis akan memberikan penjelasan bahwa terbentuknya kehidupan bermasyarakat manusia itu bermula pada suatu ketika tatkala manusia mulai tersadar akan potensi rasionalitasnya.  Kaum rasionalis menjelaskan terbentuknya kehidupan bermasyarakat dengan merujuk ke kehendak rasional manusia yang dalam kehidupan di bumi ini mendambakan kesejahteraan dan kebebasan sebagai unsur kondisional dari kesejahteraan hidup duniawinya itu.

Minggu, 02 September 2012

Hikayat Kadiroen

Hikayat Kadiroen merupakan sebuah cerita yang dikarang oleh Semaoen (1899-1977) ketika dia berada di penjara pada tahun 1919 akibat perlawanannya terhadap Pemerintah Hindia Belanda saat itu. 

Bercerita tentang seorang tokoh bernama Kadiroen, anak seorang lurah yang bekerja sebagai mantri pada pemerintahan Hindia Belanda. Jalan hidupnya lambat-laun berubah setelah dirinya menyaksikan pidato seorang tokoh partai dalam sebuat rapat akbar [vergadering] di sebuah alun-alun Kota S. Pidato yang menceritakan tentang kapitalisme, bagaimana sejarahnya, dampaknya terhadap rakyat serta menjelaskan tentang pentingnya mendirikan sebuah organisasi. Diam-diam Kadiroen mendukung partai tersebut dan melepaskan karirnya di Pemerintahan Hindia Belanda.

Kisah percintaan juga hadir dalam cerita ini. Kadiroen jatuh cinta kepada seorang perempuan bernama Ardinah.

Pidato Sukarno : Pancasila [2]

[Sambungan dari http://asepmufti.blogspot.com/2012/09/pidato-sukarno-pancasila-1_8975.html  ]

Saudara-saudara, jangan mengira, bahwa tiap-tiap negara merdeka adalah satu nationale staat! Bukan Pruisen, bukan Bayern, bukan Saksen (kerajaan lama di Jerman, lebih dikenal sebagai Prusia, Bavaria dan Saxony-Ed.) adalah nationale staat, tetapi seluruh Jermania-lah satu nationale staat. Bukan bagian kecil-kecil, bukan Venetia, bukan Lombardia, tetapi seluruh Italia-lah – yaitu seluruh semenanjung di Laut Tengah, yang di utara dibatasi oleh pengunungan Alpen – adalah nationale staat. Bukan Benggala, bukan Punjab, bukan Bihar dan Orissa, tetapi seluruh segitiga India-lah nanti harus menjadi nationale staat.

Sukarno
Demikian pula bukan semua negeri-negeri di tanah air kita yang merdeka di jaman dahulu adalah nationale staat. Kita hanya 2 kali mengalami nationale staat, yaitu di zaman Sriwijaya dan zaman Majapahit. Di luar itu kita tidak mengalami nationale staat. Saya berkata dengan penuh hormat kepada kita punya raja-raja dahulu, saya berkata dengan beribu-ribu hormat kepada Sultan Agung Hanyokrokoesoemo, bahwa Mataram – meskipun merdeka – bukan nationale staat. Dengan perasaan hormat kepada Prabu Siliwangi di Pajajaran, saya berkata bahwa kerajaannya bukan nationale staat. Dengan perasaan hormat kepada Prabu Sultan Agung Tirtayasa, saya berkata, bahwa kerajaannya di Banten – meskipun merdeka – bukan suatu nationale staat. Dengan perasaan hormat kepada Sultan Hasanuddin di Sulawesi yang telah membentuk kerajaan Bugis, saya berkata, bahwa tanah Bugis yang merdeka itu bukan nationale staat.

Nationale staat hanya Indonesia seluruhnya, yang telah berdiri di zaman Sriwijaya dan Majapahit dan yang kini pula kita harus dirikan bersama-sama. Karena itu, jikalau Tua-tuan terima baik, marilah kita mengambil dasar Negara yang pertama: Kebangsaan Indonesia.

Pidato Sukarno : Pancasila [1]

Paduka Tuan Ketua Yang Mulia!

Sesudah tiga hari berturut-turut anggota-anggota Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai mengeluarkan pendapat-pendapatnya, maka sekarang saya mendapat kehormatan dari Paduka Tuan Ketua yang mulia untuk mengemukakan pendapat saya. Saya akan menetapi permintaan Paduka Tuan Ketua yang mulia. Apakah permintaan Paduka Tuan Ketua yang mulia? Paduka Tuan Ketua yang mulia minta kepada sidang Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai untuk mengemukakan dasar Indonesia Merdeka. Dasar inilah nanti akan saya kemukakan di dalam pidato saya ini.

Sukarno
Maaf beribu maaf! Banyak anggota telah berpidato, dan di dalam pidato mereka itu diutarakan hal-hal yang sebenarnya bukan permintaan Paduka Tuan Ketua yang mulia, yaitu bukan dasarnya Indonesia Merdeka. Menurut anggapan saya, yang diminta oleh Paduka Tuan Ketua yang mulia ialah – dalam bahasa Belanda – Philosofische grondslag (dasar filosofi-Ed.) dari Indonesia Merdeka. Philosofische grondslag itulah fondamen, filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya, jiwa, hasrat yang sedalamdalamnya untuk di atasnya didirikan gedung Indonesia Merdeka yang kekal dan abadi. Hal ini nanti akan saya kemukakan, Paduka Tuan Ketua yang mulia. Tetapi lebih dahulu izinkanlah saya membicarakan, memberitahukan kepada Tuan-Tuan sekalian, apakah yang saya artikan dengan perkataan “merdeka”.

“Merdeka” buat saya adalah political independence, politieke onafhankelijkheid (kemerdekaan politik, dalam bahasa Inggris dan Belanda-Ed.). Apakah yang dinamakan politieke onafhankelijkheid?

Sabtu, 18 Agustus 2012

Catatan Perjalanan Jakarta-Bandung Bag. II


[Setelah menikmati suasana Ibukota yang panas dan padat selama 2 hari penuh, Aku dan isteriku Afidah meluncur ke arah tenggara menuju sebuah kota dimana Dewi Sartika – seorang perintis pendidikan untuk kaum perempuan di awal abad 20 -- dilahirkan, Bandung]


Dari Leuwipanjang ke Ciwidey naik angkutan apa ya?

Dua jam lamanya perjalanan yang harus Kami tempuh menggunakan bus sejak meninggalkan Jakarta kemudian melewati jalan tol Cipularang hingga akhirnya sampai di Terminal Leuwipanjang saat Jarum jam menunjuk pada angka 9. Pagi tadi memang tak sempat bagi Kami untuk sarapan, sehingga begitu turun dari bus, warung masakan padang menjadi sasaran.

Usai makan, perut kuberi kesempatan untuk mencerna apa yang sudah kutelan sebelum kembali bergegas. Aku mencoba menghampiri seorang lelaki paruh baya yang sedang berdiri di pintu warung untuk menanyakan rute transportasi.

“Pak, kalo dari sini mau ke Kawah Putih Ciwidey naik angkutan apa ya?” tanyaku pada si bapak.

Catatan Perjalanan Jakarta-Bandung Bag. I


[Aku dan Isteriku Afidah sudah lama mempunyai keinginan untuk berwisata ke Jakarta dan Bandung. Keinginan itu akhirnya terpenuhi pada tanggal 9-14 Juli 2012 yang lalu. Tulisan ini adalah catatan dari pengalaman perjalanan Kami tersebut]


Menuju Jakarta

Pukul 7 malam Kereta Api Tawang Jaya telah meluncur dari Stasiun Poncol menuju ke arah barat, aku bersama isteri yang duduk berdampingan di kursi pada gerbong paling belakang turut serta. Hawa gerah yang sedari tadi hinggap lamat-lamat hilang dihembus sejuknya angin malam.

“Pelayanan kereta api ekonomi sekarang lebih manusiawi” isteriku Afidah berpendapat. Aku mengamininya.

Kini setiap penumpang kereta api kelas ekonomi bisa merebahkan pantatnya pada kursi karena pihak PT.Kereta Api Indonesia [PT.KAI] sudah tidak lagi menjual tiket dengan label “tanpa tempat duduk” dan kepulan asap pada gerbong kereta yang biasanya membuat pengap kini sudah dilarang karena “perjalanan bebas asap rokok.”

Solidaritas..

Hari mulai terang ketika kuterbangun dari tidur semalam. Telpon genggam yang segera kutemukan memberi keterangan ada seorang kawan baru saja melakukan dua panggilan dan mengirimkan satu pesan.

“Bung, hari ini ada agenda gak? Klo enggak, kami mohon Bung bisa hadir ke Kawasan Industri Tugu. PUK AST hari ini mogok kerja di pabrik.” Begitu isi pesan dari Kawan Chakim.

“Maap Bung baru balas. Jam berapa rencana mogoknya?” aku membalas pesannya.

“Jam 5 tadi Bung.”

“Ok, trims Bung, segera meluncur.”

Putusan MK Nomor 27/PUU-IX/2011, Status Quo atau Harapan Baik Bagi Buruh?


Oleh : Asep Mufti

Kemarin (Kamis 17 Januari 2012), Mahkamah Konstitusi telah membacakan putusan atas pengujian Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan (UUK) dengan nomor perkara : 27/PUU-IX/2011 yang dimohonkan oleh Didi Suprijadi sebagai perwakilan dari Aliansi Petugas Pembaca Meter Listrik Indonesia (AP2ML).

Inti dari putusan MK tersebut adalah menyatakan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) – di kalangan buruh dikenal dengan sistem kontrak – tidak berlaku dalam hubungan kerja antara buruh dengan perusahaan outsourcing sepanjang dalam perjanjian tersebut tidak diatur mengenai pengalihan perlindungan hak-hak buruh ketika terjadi pergantian perusahaan outsourcing dalam satu perusahaan pemberi kerja.

Untuk Isteriku..

Saat itu siang hari, ketika sekumpulan pegiat sosial sedang membincangkan soal pertanggungjawaban kerja pimpinan daerah. Beberapa diantaranya aku kenali, tapi ada salahsatu diantara mereka yang baru pertama kali kulihat, sosok perempuan berperawakan kurus dan mengenakan kerudung.

Ya, saat itu kami sedang merencanakan aksi..

Ada Upaya Perampasan Tanah Petani di Pati

Tanah Itu Terlantar!!
Baiklah, Kita garap saja..
Meskipun hanya cukup buat makan,
Setidaknya itu lebih baik,
Daripada menjadi buruh serabutan.

Hampir 10 Tahun sudah berjalan,
Tiba-tiba muncul hantu bergentayangan, hantu LPI..
Berupaya merampas lahan garapan Kami,
Dengan sedikit takut,
Kami mulai berlawan!!

-- Pati, 13 Desember 2011 --

Solidaritas Untuk Perjuangan Rakyat


Pertambangan pasir besi mengancam pertanian Rakyat
Rakyat menolak, 3 tahun penjara imbalannya..
Solidaritas untuk perjuangan Rakyat di Kulonprogo - DIY

Minyak dengan lahap diekploitasi, di sekitar rakyat yang bermimpi kesejahteraan
Rakyat tagih janji, 2 nyawa lenyap karena peluru..
Solidaritas untuk perjuangan Rakyat di Luwuk - Sulawesi Tengah

Aparat kuat, mencaplok tanah Rakyat
Rakyat menuntut, 6 orang menjadi pesakitan..
Solidaritas untuk perjuangan Rakyat di Kebumen - Jawa Tengah

-- Semarang, 23 Agustus 2011 --

Kepada Seorang Gadis


Kepada Seorang Gadis :
Kau sudah begitu berani memberikan kepercayaan
Aku telah mengaku keliru atas tindakanku yang tidak sesuai dengan pikiran
Dan kau bersedia memaafkan

Hari depan sungguh sulit diramalkan
Namun dengan kebersamaan ini
Setidaknya akan semakin menggelorakan keberanian dan semangat
Dalam menghadapi setiap persoalan hidup

Materialisme Historis dan Materialisme Dialektis

Oleh : Donny Danardono
[Pengajar filsafat di Fakultas Hukum dan Program Magister Lingkungan dan Perkotaan [PMLP] Universitas Katholik Soegijapranata Semarang]

Marxisme bukan satu-satunya filsafat dan gerakan sosial yang mempromosikan sosialisme di Eropa abad 19. Ia hanya salah satu dari puluhan bentuk sosialisme. Menurut Leszek Kolakowski[1]—profesor sejarah filsafat dari Polandia dan penulis tiga buku sejarah Marxisme—para sosialis tersebut antara lain adalah Gracchus Babeuf (1760-1897) si penulis Manifeste des égaux yang menyatakan bumi adalah milik bersama dan karenanya orang miskin perlu memerangi orang kaya; Cloude Henri comte de Saint-Simon (1760-1825) yang prihatin terhadap kemiskinan kelas buruh dan mulai berpikir bahwa sejarah akan bergerak ke perbaikan nasib mereka. Kelak, Karl Marx mendalami argumentasi ini; Robert Owen (1771-1858) seorang pengusaha tekstil yang memelopori pembentukan koperasi buruh untuk memperbaiki kehidupan mereka; dan Piere-Joseph Proudhon (1809-1865) yang kecewa terhadap banyak orang kaya yang memperoleh kekayaannya tanpa kerja nyata. Baginya sosialisme adalah tatanan sosial yang terdiri dari para pemilik industri kecil yang dibiayai oleh bank-bank rakyat. Proudhon, dalam “Système des Contradictions économiques ou Philosophie de la Misère”, menolak gagasan Marx tentang sosialisme atau komunisme negara. Ia anggap komunisme sebagai sistem penyamarataan kemiskinan. Marx membalas kritik itu dalam buku The Poverty of Philosophy: Answer to thePhilosophy of Poverty by M. Proudhon’ (Brussels, 1847). Di buku itu ia menganggap Proudhon—yang pernah belajar filsafat di Jerman—tak memahami filsafat Jerman (Hegelianisme Kanan dan Kiri):

Tragedi Di Stasiun Petarukan


Aku sedang tertidur di bangku yang menghadap ke depan dekat kaca jendela sebelah kanan, tiba-tiba badanku tersentak ke depan dan aku terbangun dari tidur. Sebentar cahaya lampu padam kemudian menyala kembali, orang-orang mulai berisik menyebut-nyebut nama tuhan dan mempunyai dugaan masing-masing atas peristiwa yang baru terjadi. Aku sendiri menduga, Kereta Anjlok dari Rel!! Saat itu aku masih berada di dalam Gerbong 3 Kereta Bisnis Senja Utama Jurusan Jakarta-Semarang.

Cerita Singkat Saat Perjalanan : Menuju Kediaman Manisih


Manisih, Sri Suratmi, Juwono dan Rusnoto, semuanya warga Dusun Secentong, Desa Kenconeorejo, Kecamatan Tulis, Kabupaten Batang. Dituduh melakukan pencurian buah randu sebanyak 14 Kg atau seharga Rp.12.000,-. Saat ini mereka tengah menjadi pesakitan di Pengadilan Negeri Batang.

Sekilas Wajah Indonesia

Mayoritas masyarakat Indonesia adalah Petani yg tersebar di desa-desa, tapi sebagian besar tanah justeru dikuasai oleh perkebunan2 besar, perhutani dan tuan2 tanah yang semakin hari semakin memperluas kepemilikan tanahnya..pada akhirnya mempersempit akses tanah bagi petani, muncullah kemiskinan di desa. keadaan tersebut memaksa orang-orang desa menjadi TKI dan berbondong-bondong hijrah ke kota, dan berakibat meningkatnya populasi kota . tapi ternyata di kota pekerjaan formal amat terbatas, sehingga banyak tenaga produktif menjadi pengangguran, membawa dampak murahnya tenaga buruh, pemuda-pelajar-mahasiswa terancam kesulitan mencari pekerjaan karena semakin bersaing, gelandangan dan pengemis bermunculan.. bagi yang kreatif dan memilki modal minim, ada yang mencoba untuk membuka pekerjaan sendiri menjadi PKL, tapi atas nama keindahan kota mereka-pun begitu saja digusur