Kamis, 25 April 2013

Hari Kartini di Rumah Buku

Di bulan Oktober
Daun-daun tembakau dipanen
Dipilah diiris
Ditata diharap
Sambil mengenang kepergian para isteri
dan anak perempuan yang belum pulang

Ini Oktoberke-2
Ini Oktober ke-5
Ini Oktober ke-10
Para perempuan bermigrasi
ke Jepang
ke Arab
ke Taiwan
ke Korea
ke Singapur
ke Malaysia

Berharap dapat uang
untuk sepetak tanah
tanam tembakau

Itu pun jika harga pupuk tak terus memuncak
Kalau keuntungan tak terus mengucur ke gudang-gudang pabrik rokok
dan saku-saku para tengkulak

Ah jika harga pupuk tak terus memuncak
Harga daun sehijau hidup
Tak payah cari nafkah di negara kaya
Sambil dihujat: “Perempuan Jalang!”

Siapa pula punya suami yang hatinya mengerti
Harga nyawa dan darah
Harga keringat dan airmata
di negara tuan-tuan pongah – pemerkosa?

Sementara raja-raja nusantara turut terus menghisap
membiarkan para agen tenaga kerja seperti laba-laba
tak juga sudi membela perempuan migran!

Oktober kali ini
Seperti Oktober di tahun lain
Negara dan lelaki
terus menghisap lintingan tembakau
yang pada daun-daunnya
Perempuan migran berharap
Suatu hari memanen dari kebunnya sendiri


Buku kumpulan Puisi Dewi Nova
Puisi berjudul Bisik Daun Tembakau karya Dewi Nova tersebut dibacakan oleh Afidah di hadapan 20 orang lebih sebagai pembuka acara Pertunjukan Karya Perempuan dalam Literasi dan Film yang diselenggarakan oleh Perpustakaan Rumah Buku.

Pertunjukan Karya Perempuan dalam Literasi dan Film merupakan sebuah judul dari rangkaian kegiatan Perpustakaan Rumah Buku yang diselenggarakan dalam rangka memperingati Hari Kartini (21 April) dan menyambut Hari Buruh Internasional/mayday (1 Mei) serta Hari Pendidikan Nasional (2 Mei).

Malikhah, Mahasiswi IAIN pada malam itu bertindak sebagai pembaca acara. Usai membaca puisi, Afidah -Si Pemilik sekaligus Pengelola Perpustakaan Rumah Buku- memberi sedikit penjelasan mengapa ia memilih puisi Bisik Daun Tembakau untuk dibacakan. Katanya,selain sebagai penggemar Teh Nova (panggilan Dewi Nova), ia juga merasa ‘ada’ di dalam puisi tersebut karena dirinya-pun pernah bergelut dengan perjuangan perempuan-perempuan di Kampung Waking, Kabupaten Kendal.

Setelah itu, di dalam ruangan yang dihiasi oleh beragam buku karya perempuan yang bergelantung di seutas tali nilon dan yang tertata di atas kursi bertutupkan kain batik,  Afidah kembali membacakan puisi karya Dewi Nova berjudul ‘Lelaki Bersenjata Itu Kekasihku’ dan ‘Tutur Inong Aceh’.

Buku-buku tentang perempuan koleksi Rumah Buku
Untuk membuat acara semakin meriah, dengan memainkan gitar aku menembangkan sebuah lagu yang liriknya diambil dari kutipan sajak Wiji Thukul :

Apa guna punya ilmu tinggi,
kalau hanya untuk mengibuli
Apa guna banyak baca buku,
kalau mulut kau bungkam melulu
Dimana-mana Rakyat di paksa menjual tanah,
tapi..tapi..tapi dengan harga murah
Di kota-kota buruh dipaksa bekerja keras,
tapi..tapi..tapi dengan upah rendah

Ajir, Mahasiswa Magister Ilmu Sejarah Universitas Diponegoro asal Aceh yang hadir pada malam itu juga tak luput memeriahkan acara dengan menyumbangkan sebuah tembang ‘Kupu-Kupu Kertas’ karya Ebiet G Ade. Kemudian Lulup, seorang Mahasiswi IAIN mencoba membacakan 2 puisi karya Dewi Nova berjudul ‘Di Bandungan Perempuan Berumur Pendek’ dan ‘Kisah Tubuh’.

Afidah memantik diskusi
Usai puisi-puisi dibacakan dan lagu-lagu ditembangkan, kini giliran Afidah bertindak sebagai pemantik diskusi mengenai Kartini. Ia memulainya dengan mengutip sebuah surat Kartini, kemudian memberi banyak keterangan seputar Kartini dan surat-surat-nya, setidaknya ada 2 sumber refrensi yang digunakan oleh Afidah : Pertama, buku ‘Habis Gelap Terbitlah Terang’, sebuah buku yang berisi kumpulan surat Kartini kepada teman-temannya. Kedua, buku ‘Panggil Saja Aku Kartini’, buku karya Pramoedya Ananta Toer yang berisi tentang biografi Kartini.

Dari kedua buku tersebut, Afidah menceritakan tentang bagaimana kondisi Kartini saat itu, kepada siapa Kartini mengirim surat, kegelisahan dan impian-impian Kartini, rasa Hormat Kartini kepada Ayahnya RM Ario Sosrodiningrat, dan lainnya.

Hadirin pada malam itu merespon apa yang diceritakan oleh Afidah secara beragam, hingga suasana diskusi mulai terasa. Aku sendiri yang sejujurnya sedikit sekali membaca tentang Kartini memberi pendapat bahwa hingga saat ini masih banyak yang memandang Kartini sebagai sosok simbol peranan perempuan dalam rumah tangga atau domestifikasi. Hal ini juga di dirasakan oleh Lulup.

Hanik, seorang Mahasisiwi IAIN yang juga aktifis PMII dan Ketua LPSAP (Lembaga Pengembangan Studi dan Advokasi Perempuan), memiliki harapan agar acara yang dilakukan dapat memberikan informasi lebih luas tentang Kartini dan dapat memberi semangat.

Seorang Mahasiswa yang tidak menyebutkan nama, memberi pendapat bahwa apa yang dilakukan Kartini disebabkan karena dia tertekan dan ia pun bertanya apakah memang sosok perempuan itu baru bergerak apabila sudah dalam keadaan tertekan? Sontak, pertanyaan Mahasiswa tadi menciptakan gairahku untuk meresponnya.

“Kukira, tidak hanya perempuan saja yang bergerak ketika sudah tertekan, lelaki-pun demikian. Itu bukan soal sikap Perempuan atau lelaki tapi kecenderungan sikap manusia dalam menghadapi persoalan”  pikirku. Namun keinginan itu kutahan untuk memberi kesempatan pada yang lain untuk memberi tanggapan.

Ajir angkat bicara, Ia memberi tanggapan dan menciptakan pertanyaan yang sama menggelitiknya, emansipasi seperti apa sebetulnya yang diinginkan oleh Kartini atau kaum perempuan? Apa keuntungan bagi laki-laki dalam perjuangan itu?

Tanpa disadari diskusi mulai memanas, tanggapan-pun mengalir mulai dari Lulup yang kemudian memunculkan wacana feminisme. Yaya, aktifis KJHAM turut memberikan pedapatnya. Tak ketinggalan Indri, aktifis perempuan HMI yang dengan santun memberikan tanggapan tentang Kartini dalam pandangannya dan dalam tulisan Armin Pane yang dibacanya. Aku yang lelaki menjawab pertanyaan Ajir seputar keuntungan lelaki ketika terlibat dalam perjuangan perempuan. Afidah kembali memberikan tanggapan-tanggapannya yang sekaligus menjadi penutup diskusi.

Oleh karena malam sudah mulai menua, rencana pemutaran film RA Kartini -yang cuplikan-cuplikannya telah di putar sebelum acara dimulai- akhirnya dibatalkan. Sebagai penggantinya Kami memutar Trailer film ‘Di Balik Frekuensi’, sebuah film karya Ucu Agustin yang rencananya akan Kami (Perpustakaan Rumah Buku) putar sebanyak dua kali.

Pemutaran pertama akan dilaksanakan pada Minggu 28 April 2013 jam satu siang, di sebuah Kantor Serikat Buruh di daerah Tlogosari Semarang. Pemutaran kedua pada Selasa 30 April 2013 jam tujuh malam di Rumah Buku. 

Terimakasih kepada kawan-kawan yang hadir pada malam itu namun tidak disebut dalam catatan ini, namun percayalah bahwa kehadiran kawan-kawan sangat berarti dan memberi kesan. Terima kasih pula pada pendatang setia Perpustakaan Rumah Buku Hasan Fuady yang telah menghias ruangan dengan buku bergelantungan.


Salam Hangat!
-Asep & Afidah, Semarang, 25 April 2013-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar