Selasa, 20 Februari 2018

Ziarah Ke Madinah-Mekkah


Sabtu,  27 Januari 2018, Aku, Ibu, Teteh dan Adikku berangkat menuju Arab Saudi untuk melakukan umroh atau ziarah. Sebelumnya Ibu mempunyai keinginan  melakukan umroh bersama ketiga anaknya,  tidak lama setelah Bapak meninggal. "Ti,  mau enggak umroh berempat sama Teteh, sama Arif juga?" tanya Ibu kepadaku  via telepon.  Uti adalah nama panggilanku dalam keluarga.

Setelah melewati kesedihan karena kepergian Bapak,  Aku tak mau membuat kesedihan baru kepada Ibu dengan menolak ajakannya. "Iya,  Bu,  mau" Jawabku saat itu. Bagi Ibu dan mayoritas muslim lainnya,  umroh adalah perjalanan suci. Sampai dengan Aku mengiyakan ajakan Ibu,  tak pernah sebelumnya Aku punya keinginan untuk umroh. Tapi baiklah,  anggap saja ini akan menjadi pengalaman pertamaku pergi ke luar negeri.

Kami berangkat dengan menggunakan agen perjalanan haji dan umroh Rahma Raya yang berkantor di Serang,  Banten.  Kami termasuk dari 23 orang jemaah umroh yang akan diberangkatkan oleh Rahma Raya. Jam 10 pagi,  rombongan berangkat menggunakan Bus dari Masjid Agung Serang menuju Bandara Soekarno Hata (Soeta) dengan pendamping Bapak Hasan, pimpinan Rahma Raya.

Sekitar jam 12 siang tiba di Terminal 3 Bandara Soeta.  Lalu rombongan menunggu penerbangan pesawat ke Jeddah yang dijadwalkan jam setengah 5 sore. Proses check-In dan bagasi jemaah seluruhnya diurus pihak agen. Untuk makan siang, menu makanan cepat saji dibagikan Pak Hasan ke setiap jemaah. Di Bandara,  banyak sekali jemaah umroh yang juga akan diberangkatkan dari agen lain.

Sekitar jam 3 sore,  urusan check-in dan bagasi telah beres,  lalu rombongan masuk ke dalam ruang tunggu. Jam  setengah 5 sore rombongan masuk ke pesawat Garuda Airline, lalu lepas landas sekitar jam 5. Penerbangan langsung ini ditempuh dengan waktu sekitar 9 jam. Ini mengalahkan penerbangan terpanjangku sebelumnya, yaitu penerbangan dari Jakarta ke Papua, yang hanya sekitar 5 jam.


Petugas Imigrasi Jeddah Yang Menyebalkan

Pesawat mendarat dengan mulus di Bandara King Abdul Aziz, Jeddah, sekitar jam setengah 11 waktu setempat atau jam setengah 3 pagi waktu Jakarta. Kupikir Aku akan terkesan dengan bangunan Bandara ini,  ternyata keliru,  bangunannya biasa saja, terkesan seadanya.

Penumpang lalu diarahkan menuju petugas imigrasi. Berpakaian serba hijau dan menggunakan baret hijau pula,  sepintas penampilannya mirip tentara, tapi mereka petugas imigrasi. Sepenglihatanku,  semuanya laki-laki.  Terdapat beberapa bilik petugas,  di mana para penumpang diminta berbaris 1 barisan ke belakang dekat bilik.

Petugas menggunakan bahasa arab,  bukan inggris sebagai bahasa internasional. Jadi Aku (merasa) mengerti maksud petugas hanya dari bahasa tubuhnya. Aku berada paling depan barisan. Lalu Aku merasa dimintanya maju mendekat ke bilik,  maka majulah Aku. Setelah itu,  petugas tadi keluar dari bilik dan malah asik berbincang dengan orang berpakaian gamis dan sorban di kepala. "Tadi Aku emang disuruh mendekat atau enggak ya? Kok dicuekin gini" batinku. Aku mencoba sabar.

Lalu setelah petugas tadi masuk kembali ke bilik,  Aku langsung sodorkan Paspor dan Visaku,  Ia menerimanya sambil berbincang dengan petugas lain di bilik sebelah,  sambil ketawa haha-hihi. "eh,  ini gimana sih petugas?" tanyaku dalam batin. Karena Aku tak faham apa yang mereka bicarakan,  Aku mencoba terus bersabar sambil mencermati gerak-geriknya.  

Petugas itu kemudian seperti memintaku untuk berdiri di depan kamera DSLR yang terpasang di pinggir bilik. Aku bergeser dan berdiri di depan Kamera. Petugas tetap sambil berbincang dengan petugas lain, lalu memencet tombol kamera,  jepret!.  Ia tidak langsung melihat hasil jepretannya,  tapi melanjutkan obrolan yang nampak seru. Setelah dia melihat hasil jepretan kamera,  lalu dengan bahasa tubuhnya,  Ia memintaku untuk mundur  ke belakang dan akan difoto kembali.  "Kayaknya foto yang tadi terlalu deket" batinku mengira. Singkat kata,  sambil terus berbincang,  si petugas akhirnya memberi stempel pada pasporku.

Saat mau keluar dari bagian imigrasi,  ada 2 petugas laki-laki yang mengecek paspor kembali. Paspor kusodorkan,  si petugas menerimanya sambil mengetik pesan WhatsApp di gawainya. Kupikir Ia mengetik terkait pekerjaan,  tapi kulihat Ia mengetik jenis emoticon dan lambang cinta. "Wah,  gak bener nih petugas" tuduhku. Petugas tadi sepertinya hanya mengecek apakah pasporku sudah di stempel atau belum,  lalu diserahkan kembali.

Adikku yang juga baru selesai pemeriksaan imigrasi di bilik lain,  ternyata mengeluhkan hal yang sama. Pelayanan petugas imigrasi yang buruk.


Ganti Kartu Perdana Internet

Di Bandara King Abdul Aziz, Jeddah,  Aku mengecek telepon genggam dan mencoba menggunakan internet dengan kartu telkomselku. Ternyata tidak bisa, meskipun kuota internet masih ada.

Ternyata kebutuhan internet ini sudah jadi segmen pasar di Bandara. Banyak orang menawarkan kartu paket internet. Salah satunya ada seorang Ibu yang berbahasa indonesia,  dari perawakannya Ibu itu memang orang Indonesia,  Dia menawarkan kartu internet dengan harga 200 ribu dengan kuota internet sebanyak 3 GB. Lalu beberapa pemuda arab juga menawarkan kartu yang sama dengan harga yang lebih murah, yaitu 40 riyal atau sekitar 150 ribu. Kuota internet berlaku untuk satu bulan. Aku lalu membeli kartu internet dari pemuda arab itu. Kartu provider Mobily. Belakangan kuketahui ada juga provider lain yaitu STC.


Menuju ke Madinah

Rombongan kemudian menumpaki Bus untuk menuju Madinah. Berdasarkan jadwal dari agen perjalanan umroh,  memang tujuan pertama adalah ke Madinah untuk mengunjungi beberapa tempat, salah satunya Masjid Nabawie.

Setir mobil dan jalur jalan di Arab Saudi berbeda dengan di Indonesia.  Jika di Indonesia setir mobil berada di sisi kanan dan menggunakan sisi jalur jalan kiri,  di sini sebaliknya, setir sebelah kiri dan jalur jalan yang digunakan sisi kanan.

Sekitar jam setengah 12 malam waktu setempat,  Bus mulai meluncur. Dalam perjalanan ini,  Kami dibantu oleh pendamping lokal,  tetapi sebenarnya orang Madura,  namanya Fathurahman. Di dalam Bus,  Ustad Fathur meminpin do'a lalu menjelaskan sekilas mengenai umroh dan tujuan perjalanan ke Madinah. Tapi Ia tidak menjelaskan panjang lebar,  lantaran Ia mengerti para jemaah sudah nampak lelah.

Karena kondisi masih gelap,  jadi tak ada pemandangan yang bisa dilihat,  kecuali lampu jalan dan kendaraan yang lewat. Aku memilih tidur di dalam Bus. Di tengah perjalanan,  Bus berhenti di sebuah masjid untuk memberi kesempatan penumpang buang air kecil. Aku keluar bus dan ke kamar mandi sambil merasakan cuaca yang dingin sekali,  Aku lihat gawai yang menunjukan suhu udara sebesar 20 derajat celsius.

Sekitar jam setengah 5 pagi,  Kami tiba di sebuah hotel di Madinah,  yang lokasinya berdekatan dengan Masjid Nabawie,  Hotel Al Salihiyah, hotel dengan 13 lantai. Di hotel itulah rombongan akan mondok selama 2 malam. Rombongan kami mendapatkan kamar di lantai 2. Aku satu kamar bersama Adik,  Pak Hasan dan Ustad Fathur.

Setelah menaruh barang di kamar,  Aku bersama Adik dan Pak Hasan bergegas ke Masjid Nabawie untuk mendirikan Shalat Subuh. Sekitar 50 meter berjalan kaki,  kami sampai di halaman masjid, yang terdapat banyak payung raksaksa yang bisa dililat. Model payung ini ditiru oleh Masjid Agung Jawa Tengah. Karena begitu banyaknya jemaah,  alas kaki perlu kami bawa ke dalam masjid dan ditaruh di rak alas kaki yang disediakan di bawah beberapa tiang masjid. Di setiap tiang juga tersedia tumpukan Kitab Alquran. Tersedia juga di beberapa tempat air zam-zam.

Usai Shalat Subuh,  setelah berdoa sebentar, Aku bergegas balik ke hotel.  Saat baru berdiri,  tiba-tiba orang-orang serentak mendirikan shalat lagi dipimpin imam masjid. "Eh,  shalat apa ini?" tanyaku dalam batin. Karena aku terpisah dengan Adik dan Pak Hasan,  Aku tak menemukan jawaban dan terus keluar masjid tanpa menyertai shalat.  Belakangan, kata Pak Hasan,  itu shalat jenazah. Setiap selesai shalat fardhu, di Masjid Nabawie dilaksanakan shalat jezanah.

Sarapan telah disediakan di hotel di salah satu lantai.  Semua jemaah umroh indonesia dari berbagai agen yang ada di hotel Al Salihiyah,  ternyata sarapan di tempat yang sama, jadi mesti mengantre untuk memgambil makanan yang disediakan secara prasmanan. Nasi dengan lauk telor ceplok, ditambah sambel dan kerupuk,  serta roti selai sebagai menu sarapan. Untuk minum tersedia teh hangat,  air putih dan jus jeruk. Selanjutnya untuk makan siang dan makan malam juga disediakan di tempat yang sama. Hanya perlu mengatur waktu makan agar tidak mengantre dengan banyak jemaah umroh lainnya.


Pedagang Arab di Sekitar Hotel

Jadi,  di sekitar Masjid Nabawie,  berdiri banyak sekali hotel,  yang tentu saja berisi banyak jemaah umroh atau haji. Hampir setiap hari penuh. Nah,  di lantai dasar hotel tersedia ruko-ruko yang menjajakan barang-barang seperti alat perlengkapan shalat,  parfum,  kurma,  cendramata dll. 

Konon,  jemaah umroh atau haji dari indonesia yang paling gemar belanja,  maka tak heran kalau banyak pedagang yang orang arab, bisa berbahasa Indonesia. Barangkali karena konsumennya banyak orang Indonesia,  pedagang itu mempelajari bahasa pelanggannya sebagai taktik pemasaran. Pelanggan Indonesia pun akhirnya tak perlu susah payah menggunakan bahasa arab atau inggris saat berbelanja,  cukup bertanya "ini berapa harganya?", para pedagang itu sudah mengerti. Lalu biasanya pedagang akan memuji-muji orang indonesia, seperti "(orang) Indonesia,  berakhlak" ujar mereka dengan intonasi arab.

Aku beli kopiah dengan harga 2 riyal atau seharga 7.600 rupiah (dengan hitungan 1 riyal = 3.800 rupiah), di kopiah itu tertera tanda "made in china". Banyak produk yang dijual merupakan buatan china, meski ada juga buatan turki untuk sajadah atau perlengkapan alat shalat lainnya. Pedagang arab akan bilang "halal" kalau transaksi antara pedagang dan pembeli telah bersepakat soal harga.


Perbanyak Shalat dan Berdo'a

Selayaknya jemaah umroh lainnya,  Aku pun turut rajin melaksanakan shalat fardhu lima waktu setiap harinya,  bahkan shalat sunah sebelum dan sesudah shalat fardhu pun kukerjakan. Keseharianku saat umroh dengan di Indonesia sangat berbanding terbalik. Istriku,  Afidah,  melalui pesan yang dikirim bilang "anggap saja do'a itu semacam sugesti,  jadi berdo'lah yang baik-baik". Jadi banyak berdo'alah Aku. Berdo'a untuk Ibu, Anak dan Istri, Mertua,  Saudara,  Sahabat dan Kawan-Kawan, serta berdo'a untuk orang-orang yang telah meninggal seperti Bapak dan Bapak Mertuaku,  juga Muhammad sebagai teladan dan pembawa ajaran Islam.

Sekitar jam 10 siang di hari pertama,  Pak Hasan dan Ustad Fathur mengantar kami untuk mengunjungi raudah dan baqi. Raudah merupakan tempat yang berada antara mimbar dengan rumah Muhammad. Konon Muhammad pernah berkata,  di antara rumah dan tempat Muhammad berdiri (mimbar), terdapat taman surga, dalam bahasa arabnya, tempat itu bernama raudah. Nah,  raudah saat ini berada di bagian depan Masjid Nabawie,  ditandai dengan karpet hijau.  Banyak jemaah yang berkeinginan shalat di raudah itu,  salah satunya Adikku,  yang pagi-pagi sekali sudah menghilang dari kamar,  hanya untuk bisa mendirikan shalat di raudah.

Karena terdapat jadwal khusus bagi perempuan, yaitu ba'da Subuh dan Isya,  maka saat itu hanya lelaki saja yang bisa mengunjungi raudah, dengan cara masuk dari sisi kanan bagian depan masjid dan keluar dari sisi kirinya.  Aku bersama rombongan lelaki masuk,  Aku tidak melihat raudahnya saat itu,  tapi justru melihat ruang jenazah, yang di dalamnya ada beberapa mayat yang ditutupi kain hijau. Sejak itu Aku jadi mengerti kenapa selalu ada shalat jenazah ba'da shalat fardhu. Karena setiap harinya selalu ada orang meninggal dan di shalatkan.

Selain melihat ruang jenazah,  Aku juga melihat 3 ruangan tertutup,  yang konon dulunya merupakan rumah Muhammad dan kedua sahabatnya, Abu Bakar dan Umar. Setelah keluar dari dalam masjid dan berkumpul kembali dengan rombongan perempuan,  Ustad Fathur mengajak rombongan menuju Baqi.  Baqi adalah makam sabahat-sahabat Muhammad,  salah satunya Usman. Konon, Allah akan mengangkat orang-orang yang dikubur di Baqi untuk petama kali di hari perhitungan atau yaumul hisab. Di depan baqi, Ustad Fathur memimpin pelantunan do'a.

Keesokan harinya,  Senin,  29 Januari 2018, Aku dan rombongan pergi dengan bus untuk berziarah ke Masjid Quba dan Jabal Uhud. Konon,  Masjid Quba merupakan masjid pertama yang dibangun Muhammad beserta para sahabat saat berhijrah dari Mekkah ke Madinah, sementara Jabal Uhud merupakan tempat peperangan Muhammad dan para sahabat melawan kaum quraish. Selain ke kedua tempat itu,  Kami juga mengunjungi kebun kurma, yang menurutku sedikit sekali pohon kurmanya,  tapi di situ diperdagangkan banyak kurma,  dimana kita boleh mencicipi sepuasnya di tempat. Aku mengambil segenggam kurma untuk bekal melihat pohon-pohon kurma yang ada di sekeliling. Lalu kami kembali ke hotel sebelum waktu dhuhur.

Sore harinya atau ba'da shalat ashar,  Kami mengunjungi museum Asmaul Husna, yang lokasinya berada di sebelah kanan Masjid Nabawie. Sungguh Aku malas menceritakannya, karena sama sekali tak menarik.

Selasa,  30 Januari 2018, Aku dan rombongan bersiap untuk melakukan rukun umroh,  yaitu berniat,  Tawaf, Sa'i dan Tahallul. Kami disarankan untuk mandi umroh dulu di hotel dan mengenakan kain ihrom bagi laki-laki,  kemudian makan siang sebelum dhuhur dan berangkat menuju Mekkah dengan mampir terlebih dahulu di Masjid Bar Ali untuk melakukan shalat sunat dan membaca niat umroh.

Kami berangkat dari Madinah sekitar jam setengah 3 sore dan tiba di Mekkah sekitar jam setengah 9 malam. Persinggahan kami di Mekkah adalah Villa Hilton,  yang gedungnya berada dekat dengan halaman Masjidil Haram,  tempat keberadaan Ka'bah. Gedung Villa Hilton bersebelahan dengan Tower Zam-zam,  gedung yang di atasnya terdapat jam analog sangat besar,  dan merupakan gedung tertinggi di Arab Saudi.

Villa Hilton terdiri dari 27 lantai,  dan rombongan kami menempati Villa di lantai 6 di Tower 6. Aku tak tahu ada berapa tower di Villa Hilton. Setelah berkemas di kamar dan makan malam,  rombongan menuju ke dalam Masjidil Haram untuk menjalankan Tawaf, Sa'i dan Tahallul. Tawaf berupa mengelilingi Ka'bah sebanyak 7 kali dengan diiringi lantunan do'a.

Agar rombongan tetap menyatu di tengah keramaian jemaah,  kami membentuk formasi di mana jemaah lelaki berada di sisi luar melingkari jemaah perempuan yang berada di dalam lingkaran. Ustad Fathur yang memimpin do'a berada di posisi paling depan. Ketika melakukan tawaf,  bahu sebelah kanan terbuka dari kain ihrom,  lalu jemaah berkeliling dengan kebalikan arah jarum jam.

Usai berkeliling 7 putaran,  rombongan menepi dan melakukan Shalat Sunat Tawaf,  lalu pergi menuju tempat Sa'i. Sa'i berupa berkeliling dari bukti Safa ke bukit Marwa,  juga sebanyak 7 kali.  Tempai Sa'i juga masih berada di areal Masjidil Haram, yang berupa lorong terdiri dari 2 sisi. Sisa Bukit Safa masih nampak terlihat berupa bebatuan yang dipagari,  sementara bukit Marwa sudah tidak terlihat. Jarak tempuh Sa'i lebih jauh daripada tawaf,  atau menurutku lebih melelahkan.

Konon Sa'i merupakan napak tilas dari sejarah Hajar,  Istri Ibrahim atau Ibunda Ismail, yang berputar-putar dari bukit Safa ke Marwa untuk mencari air, karena perbekalannya telah habis. Saat itu Hajar putus asa karena tak menemukan Air.  Air justru muncul dari tanah yang dikorek-korek oleh kaki ismail kecil, dan itulah awal mula air zam-zam.

Lalu rombongan melakukan Tahallul setelah usai Sa'i. Tahallul merupakan rukun terakhir atau pamungkas dari umroh. Berupa memotong 3 helai rambut. Ustad Fathur memotong rambut jemaah lelaki,  untuk jemaah perempuan, saat itu aku tidak memperhatikan siapa yang memotong. Setelah semua rukun selesai dilakukan,  Aku pun pulang untuk beriatirahat. Adikku memilih tetap berada di Masjid, karena dia ingin mendekat ke Hajar Aswad yang ada di bagian Ka'bah, yang memang tidak dilakukan saat Tawaf.

Ket: Adik, Teteh, Ibu dan Aku di sekitar Ka'bah Masjidil Haram setelah melakukan umroh yang kedua

Ziarah Kota Mekkah

Setelah beristirahat seharian (maksudnya tidak ada agenda yang dijadwalkan oleh agen perjalanan,  tapi kegiatan berbelanja tetap jalan,  haha. Hari itu Aku pergi ke Pasar Jafariah untuk membeli oleh-oleh), keesokan harinya, Kamis,  1 Februari 2018, dijadwalkan untuk melakukan ziarah di beberapa tempat di Kota Mekkah.

Sekitar jam 8 pagi,  rombongan dengan menggunakan Bus bergerak menuju Jabal Rahmah,  sebuah bukit yang konon merupakan tempat bertemunya Adam dan Hawa. Tidak lama setelah meninggalkan area Masjidil Haram,  dalam Bus Ustad Fathur menunjukkan sebuah bukit bernama Jabal Tsur. Dari dalam bus,  terlihat banyak orang mendaki bukit itu. Dalam sejarahnya, di Jabal Tsur terdapat sebuah goa,  yang dulunya tempat berlindung Muhammad dan Abu Bakar dari kejaran Kaum Quraish saat melakukan hijrah ke Madinah.

Kami tiba di Jabal Rahmah satu jam kemudian. Jabal Rahmah berada di wilayah Arafah. Aku mendaki bukit itu bersama adikku dan mencapai puncak di mana terdapat sebuah tugu. Di puncak itu,  banyak orang memanjatkan doa, khususnya pengharapan soal jodoh. Di puncak itu juga banyak orang berjualan cendramata. Di sekitar Jabal Rahmah ini, kami disarankan untuk mengambil wudhu,  sebelum melakukan niat umroh yang kedua di Masjid Ja'ronah. Umroh kedua ini bersifat sunnah. Kenapa wudhu di situ?  Secara teknis,  mengambil wudhu saat di Masjid Ja'ronah akan memakan waktu yang lama karena kepadatan jemaah umroh,  sehingga akan praktis jika mengambil wudhu di sekitar Jabal Rahmah terlebih dahulu.

Dari Jabal Rahmah kami bergerak menuju Masjid Ja'ronah. Dalam perjalanan,  kami melewati wilayah Arafah tempat dilakukannya wukuf saat musim berhaji.  Kami juga melewati Musdzalifah, tempat pergerakan orang haji setelah melakukan wukuf di Arafah.  Lalu melewati juga Mina, tempat orang berhaji melakukan pelemparan jumroh. Ustad Fathur membantu menjelaskan tempat-tempat tersebut kepada rombongan.

Setelah singgah di Masjid Ja'ronah untuk mengenakan kain ihrom dan membaca niat umroh,  kami bergerak menuju Masjidil Haram untuk shalat dhuhur kemudian melakukan Tawaf,  Sa'i dan Tahallul kedua. Tawaf yang kedua ini,  karena dilakukan siang hari,  membuat tubuh cukup berkeringat. Sejak tiba di Madinah, Aku jarang berkeringat lantaran cuaca yang dingin.

Sejak Kamis malam,  Masjidil Haram semakin ramai dan penuh. Kabarnya karena Kamis malam dan Jumat merupakan akhir pekan orang-orang Arab. Sehingga banyak warga Mekkah memanfaatkan waktu untuk ke Masjidil Haram. Selain itu juga karena jemaah umroh semain bertambah. Jika ingin melakukan shalat fardhu di dalam masjid,  maka mesti berangkat sebelum atau sesaat setelah adzan, agar kebagian tempat. Jika tidak,  kita hanya bisa mengikuti shalat berjamaah dari halaman masjid.


Sedekah Pedagang Makanan

Ketika suara adzan berkumandang dari Masjid,  semua kedai pedagang tutup dan mereka melaksanakan shalat. Usai shalat, beberapa pedagang makanan di sekitar hotelku biasanya membagi-bagikan makanan kepada kaum miskin. Ini semacam sedekah yang dilakkan oleh pedagang.

Saat tiba pembagian makanan,  akan terlihat orang berbaris di depan kedai mengantre jatah pemberian. Lucunya,  jemaah umroh dari Indonesia juga biasanya dapat jatah pembagian makanan itu.  Beberapa jemaah dari rombonganku bercerita bahwa mereka mendapat pembagian makanan. Salah satunya Tetehku. Lumayan,  makan gratis.


Hari Terakhir di Tanah Arab

Sabtu,  3 Februari 2018, Kami mengemasi barang-barang dan bersiap untuk kembali ke Indonesia.  Kami diminta untuk meletakkan koper di depan kamar hotel setelah dhuhur.  Tapi sebelum itu, pagi harinya Kami melalukan Tawaf sekali lagi di Ka'bah, tanpa melakukan Sa'i dan Tahallul.

Usai shalat ashar dan semua koper telah dibawa ke bus,  sekitar jam setengah 5 sore, Bus bergerak menuju Jeddah. Jadwal penerbangan pulang,  Minggu,  4 Februari 2018, sekitar jam 5 pagi dengan menggunakan maskapai Etihad Airline.

Tiba di Jeddah,  Kami tidak langsung menuju Bandara King Abdul Aziz,  tapi mampir dulu ke Masjid Qishas, yang terletak di pinggiran danau buatan.  Masjid ini merupakan tempat dilakukannya eksekusi bagi terpidana,  seperti hukuman mati dengan cara penggal kepala.

Perkara yang sering terjadi,  kata Ustad Fathur,  adalah kasus narkoba dan pembunuhan. Sebelum dieksekusi,  para terpidana sebelumnya diadili dulu di Pengadilan yang letaknya sebelah kiri atau selatan Masjid. Lalu saat akan pelaksanaan eksekusi, ada semacam pemberitahuan kepada publik, yang kemudian bisa menyaksikan eksekusi. Tapi menurut orang Indonesia yang kutemui sesaat setelah makan bakso Mang Oedin, di mana ia telah tinggal di Jeddah selama 17 tahun,  eksekusi sudah tidak lagi terbuka untuk publik sejak tahun 2013 lalu.

Usai shalat magrib,  kami menuju sebuah pasar di mana di situ ada sebuah warung bakso Mang Oedin, warung yang dimiliki orang Indonesia. Aku, Teteh dan Ibu masing-masing pesan 1 porsi,  sedangkan adikku pesan 1 porsi mie ayam, ditambah 2 gelas es campur.  Rasa baksonya sebetulnya biasa aja,  lebih enak Bakso Wonogiri atau Bakso Sony di Lampung. Semua yang kami pesan menghabiskan 95 riyal atau sekitar 350 ribu.

Kemudian kami meluncur ke Bandara King Abdul Aziz. Kami tiba sekitar jam setengah 11 malam dan harus menunggu penerbangan yang dijadwalkan jam 6 pagi.  Sekitar jam 2 pagi,  proses check-in selesai dan kami masuk ke bagian imigrasi dan ruang tunggu. Di ruang tunggu Bandara, Aku dan sebagian besar jemaah tak mendapatkan kursi.  Lalu kami duduk di lantai dan menikmati menu makan malam nasi kotak yang sudah disediakan oleh agen.

Singkat kata,  Kami naik ke Pesawat Etihad dan lepas landas sekitar jam 6 pagi. Setelah menempuh 2 jam perjalanan,  pesawat tiba di Bandara Abu Dhabi untuk melakukan transit.  Sekitar sejam menunggu, lalu kami terbang dengan maskapai Etihad kembali langsung ke Jakarta. Kami mendarat di Bandara Soekarno Hata dengan selamat saat hari sudah malam. Alhamdulillah, perjalanan ziarah ke tanah arab berjalan lancar.


Asep Mufti
Januari-Februari 2018
(Catatan ini mulai ditulis saat berada di Madinah di sela-sela waktu istirahat)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar