Rabu, 26 Juli 2017

Sudah Baca RUU Pemilu?


RUU Pemilu merupakan perubahan dari tiga UU: Pilpres (UU 42/2008), Pileg (UU 8/2012) dan Penyelenggara Pemilu (UU 15/2011), saat ini belum tuntas dibahas oleh Pemerintah dan DPR. Isu yang masih alot dibahas dan mengemuka adalah terkait ambang batas pencalonan presiden.

Bagaimana soal penanganan pelanggaran Pemilu? Nah, persoalan inilah yang hendak kusampaikan agar juga diketahui oleh Publik.

Apa hal baru di RUU Pemilu terkait penanganan pelanggaran? Berdasarkan pembacaanku terhadap naskah RUU Pemilu versi 10 Juni 2017 yang dirilis di laman Perludem, berikut ini hal-hal baru dalam penanganan pelanggaran: 

1.  Dalam Pilpres, WNI yang punya hak pilih, pemantau dan peserta pemilu dapat melaporkan dugaan pelanggaran kepada lembaga pengawas paling lambat 7 hari sejak diketahui. Di UU 42/2008 atau UU yang lama, diatur 3 hari sejak kejadian.
2.  Batas waktu penanganan oleh lembaga pengawas paling lama 7 hari, dan bisa diperpanjang selama 14 hari. Di UU 42/2008 dan UU 8/2012, diatur paling lama 3 hari dan bisa diperpanjang selama 5 hari.
3.   Di RUU Pemilu diatur mengenai sengketa proses dalam Pilpres, misalnya ada bakal calon presiden dan wakil presiden yang dianulir oleh KPU, maka yang bersangkutan dapat mengajukan sengketa pemilu ke Bawaslu. Di UU 42/2008 hal itu tidak diatur.
4.    RUU Pemilu mengadopsi aturan mengenai Pelanggaran TSM (terstruktur, sistematis dan massif) yang diatur dalam UU Pilkada. Tapi ada perbedaannya. Jika dalam UU Pilkada, pelanggaran TSM dimaksudkan hanya untuk pelanggaran politik uang, tapi di RUU Pemilu tidak hanya sebatas politik uang tapi pelanggaran administrasi pada umumnya. Namun kesamaan keduanya, jika Bawaslu menilai terdapat pelanggaran TSM, dapat merekomendasikan pembatalan pasangan calon atau calon anggota legislatif. Bawaslu melakukan pemeriksaaan yang bersifat terbuka atas pelanggaran TSM paling lama 14 hari.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar