Suatu ketika di sekitar tahun 2009, aku membaca berita seputar musik. Dalam berita itu, Arian, vokalis grup musik metal Seringai, menyebut nama sebuah grup musik yang lagunya menurut Arian menarik untuk didengarkan. Grup itu bernama Efek Rumah Kaca (ERK). Seingatku, itulah pertama kalinya aku tahu ada grup yang personilnya terdiri dari Cholil (vokal, gitar), Adrian (Bass), dan Akbar (Drum) itu.
Sekitar tahun 2010 saat ERK tampil di sebuah acara musik di Semarang aku menyaksikannya, karena kebetulan aku tinggal di Semarang. Adrian, sang bassist yang mengalami gangguan mata, saat itu masih bisa tampil berdiri meski untuk berjalan menuju panggungnya harus didampingi. Itu konser ERK satu-satunya yang pernah kutonton. Selebihnya aku hanya mengikuti karya-karyanya melalui berita dan media sosial.
Hingga saat ini, grup musik yang kugemari ini telah merilis empat album studio: Efek Rumah Kaca (2007), Kamar Gelap (2008), Sinestesia (2015), dan Rimpang (2023), serta satu mini album Jalam Enam Tiga (2020) yang direkam di Amerika Serikat.
Di masa jeda antara album kedua dan ketiga, Cholil dan Akbar membuat grup Pandai Besi yang memainkan dan mendaur ulang lagu-lagu ERK, karya mereka berupa album Daur Baur dirilis tahun 2013. Saat catatan ini dibuat, ERK terdiri dari Cholil (gitar, vokal), Akbar (drum), Poppie (Bass), dan Reza (gitar, synth).
Yang paling kusuka dari ERK sejak pertama hingga saat ini adalah kekuatan dan keragaman tema liriknya yang memotret realita sosial. Di catatan ini aku mengulas singkat dua belas lagu di album pertama, Efek Rumah Kaca, sekadar untuk merawat ingatan dan mengenang lagu-lagunya.
Momen jatuh cinta kerap susah dijelaskan karena segala sesuatunya nampak tidak masuk akal. Sering kita dengar cinta itu buta. Namun oleh ERK, situasi itu dibuat nampak realistis dan masuk akal. Seperti lirik lagu "Jatuh Cinta Itu Biasa Saja". Lagu ini seperti melawan arus lagu percintaan pada umumnya. Lagu berikutnya "Bukan Lawan Jenis" menggambarkan kekhawatiran sesorang yang heteroseksual terhadap perasaan orang lain sesama jenis yang suka kepada dirinya. Lagu yang mengangkat isu homoseksual.
Kegemaran berbelanja juga tergambar dalam lirik lagu berikutnya "Belanja Terus Sampai Mati". Lewat lagu ini ERK mengkritik budaya konsumtif di mana membeli sebuah barang bukan karena kebutuhan tapi kadang sekedar membuang kepenatan atau untuk menunjukkan kebanggaan. Lagu berikutnya "Insomnia" yang menggambarkan kondisi seseorang yang mengalami insomnia dan merindukan untuk bisa tidur. Seperti penggalan liriknya berikut "kunanti dan kucari seserpih mimpi".
"Debu-Debu Berterbangan" adalah satu-satunya lagu religius di album ini. Mengingatkan kita agar kita tidak tersesat dengan mengaburkan yang haram. Karena segala kesalahan tak bisa disembunyikan di hari penghakiman. Lirik lagu tersebut terinspirasi dari surat Al Ashr dalam Alquran.
Berikutnya lagu "Di Udara" yang tercipta untuk mengabadikan semangat seorang Munir, aktivis yang dibunuh dengan cara diracun dan meninggal di dalam pesawat saat hendak menempuh pendidikan di Belanda. Nama ERK diambil dari salah satu lagunya yaitu "Efek Rumah Kaca". Lagu yang mengambarkan terjadinya perubahan iklim yang mengakibatkan pemanasan global yang membahayakan umat manusia.
"Melankolia" adalah lagu yang liriknya menggambarkan eksplorasi perasaan sedih yang berlebihan. Rasa sedih yang muncul itu bukan hendak dihentikan, tapi dinikmati. Lagu berikutnya "Cinta Melulu" yang liriknya mengkritik para musisi yang monoton dalam mencipta lagu karena hanya berkutat pada persoalan percintaan demi mengejar pasar penjualan.
"Sebelah Mata" adalah lagu bersifat personal karena liriknya menggambarkan kondisi Adnan, sang Bassist, yang mengalami gangguan kebutaan mata. Lagu penutup dari album pertama ERK adalah "Desember". Dari liriknya sekilas lagu ini hanya menggambarkan seputar perasaan seseorang terhadap hujan. Tapi di balik itu, lagu ini memotret kenangan musibah banjir akibat hujan deras di Jakarta. Terlihat dari penggalan liriknya berikut "sampai nanti ketika hujan tak lagi meneteskan duka, meretas luka". (Bekasi, 9 September 2025)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar