Selasa, 27 September 2016

Kayo, Menjadi Penduduk Indonesia


Setelah mendapatkan surat pengantar dari Ketua RT.06 yang diketahui Ketua RW.03 di tempat tinggalku, Perumahan Pandana Merdeka, keesokannya aku mendatangi Kantor Kelurahan Bringin, di Jalan Bringin Raya.

Berdasarkan UU Administrasi Kependudukan, aku harus memberitahukan kelahiran anakku paling lama 60 hari atau 2 bulan sejak kelahiran. Anakku yang kedua, Kayana Ontosoroh Afias (Kayo), lahir tanggal 27 Juli 2016, artinya masih dalam tenggat waktu pemberitahuan.

Setibanya di Kantor Kelurahan (Jumat, 9 September 2016)

"bapaknya mau ngurus apa?" tanya ibu petugas di Kelurahan yang usianya kutaksir sekitar 35-36 tahun.

"buat akta kelahiran anak saya, bu"

"anak keberapa, pak?"

"kedua"

"syarat-syaratnya sudah dibawa?"

"sudah saya siapkan. cuma apa aja yang diperlukan ya, bu?"

Ibu itu kemudian mencatat daftar persyaratannya dan memberinya padaku. di catatan itu tertulis: 1. Salinan Kartu Keluarga
2. Salinan KTP (Suami-Istri)
3. Salinan Buku Nikah
4. Salinan Akta Kelahiran anak pertama
5. Surat Pengantar RT/RW

Kuserahkan semua persyaratan itu pada petugas masing-masing 2 rangkap, kecuali salinan KTP Istriku, karena lupa kubawa. Petugas itu kemudian mengisi sebuah formulir.

"nama anaknya siapa ya, pak?" tanya si ibu petugas

"Kayana Ontosoroh Afias" kutuliskan pada sebuah kertas

"Ontosoroh itu apa, pak?”

"nama tokoh di dalam novel, bu. itu doa saya supaya anak saya rajin baca buku"

Si ibu petugas berkaca mata itu tersenyum-senyum, lalu mulai bercerita tentang anak-anaknya yang katanya juga suka membaca buku. Pada intinya, ada kesamaan antara si ibu dan aku, sama-sama prihatin dengan keberadaan gawai yang digandrungi anak-anak jaman sekarang, namun berdampak negatif. 

Formulir yang telah diisi si ibu diserahkan kepadaku disertai 1 rangkap lampiran persyaratan-persyaratan yang kuserahkan diawal. si ibu menyarankan agar ketika di Kantor Kecamatan, persyaratan dilengkapi dengan salinan KTP istri.

"ada biaya administrasi yang mesti saya bayar, bu?"

"gak usah" jawab si ibu sambil tersenyum.

Tiga hari kemudian (Selasa, 13 September 2016), sambil berangkat menuju tempat kerjaku, aku mampir ke Kantor Kecamatan Ngaliyan, di Jalan Raya Ngaliyan Nomor 234 Semarang. Aku masuk ke bagian pelayanan umum dan menyerahkan dokumen-dokumen yang kubawa dari Kelurahan Bringin. oleh petugas diberikan stempel dan mengarahkan aku ke bagian perwakilan Disdukcapil Kota Semarang yang ada di Kantor Kecamatan Ngaliyan, gedungnya paling belakang.

Jam 07.41 WIB, orang-orang berbaris antre di depan gedung yang kutuju, aku turut menyambung pada bagian buntut. ternyata gedung baru buka jam 08.00 WIB. saat pintu dibuka, semua maju memasuki gedung dan langsung berhadapan dengan petugas di pengambilan nomor antre.

"mau ngurus apa, pak?" tanya petugas saat aku hendak mengambil nomor antrean

"mau ngurus perubahan KK untuk pembuatan akta kelahiran" jawabku

"oh, sebaiknya langsung ke Disdukcapil aja, pak. tapi syaratnya harus orang tua langsung yang mengajukan. Kalo di sini cuma pembuatan KK aja, klo di sana bisa diajukan dua-duanya"

Dulu, saat mengurus pembuatan akta kelahiran anakku yang pertama, Madiba Vandana Afias, pembuatan kartu keluarga kuajukan di Kantor Kecamatan. Waktu itu KK (Kartu Keluarga) belum jadi tapi Nomor Induk Kependudukan (NIK) milik Madiba sudah terbit, nah, dengan surat keterangan dari Kantor Kecamatan (yang menyatakan NIK sudah keluar tapi KK masih proses pembuatan) aku mengajukan pembuatan Akta Kelahiran di Disdukcapil Kota Semarang. Kenapa tidak menunggu KK jadi lebih dahulu? karena kalo menunggu KK jadi, bisa saja saat itu aku terlambat mengajukan akta kelahiran di Disdukcapil atau lebih dari batas waktu yang ditentukan, yaitu 60 hari.

"berapa lama proses pembuatan KK di sini, bu?"

"sekitar 3 minggu, agak lama, karena ini lagi rame, pak"

Setelah berkonsultasi dengan petugas lainnya di gedung yang sama (petugas yang ini meminta tambahan salinan persyaratan sebanyak 1 rangkap, kemudian membagi dokumen menjadi 2 bagian, 1 untuk keperluan perubahan KK, 1 lagi untuk pembuatan akta kelahiran), aku langsung meluncur menuju Kantor Disdukcapil Kota Semarang, di Jalan Kanguru Raya Nomor 3, Gayamsari, Semarang.

Mungkin karena mengurusi administrasi penduduk se-Kota Semarang yang jumlah penduduknya mencapai 1,5 juta jiwa, Kantor Disdukcapil Kota Semarang terlihat sangat ramai. Bangku yang tersedia untuk menunggupun penuh. Di dekat pintu masuk, aku ambil nomor antrean dengan mengunakan mesin. Tak lama setelah itu dan belum sempat duduk, nomor antreanku dipanggil. Ternyata pengunjung yang banyak mengantre adalah yang mengurus KTP elektronik.

Setelah menjelaskan kedatanganku pada si mbak petugas yang berkerudung, ia lalu meminta dokumen-dokumen yang kubawa untuk diperiksanya. Sambil ia memeriksa dokumen, aku dimintanya untuk menunggu di kursi pengunjung.

Saat menunggu itu kubaca informasi pada layar LED, pembuatan akta kelahiran anak pada hari ke 61 sampai dengan usia 5 tahun bagi WNI akan dikenakan denda sebesar 50 ribu. Untuk WNA lebih besar, tapi aku lupa berapa besaran nominalnya.

Si mbak petugas memanggilku dan meminta menandatangani blanko kosong terkait akta kelahiran, kemudian mengarahkan aku untuk pergi ke kasir meminta resi. Aku ikuti arahannya. Kasir memberiku 3 rangkap resi dan memintaku untuk menandatanganinya. Ia meminta satu rangkap dan lainnya kubawa untuk diserahkan kepada si mbak petugas tadi sebanyak 1 rangkap. selebihnya aku bawa untuk ditunjukkan saat mengambil KK dan akta kelahiran ketika sudah jadi.

Di dalam resi tercatat biaya pengurusan sebesar Rp. 0,- sementara KK dan akta kelahiran dapat diambil pada hari Selasa, tanggal 20 September 2016 atau 7 hari sejak kedatanganku di Kantor Disdukcapil Kota Semarang.

***

Selasa, 20 September 2016, sekitar pukul 10.00 WIB aku mendatangi Kantor Disdukcapil Kota Semarang berbekal resi. Aku langsung menuju loket tempat pengambilan akta, namun tidak ada petugas di situ. Kepada petugas perempuan yang ada loket sebelahnya, aku menyampaikan tujuanku yaitu mengambil KK dan Akta Kelahiran sambil menunjukkan resi yang kubawa. Ia meminta resi itu dan melihatnya, kemudian ia membuka-buka tumpukan map yang ada di atas meja loket pengambilan akta. Kulihat ia menemukan selembar akta kelahiran atas nama Kayana Ontosoroh Afias. Petugas itu masih mencari-cari dokumen yang lain.

“sebentar ya, pak. KK-nya belum ada” ujar si petugas sambil masuk ke dalam sebuah ruangan.

Kemudian ia muncul bersama petugas lain yang juga perempuan tapi yang ini sudah nampak seperti ibu-ibu. Rupanya ia petugas loket pengambilan akta yang sebenarnya.

“pengajuannya tanggal 13 (maksudnya 13 September), diambil seminggu lagi ya, pak” ujar si ibu petugas.

“yang tanggal 9 (maksudnya pengajuan tanggal 9 September) juga belum jadi” lanjutnya seraya menjelaskan ada keterlambatan dalam pembuatan KK.

Ia kemudian memberi catatan pada surat resi “KK belum diambil” dan menyerahkannya kembali padaku. Resi itu akan kupakai kembali untuk mengambil KK seminggu kemudian.

***

Seminggu kemudian, tepatnya hari Selasa, tanggal 27 Juli 2016, aku datangi kembali Disdukcapil sebelum menuju ke tempat kerja. Tanpa mengambil nomor antrean aku langsung menuju loket pengambilan akta dan menyerahkan resi pada petugas yang sama pada minggu sebelumnya.

“ini pak” petugas menyerahkan KK yang sudah jadi.

“terima kasih ya, bu” jawabku.

Sebelum pergi meninggalkan Kantor Disdukcapil, kusempatkan untuk meneliti kebenaran informasi yang ada di KK. Akhirnya, dokumen yang diperlukan agar Kayo menjadi penduduk Indonesia telah lengkap, tepat diusianya yang memasuki bulan kedua.


Ayah, September 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar