Jumat, 05 April 2013

Kumpulan Sajak Wiji II

SEORANG BURUH MASUK TOKO

Masuk toko
yang pertama kurasa adalah cahaya
yang terang benderang
tak seperti jalan-jalan sempit
di kampungku yang gelap

sorot mata para penjaga
dan lampu-lampu yang mengitariku
seperti sengaja hendak menunjukkan
dari mana asalku

aku melihat kakiku - jari-jarinya bergerak
aku melihat sandal jepitku
aku menoleh ke kiri ke kanan - bau-bau harum
aku menatap betis-betis dan sepatu
bulu tubuhku berdiri merasakan desir
kipas angin
yang berputar-putar halus lembut
badanku makin mingkup
aku melihat barang-barang yang dipajang
aku menghitung-hitung
aku menghitung upahku
aku menghitung harga tenagaku
yang menggerakkan mesin-mesin di pabrik
aku melihat harga-harga kebutuhan
di etalase
aku melihat bayanganku
makin letih
dan terus diisap

10 september 1991
----------------------


BUKAN KATA BARU

Ada kata baru Kapitalis, baru? Ah tidak, tidak
sudah lama kita dihisap
bukan kata baru, bukan
kita dibayar murah
sudah lama, sudah lama
sudah lama kita saksikan
buruh mogok dia telpon kodim, pangdam
datang senjata sebataliyon
kita dibungkam
tapi tidak, tidak
dia belum hilang kapitalis
dia terus makan

tetes ya tetes tetes keringat kita
dia terus makan
sekarang rasakan kembali jantung
yang gelisah memukul-mukul marah
karena darah dan otak jalan
kapitalis
dia hidup
bahkan berhadap-hadapan
kau aku buruh mereka kapitalis
sama-sama hidup
bertarung
ya, bertarung

sama-sama?
tidak, tidak bisa
kita tidak bisa bersama-sama
sudah lama ya sejak mula
kau aku tahu
berapa harga lengan dan otot kau aku
kau tahu berapa upahmu
kau tahu
jika mesin-mesin berhenti
kau tahu berapa harga tenagamu

Mogoklah!
maka kau akan melihat
dunia mereka
jembatan ke dunia baru
dunia baru ya dunia baru.

tebet 9/5/1992
------------------


 
BURON

Baju lain
celana lain
potongan rambut lain
buku yang dibaca lain
bahan percakapan lain
nama lain
identitas lain
ekspresi lain
menjadi diri sendiri
adalah tindakan subversi di negeri ini
maka selalu siaga

Polisi, tentara, hukum dan penjara
bagi siapa saja yang menolak menjadi orang lain

 

- 20 September 1996-
--------------------------


 
BUKAN DI MULUT POLITIKUS
BUKAN DI MEJA SPSI

Berlima dari Solo berkereta api kelas ekonomi murah
tak dapat kursi melengkung tidur di kolong
pas tepat di kepala kami bokong-bokong
kiri kanan telapak kaki tas sandal sepatu 
tak apa di pertemuan ketemu lagi kawan
dari krawang-bandung-jakarta-jogja-tangerang
buruh pabrik plastik, tekstil, kertas dan macam-macam
datang dengan satu soal 
dari jakarta pulang tengah malam dapat bis rongsok
pulang letih tak apa diri telah ditimpa
sepanjang jalan hujan kami jongkok 
tempat duduk nempel jendela
bocor
bocor 
sepanjang jalan tangan terus mengelapi
agar pakeyan tak basah
dingin 
dingin 
tapi tak apa, diri telah ditempa
kepala dan dada masih penuh nyanyi panas
hari depan buruh di tangan kami sendiri
bukan di mulut politikus
bukan di meja SPSI 

Solo 14 Mei 1992
------------------ 
 
 
E D A N

Sudah dengar cerita Mursilah?
edan!
dia dituduh maling
karena mengumpulkan serpihan kain
dia sambung-sambung jadi mukena
untuk sembahyang
padahal mukena tak dibawa pulang
padahal mukena dia taroh
di tempat kerja
edan!
sudah diperas
dituduh maling pula

Sudah dengar cerita Santi?
edan!
karena istirahat gaji dipotong
edan!
karena main kartu
lima kawannya langsung dipecat majikan
padahal tak pakai wang
padahal pas waktu luang
edan!
kita mah bukan sekrup

 
Bandung 21 Mei 1992
--------------------------



LEUWIGAJAH
 
Leuwigajah berputar
dari pagi sampai pagi
jalan-jalan gemetar
debu-debu membumbung
dari knalpot kendaraan pengangkut

mesin-mesin terus membangunkan
buruh-buruh tak berkamar-mandi
tidur jejer berjejer alas tikar
tanpa jendela tanpa cahaya matahari
lantai dinding dingin lembab pengap

lidah-lidah penghuni rumah kontrak
terus menyemburkan cerita buruk:
lembur paksa sampai pagi - upah rendah
jari jempol putus - kecelakaan-kecelakaan
kencing dilarang - sakit ongkos sendiri
mogok? pecat!
seperti nyabuti bulu ketiak

tubuh-tubuh muda
terus mengalir ke Leuwigajah
seperti buah-buah disedot vitaminnya
mesin-mesin terus menggilas
memerah tenaga murah
satu kali dua puluh empat jam
masuk - absen - tombol ditekan
dan truk-truk pengangkut produksi
meluncur terus ke pasar

Leuwigajah tak mau berhenti
dari pagi sampai pagi
cerobong asap terus mengotori langit
limbah mengental selokan berwarna

Leuwigajah terus minta darah tenaga muda
Leuwigajah makin panas
berputar dan terus menguras
tenaga-tenaga murah

Bandung - Solo 21 Mei - 16 Juni 
-------------------------------- 

 

LEUWIGAJAH MASIH HAUS
 
Leuwigajah tak mau berhenti
dari pagi sampai pagi
bis-bis-mobil pengangkut tenaga murah
bikin gemetar jalan-jalan
dan debu-debu tebal membumbung

mesin-mesin tak mau berhenti
membangunkan buruh tak berkamar-mandi
tanpa jendela tanpa cahaya matahari
jejer berjejer alas tikar
lantai dinding dingin lembab pengap

mulut lidah-lidah penghuni rumah kontrak
terus bercerita buruk
lembur paksa sampai pagi
tubuh mengelupas-jari jempol putus - upah rendah
mogok - pecat
seperti nyabuti bulu ketiak

tubuh-tubuh muda
terus mengalis ke leuwigajah
seperti buah-buah disedot vitaminnya
mesin-mesin terus menggilas
memerah tenaga murah
satu kali duapuluhempat jam
masuk - absen - tombol ditekan
dan truk-truk pengangkut produksi
meluncur terus ke pasar

leuwigajah tak mau berhenti
dari pagi sampai pagi

asap crobong terus kotor
selokan air limbah berwarna
mesin-mesin tak mau berhenti
terus minta darah tenaga muda

leuwigajah makin panas
berputar dan terus menguras

Bandung 21 Mei 1992 
---------------------- 

 

MAKIN TERANG BAGI KAMI
 
Tempat pertemuan kami sempit
bola lampu kecil cahaya sedikit
tapi makin terang bagi kami
tangerang - solo - jakarta kawan kami

kami satu : buruh
kami punya tenaga

tempat pertemuan kami sempit
di langit bintang kelap-kelip
tapi makin terang bagi kami
banyak pemogokan di sanasini

tempat pertemuan kami sempit
tapi pikiran ini makin luas
makin terang bagi kami
kegelapan disibak tukar-pikiran

kami satu : buruh
kami punya tenaga

tempat pertemuan kami sempit
tanpa buah cuma kacang dan air putih
tapi makin terang bagi kami
kesadaran kami tumbuh menyirami

kami satu : buruh
kami punya tenaga

jika kami satu hati
kami tahu mesin berhenti
sebab kami adalah nyawa
yang menggerakkannya
 
Bandung 21 Mei 1992
-----------------------

 


  SATU MIMPI SATU BARISAN

Di lembang ada kawan sofyan
jualan bakso kini karena dipecat perusahaan
karena mogok karena ingin perbaikan
karena upah ya karena upah

di ciroyom ada kawan sodiyah
si lakinya terbaring di amben kontrakan
buruh pabrik teh
terbaring pucet dihantam tipes
ya dihantam tipes
juga ada neni
kawan bariah
bekas buruh pabrik kaos kaki
kini jadi buruh di perusahaan lagi
dia dipecat ya dia dipecat
kesalahannya : karena menolak
diperlakukan sewenang-wenang

di cimahi ada kawan udin buruh sablon
kemarin kami datang dia bilang
umpama dironsen pasti nampak
isi dadaku ini pasti rusak
karena amoniak ya amoniak

di cigugur ada kawan siti
punya cerita harus lembur sampai pagi
pulang lunglai lemes ngantuk letih
membungkuk 24 jam
ya 24 jam

di majalaya ada kawan eman
buruh pabrik handuk dulu
kini luntang-lantung cari kerjaan
bini hamin tiga bulan
kesalahan : karena tak sudi
terus diperah seperti sapi

di mana-mana ada sofyan ada sodiyah ada bariyah
tak bisa dibungkam kodim
tak bisa dibungkam popor senapan
di mana-mana ada neni ada udin ada siti
di mana-mana ada eman
di bandung - solo - jakarta - tangerang
tak bisa dibungkam kodim
tak bisa dibungkam popor senapan
satu mimpi
satu barisan

Bandung 21 Mei 1992
--------------------- 


........
Apa guna punya ilmu tinggi
kalau hanya untuk mengibuli 
Apa guna banyak baca buku
kalau mulut kau bungkam melulu
di mana-mana monocong senjata
berdiri gagah kongkalikong
dengan kaum cukong 
...... sajakku adalah kebisuan
yang sudah kuhancurkan
sehingga aku bisa mengucapkan
dan engkau bisa mendengarkan
sajakku melawan kebisuan
-------------------------------

     
AYOLAH WARSINI
 
Warsini !Warsini !
Apa kamu sudah pulang kerja Warsini
Apa kamu tak letih seharian berdiri di pabrik
Ini sudah malam Warsini
Apa celana dan kutangmu digeledah lagi
Karena majikanmu curiga kamu membawa bungkusan moto

Atau apakah kamu mampir di salon lagi
Berapa utangmu minggu ini
Apa kamu bingung hendak membagi gaji

Ayolah warsini
Kawan-kawan sudah datang
Kita sudah berkumpul lagi disini
Kita akan latihan drama lagi
Ayolah Warsini

Kamu nanti biar jadi mbok bodong
Si Joko biar menjadi rentenirnya
Jangan malu warsini
Jangan takut dikatakan kemayu
Kamu tak perlu minder dengan pekerjaanmu
Biar kamu Cuma buruh
Dan sd saja tak tamat

Ayolah Warsini
Mas Yanto juga tak sekolah Warsini
Iiapun Cuma tukan plintur
Mami juga tak sekolah
Kerjanya mbordir sapu tangan di rumah
Wahyuni juga tidak sekolah
Bapaknya tak kuat bayar uang pangkal sma
Partini penjahit pakaian jadi
Di perusahaan milik tante Lili
Kita sama sama tak sekolah Warsini

Ayolah warsini
Ini sudah malam Warsini
Ini malam minggu warsini
Kami sudah menunggu di sini

 
- Surakarta, November 1986-
-----------------------------------



P E N Y A I R
 

Jika tak ada mesin ketik
aku akan menulis dengan tangan
jika tak ada tinta hitam
aku akan menulis dengan arang
jika tak ada kertas
aku akan menulis pada dinding
jika aku menulis dilarang
aku akan menulis dengan
tetes darah!
sarang jagat teater

 

19 januari 1988
-------------------


 
AKU MASIH UTUH DAN KATA-KATA BELUM BINASA

Aku bukan artis pembuat berita
Tapi aku memang selalu kabar buruk buat penguasa

Puisiku bukan puisi
Tapi kata-kata gelap
Yang berkeringat dan berdesakan
Mencari jalan
Ia tak mati-mati
Meski bola mataku diganti
Ia tak mati-mati
Meski bercerai dengan rumah
Ditusuk-tusuk sepi
Ia tak mati-mati
Telah kubayar yang dia minta
Umur-tenaga-luka

Kata-kata itu selalu menagih
Padaku ia selalu berkata
Kau masih hidup

Aku memang masih utuh
Dan kata-kata belum binasa

18 Juni 1997
------------- 

 

APA YANG BERHARGA DARI PUISIKU
 
Apa yang berharga dari puisiku
kalau adikku tak berangkat sekolah
karena belum membayar uang spp

apa yang berharga dari puisiku
kalau becak bapakku tiba-tiba
rusak jika nasi harus dibeli dengan uang
jika kami harus makan
dan jika yang dimakan tidak ada?

apa yang berharga dari puisiku
kalau bapak bertengkar dengan ibu
ibu menyalahkan bapak
padahal becak-becak terdesak oleh bis kota
kalau bis kota lebih murah siapa yang salah

apa yang berharga dari puisiku
kalau ibu dijeret utang
kalau tetangga dijiret uang?

apa yang berharga dari puisiku
kalau kami terdesak mendirikan rumah
di tanah pinggir-pinggir selokan
sementara harga tanah semakin mahal
kami tak mampu membeli
salah siapa kalau kami tak mampu beli tanah

apa yang berharga dari puisiku
kalau orang sakit mati di rumah
karena rumah sakit yang mahal?

apa yang berharga dari puisiku
yang kutulis makan waktu berbulan-bulan
apa yang bisa kuberikan
dalam kemiskinan
yang menjiret kami?

apa yang telah kuberikan
kalau penonton baca puisiku memberi keplokan
apa yang telah kuberikan
apa yang telah kuberikan

 
Maret 1986
--------------


 
BALADA PAK BEJO
 
Pak bejo membentak bininya
“hari ini sepi!
Mbok bejo tak mau kalah:
“anak-anak minta baju seragam!
Pak bejo juga:
“aku sudah keliling kota
aku sudah kerja keras
tapi kalah dengan bis kota
hari ini aku cuma dapat uang setoran

mbok bejo tak mau mendengar
mbok bejo tetap marah
mbok bejo terus ngomel!

Pak bejo kesal
nyaut sarung kabur ke warung
nenggak ciu-berkonang
minum segelas
lalu sehelas lagi
kemudian hanyut bersama gending sarung jagung
bersama pak Kromo
bersama pak Wiryo
bersama pak Kerto
njoget tertawa mabuk
benak yang sumpeg dikibaskan
lepas bebas
lupa anak lupa hutang
lupa sewa rumah
lupa bayaran sekolah
lepas bebas
lenggak-lenggok gumpalan awan
bersama bintang-bintang

ketika bulan miring
Pak bejo mendengkur didepan pintu
sampai terang pagi
lalu istrinya melotot lagi

Solo, Juli 88
------------ 


...........
Gerimis menderas tengah malam ini
dingin dari telapak kaki hingga ke sendi-dendi
dalam sunyi hati menggigit lagi
ingat
saat pergi
dan pipi kananmu
kucium
tak sempat mencium anak-anak
khawatir
membangunkan tidurnya (terlalu nyenyak)
bertanya apa mereka saat terjaga
akau tak ada (seminggu sudah itu
sebulan sesudah itu
dan ternyata lebih panjang dari dari yang kalian harapkan)
dada mengepal perasaan
waktu itu
cuma terbisik beberapa patah kata
di depan pintu
kaulepas aku
meski matamu tak terima
karena waktu sempit
aku harus gesit

genap ½ tahun aku pergi
aku masih bisa merasakan
bergegasnya pukulan jantung
dan langkahku
karena penguasa fasis
yang gelap mata

aku pasti pulang
mungkin tengah malam ini
mungkin subuh hari
pasti
dan mungkin
tapi jangan
kau tunggu

aku pasti pulang dan pasti pergi lagi
karena hak telah dikoyak-koyak
tidak di kampus
tidak di pabrik
tidak di pengadilan
bahkan rumah pun mereka masuki
muka kita sudah diinjak

kalau kelak anak-anak bertanya mengapa
dan aku jarang pulang
katakan ayahmu tak ingin jadi pahlawan
tapi di paksa menjadi penjahat
oleh penguasa
yang sewenang-wenang
kalau mereka bertanya
“apa yang kau cari?”
jawab dan katakan
dia pergi untuk merampok
haknya yang dirampas dan dicuri

 
15 Januari 1997
-------------------


 
DI TANAH NEGRI INI MILIKMU CUMA TANAH AIR
 

Bulan malam membuka mataku
merambati wuwungan rumah-rumah bambu
yang rendah dan yang miring
di muka parit yang suka banjir
membayanglah masa depan
rumah-rumah bambu
yang rendah dan yang miring
lentera minyak gemetar merabamu
penggembara oh penggembara yang nyenyak
bulan malam menggigit batinku
mulutnya lembut seperti pendeta tua
menggulurkan lontaran nasibmu
o tanah-tanah yang segera rata
berubahlah menjadi pabrik-pabriknya
kita pun kembali bergerak seperti jamur
liar di pinggir-pinggir kali
menjarah tanah-tanah kosong
mencari tanah pemukiman disini
beranak cucu melahirkan anak suku-suku terasing
yang akrab derngan peluh dan matahari
di tanah negri ini milikmu cuma tanah air
--------------------------------------------------


...........
Kamu memang punya tank
tapi salah besar kamu
kalau karena itu
aku lantas manut
andai benar
ada kehidupan lagi nanti
setelah kehidupan ini
maka akan kuceritakan kepada semua makhluk
bahwa sepanjang umurmu dulu
telah kuletakkan rasa takut itu ditumitku
dan kuhabiskan hidupku
untuk menentangmu
hei penguasa zalim

 

Puisi sikap, 24 Januari 1997
----------------------------------


...........
Jakarta simpang siur
ormas-ormas tiarap
tiap dengar berita
pasti ada aktivis ditangkap

telepon-telepon disadap
koran-koran disumbat
rakyat was-was dan pengap

diam-diam orang cari informasi
dari radio luar negeri

“jangan percaya
pada berita mass media cetak
dan elektronika asing!”

Penguasa berteriak-teriak setiap hari
nasionalismenya mirip-mirip Nazi

Agustus 1996
----------------


...........
Kekuasaan yang sewenang-wenang
membuat rakyat selalu berjaga-jaga
dan tak bisa tidur tenang
sampai mereka sendiri lupa
batas usianya tiba

dan dalam diamnya
rakyat ternyata bekerja
menyiapkan liang kuburnya
lalu mereka bersorak

ini kami siapkan untukmu tiran!

penguasa yang lalim
ketika mati tak ditangisi rakyatnya

sungguh memilukan
kematian yang disyukuri dengan tepuk tangan

11 Agustus 1996
--------------------


............
Para jendral marah-marah

pagi itu kemarahannya disiarkan oleh televisi.
tapi aku tidur. Istriku yang menonton.
istriku kaget. Sebab seorang letnan jendral menyeret-nyeret namaku.

dengan tergopoh-gopoh selimutku ditarik-tariknya.
dengan mata masih lengket aku bertanya: mengapa?
hanya beberapa patah kata keluar dari mulutnya:
“Namamu di televisi…”
kalimat itu terus dia ulang seperti otomatis.

aku tidur lagi dan ketika bangun wajah jendral itu
sudah lenyap dari televisi. Karena acara sudah diganti.
aku lalu mandi. Aku hanya ganti baju. Celananya tidak.
aku memang lebih sering ganti baju ketimbang celana.

setelah menjemur handuk aku ke dapur.
seperti biasa mertuaku yang setahun lalu ditinggal mati suaminya itu,
telah meletakkan gelas
berisi teh manis.
seperti biasanya ia meletakkan di sudut meja kayu panjang itu,
dalam posisi yang gampang diambil.

istriku sudah mandi pula. Ketika berpapasan denganku kembali

kalimat itu meluncur, “namamu di televisi…”
ternyata istriku jauh lebih cepat mengendus bau kekejaman kekuasaan itu daripada aku.

 

12 Agustus 1996

Tidak ada komentar:

Posting Komentar