Rabu, 09 Juli 2025
Orang Orang Proyek
Dendam
Novel karya Kang Putu, panggilan akrab Gunawan Budi Susanto, meskipun fiksi namun melalui kisah Rini dan Tinuk, memotret beberapa peristiwa nyata. Seperti, perjuangan masyarakat Rembang dan Pati yang menolak pertambangan semen di Pegunungan Kendeng, kehidupan Soesilo Toer (adik kandung Pramoedya Ananta Toer) yang memulung sampah pada malam hari di Blora, serta kegiatan kelas menulis dan membaca di sebuah kedai di Semarang yang diampu oleh Kang Putu sebagai pemilik kedai.
Apa hubungannya kisah Tinuk dengan peristiwa-peristiwa itu? Jawabannya ada di dalam novel. Yang kusuka dari membaca karya-karya Kang Putu, selalu menghadirkan diksi-diksi yang jarang digunakan, jadi pembaca bisa memperkaya kosakatanya.
Dompet Ayah Sepatu Ibu
Rabu lalu, istriku, Afidah, memintaku membelikan salah satu buku karya J.S. Khairen. Dia katanya sudah lama mengikuti penulis itu di media sosialnya. Aku sendiri baru mendengar nama itu, mungkin karena aku bukan pegiat literasi.
Berdasarkan informasi singkat di google, kubelikan buku "Dompet Ayah, Sepatu Ibu" secara daring. Sebelum dia baca buku itu, semalam aku lebih dulu menamatkannya.
Cerita yang bagus dan sentimental. Kisah perjuangan dua anak manusia. Zenna dan Asrul. Keduanya sama-sama anak pegunungan yang miskin di kota berbeda di Sumatera Barat. Zenna, anak tengah dari sebelas bersaudara. Memiliki angan menjadi guru dan menyekolahkan adik-adiknya. Sementara Asrul, anak sulung dari tiga bersaudara. Orang tuanya berpisah, lantaran bapaknya kawin lagi. Ia memiliki impian membelikan rumah dan memberangkatkan haji Ibunya.
Cara penulisan Khairen sangat sederhana. Hampir tak kutemukan kata-kata yang membutuhan kamus untuk mengartikan. Tapi ceritanya sangat kuat. Kemungkinan besar akan terhubung dengan pembacanya.
Membaca buku ini tak butuh waktu banyak. Hanya mengorbankan waktu berselancar di media sosial dan bermain royal match. Jika olah raga menguatkan jasmani, membaca buku ini menguatkan sisi rohani. (Bekasi, 17 Februari 2025)
Sehari Bercerita
Sehari Bercerita adalah usahaku untuk membiasakan diri menulis hal-hal yang kutemui dan pikirkan dalam keseharian. Sebanyak empat belas catatan yang kutulis dalam waktu empat belas hari, mulai tanggal 24 Juni 2025 sampai dengan 7 Juli 2025.
Hari
Kesatu: Sambal dan Pengadilan
Tiba-tiba pengin menulis hal-hal kecil dan ringan yang terlintas di kepala. Dan sepertinya menarik menantang diri melakukan itu secara rutin dalam beberapa hari ke depan. Syahdan, kumulai tentang sambal dan pengadilan.
Seringnya kala makan di warung atau restoran, porsi nasi yang disediakan nampak terlalu penuh. "Nasinya dikurangi ya" pintaku ke penjual.
Lain cerita kalau ketemu sambal yang enak. Nafsu makan tergugah, kalap pengin menambah. Seperti malam ini di warung "Penyetan Murmer Kranggan", lokasinya di sekitar Jalan Kranggan, Surabaya. Tempatnya apa adanya tak begitu mencolok. Tapi sambalnya mantap. Ada lima menu sambal: matang, ijo, matah, mangga, dan toreg. Aku coba sambal matang dengan lauk bebek goreng, sepotong tahu dan terong. Mau tambah nasi takut gendut, hehe. Kuurungkan niat.
Ah, melegakan sekali hari ini. Usai mendapat kesempatan kembali ke gedung pengadilan. Pengadilan Negeri Surabaya yang gedungnya termasuk cagar budaya. Merasakan antre pendaftaran perkara, menyaksikan lalu-lalang orang berjibaku dengan masing-masing masalahnya. (Surabaya, 24 Juni 2025)
Senin, 07 Juli 2025
Kemah Cerita
Jumlah peserta lebih sedikit dibandingkan dengan Kemah Cerita sebelumnya di tahun 2023 yang pernah kuikuti yaitu sebanyak 112 orang dan diselenggarakan di Perkemahan Suaka Elang, Gunung Halimun Salak, Bogor. Meski demikian, keduanya sama menyenangkan.


