Catatan ini adalah dokumentasi perjalananku ke sembilan belas
kota di dua belas negara sejak tahun 2018 sampai dengan tahun 2025, yang
kukunjungi bersama keluargaku maupun rekan kerja. Dua belas negara itu adalah
Arab Saudi, Australia, Singapura, Malaysia, Korea Selatan, Amerika Serikat, Qatar,
Belanda, Belgia, Thailand, Filipina, dan Inggris. Sejauh mana pun aku pergi, Indonesia dengan
segala keterbatasannya selalu dirindukan.
Saudi Arabia
Pergi ke Saudi
Arabia merupakan pengalaman pertamaku pergi ke luar negeri. Beberapa bulan
setelah bapak meninggal di tahun 2017, Ibu mengajak anak-anaknya pergi umrah,
tepatnya pada bulan Januari-Februari 2018. Untuk keperluan umrah itu, pertama
kali juga aku mengurus pembuatan paspor. Catatan mengenai proses pembuatan
paspor terurai dalam tulisan Akhirnya Aku Punya Paspor.
Perjalanan ini telah kudokumentasikan dalam
tulisan Ziarah ke Madinah-Mekkah. Di tulisan itu kuceritakan pengalamanku
tentang sikap petugas imigrasi Bandara Internasional King Abdulaziz Jeddah yang
menjengkelkan, kebingunganku tentang salat jenazah di Masjid Nabawi, dan
lain-lain. Aku lebih suka Madinah karena suhunya lebih dingin dan kotanya lebih
rapi dibandingkan Makkah.
Australia
Keberangkatanku
ke Kota Melbourne, ibukota negara bagian Victoria yang terletak di Australia,
dalam rangka menjalankan tugas pelatihan bagi Panitia Pengawas Pemilu Luar
Negeri sebagai persiapan pengawasan penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden serta Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Tahun 2019 yang diselenggarakan
secara serentak, khususnya di negara-negara bagian di Australia.
Keberangkatannya
penuh drama karena di waktu yang telah ditentukan, Maret 2019, di mana acara
akan berlangsung di Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) untuk
Melbourne, visaku dan beberapa orang dalam tim dari Jakarta (Malik, Widodo,
Hendro, dan Awalia) justeru belum terbit. Yang membuat kami khawatir karena
peserta telah hadir dari beberapa negara bagian dan menunggu kehadiran kami di
Melbourne.
Saat itu
kami mencoba untuk tetap berangkat ke Bandara Soekarno-Hatta dengan membawa
semua perlengkapan kegiatan dan pribadi, sambil berharap visa akan terbit saat
kami sudah di bandara. Setelah menunggu di bandara, kami harus pulang kembali
ke rumah masing-masing karena visa belum juga terbit. Keesokan harinya, aku yang
sudah putus asa mendapat kabar kami bisa berangkat hari itu juga karena visa
telah terbit. Menggunakan maskapai penerbangan Garuda Air akhirnya kami terbang
ke Melbourne.
Aku lupa
berapa hari tinggal di Melbourne. Kemungkinan hanya dua hari. Kami bermalam Park
Regis Griffin Suites, sebuah motel yang letaknya berdekatan dengan KJRI
Melbourne. Selain melakukan pelatihan, kami juga menyempatkan mengunjungi
beberapa tempat seperti Middle Brighton Beach dan Melbourne Port, serta makan
malam dengan menu daging kanguru di sebuah restoran yang aku lupa namanya.
Kunjungan kami bertepatan dengan pelaksanaan ajang Formula 1 di Sirkuit Albert
Park, di mana suara mobil saat balapan terdengar dari halaman KJRI, karena
sirkuit Albert Park berada persis di seberang Gedung KJRI.
Singapura
Setelah menyelesaikan pekerjaan kantor
yang diselenggarakan di Kota Batam, pagi hari
tanggal 3 April 2019, aku dan rombongan menyeberang ke Singapura
menggunakan kapal ferry dari Pelabuhan Batam Center. Saat itu uang pembayaran
transport dikumpulkan secara kolektif, masing-masing orang membayar 300ribu
untuk pulang-pergi.
Setelah hampir satu jam menyeberang, kami
sampai di Harbour Front, pelabuhan di Singapura. Bagian Imigrasi Singapura baru
saja membuka loket, karena memang kapal yang kami tumpangi adalah kapal pertama
yang tiba di Harbour Front. Setelah melalui keimigrasian, ada petugas lain yang
melakukan pemeriksaan secara acak. Saat itu salah satu teman diperiksa karena
gayanya yang tengil. Aku kemudian ikut diperiksa karena temanku itu ditanyakan
oleh petugas bersama siapa saja dia datang. Saat diperiksa aku baru tahu kalau
petugas itu dari lembaga yang mengurusi soal narkotika, kalau di Indonesia
seperti Badan Narkotika Nasional (BNN).
Petugas itu ternyata bisa bahasa melayu.
“Kamu pakai narkoba?” tanya pertugas kepadaku. “tidak” jawabku. “Tapi matamu
seperti pemakai. Jujur aja. Pernah pakai narkoba gak?” tanyanya lagi
mengejutkan. “Kalau dulu pernah, tapi sekarang sudah tidak” jawabku. “minum
gak?” pertanyaan petugas itu benar-benar meneror secara psikologis. Kujawab
tidak. Akhirnya aku dipersilakan untuk melanjutkan ke pintu keluar. Kami
kemudian sarapan dulu di restoran yang ada di area pelabuhan sambil menunggu
teman kami yang tertahan oleh petugas karena harus dilakukan pemeriksaan lebih
lanjut.
Setelah rokok persediaannya disita,
temanku dilepaskan. Kami kemudian naik MRT menuju area Universal Studio. Kami
tidak masuk ke dalamnya, tapi hanya keliling-keliling di area luarnya. Lalu
naik bus menuju Merlion Park, yang terdapat ikon Singapura berbentuk tugu singa
yang mengeluarkan air dari mulutnya. Kami kemudian naik bus kembali menuju
Johor Bahru, Malaysia, berkunjung ke tempat perbelanjaan Johor Premium Outlet
(JPO).
Pulang dari JPO kami naik mobil sewa dan
harus melewati lagi bagian keimigrasian di perbatasan Malaysia-Singapura untuk
menuju pelabuhan dan naik kapal jam 9 malam. Tapi di keimigrasian kami diminta
berhenti, turun, dan masuk ke kantor imigrasi Singapura. Entah diperiksa untuk
apa, tapi kami harus menunggu lama. Karena itulah kami telat naik kapal dan
harus mengeluarkan uang lagi untuk naik kapal lain yang masih tersedia dan
merupakan kapal terakhir. Jika tidak, kami harus menginap untuk menunggu
penyeberangan keesokan harinya.
Kunjungan kedua ke Singapura kulakukan bersama istriku, Afidah dan kedua anakku, Madiba dan Kayo saat melakukan perjalanan Singapura-Johor Bahru pada tanggal 18-20 Januari 2025 yang telah kudokumentasikan dalam catatan Jalan-Jalan ke Singapura-Johor Bahru.
Malaysia
Total sudah lima kali aku mengunjungi
Malaysia. Kunjungan pertama saat berkunjung ke Johor Premium Outlet di Johor
Bahru yang sudah kuceritakan saat berkunjung ke Singapura. Kunjungan kedua ke
Kuala Lumpur bersama istriku, Afidah dan kedua anakku, Madiba dan Kayo pada
tanggal 4-7 November 2019. Ini pengalaman pertama bagi Madiba dan Kayo
berpergian ke luar negeri. Selama empat hari tiga malam kami mengunjungi
beberapa tempat seperti Jalan Alor, Batu Caves, KLCC Park, Berjaya Times
Square, Dataran Merdeka, Central Market, dan Petaling Street. Catatan
perjalanan ke Kuala Lumpur ini telah kudokumentasikan dan bisa dilihat dalam
tulisan Berwisata Ke Kuala Lumpur Empat Hari Tiga Malam.
Kunjungan ketiga ke Malaysia adalah ke Tawau,
kota yang ada di Negeri Sabah, bagian dari Malaysia yang letaknya di atas pulau
Kalimantan. Aku mengunjungi Tawau pada tanggal 24-26 September 2023 untuk
urusan pekerjaan melakukan pelatihan bagi Panitia Pengawas Pemilu Luar Negeri
(Panwaslu LN) lima kota dari dua negara (Malaysia dan Filipina) sebagai
persiapan Pengawasan Pemilu Serentak 2024. Untuk efektifitas, pelaksanaannya
dipusatkan di Tawau, tepatnya di Gedung Konsulat Republik Indonesia (KRI).
Untuk menuju ke Tawau, aku dan kedua
teman kerjaku, Nana dan Subhan terbang dulu ke Kuala Lumpur jam 6 pagi
menggunakan maskapai Batik Air. Dilanjutkan dengan penerbangan Kuala Lumpur ke
Tawau jam 1 siang menggunakan maskapai MYAirline. Di Tawau Airport kami
dijemput oleh staf KRI yang juga anggota Panwaslu Tawau dan langsung menuju
lokasi pelatihan.
Meskipun bagian dari Malaysia, suasana
Tawau sangat kontras dengan Kuala Lumpur. Berada di kota ini seperti berada di
Kota Tarakan, Provinsi Kalimantan Utara. Tidak banyak yang kulakukan selama 2
hari di sini selain mengisi pelatihan dan keliling sekitar hotel. Kami bermalam
di Marco Polo Hotel. Tidak jauh dari hotel, aku bisa berjalan kaki menuju
pesisir laut atau dekat pelabuhan, di mana di sana ada signboard atau papan penanda bertulikan Tawau dalam aksara arab.
Kunjungan keempat di Malaysia kulakukan
pada 22-25 April 2024 ke Kuala Lumpur juga untuk urusan pekerjaan. Kali ini
bersama dengan pihak kepolisian dan kejaksaan karena terkait dengan pelaksanaan
putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas tindak pidana Pemilu yang
dilakukan oleh Anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri Kuala Lumpur. Perkara ini
menjadi sejarah dalam kepemiluan Indonesia, karena untuk pertama kalinya
pelanggaran Pemilu yang terjadi di luar negeri bisa ditangani dan diselesaikan
di peradilan. Dalam kunjungan ini, kami menyempatkan mengunjungi Genting Highland
dan makan malam di Jalan Alor.
Kunjungan kelima ke Johor Bahru kulakukan bersama istriku, Afidah dan kedua anakku, Madiba dan Kayo saat melakukan perjalanan Singapura-Johor Bahru pada tanggal 18-20 Januari 2025 yang telah kudokumentasikan dalam catatan Jalan-Jalan ke Singapura-Johor Bahru.
Korea
Selatan
Selama enam hari atau pada tanggal 2-7
Agustus 2023 aku dan rombongan (Pak Boy, Bu Yusti, Maria, Subhan, Desi) melakukan
perjalanan ke Kota Seoul untuk suatu pekerjaan. Cuaca saat itu sedang panas
ektrim. Akibat cuaca ektrim itu terdapat puluhan peserta Jambore Pramuka
Se-Dunia (yang diselenggarakan di Seoul saat itu) meninggal dan ratusan peserta
lainnya mengalami sakit.
Dari Jakarta kami langsung terbang menuju
Bandara Internasional Incheon yang letaknya ada di Kota Incheon, berjarak
sekitar 52 km dari Kota Seoul. Selama di Seoul, kami bermalam di The Stay Hotel
di Myeongdong, daerah pusat berbelanjaan yang ramai, terutama malam hari.
Kawasan Myeongdong yang berupa gang-gang ini banyak sekali pertokoan dan
restoran.
Aku punya kebiasaan jalan atau lari pagi
setiap pergi ke kota di luar negeri, karena selain olah raga aku punya
kesempatan melihat-lihat suasana sekitar dengan suasana sepi dan sejuk. Aku
mengunjungi Seoul City Hall dan Sungai Cheonggye yang berjarak sekitar 2 kilometer
dari hotel. Saat itu di lapangan City Hall terdapat persiapan acara peringatan
tragedi Itaewon, sebuah perayaan helloween yang menyebabkan ratusan orang
meninggal akibat berdesak-desakan dalam keramaian pada sebuah gang di daerah
Itaewon, pada tanggal 29 Oktober 2022. Sementara Sungai Cheonggye, meski berada
di tengah kota yang padat, airnya sangat jernih, segar, dan bersih. Selain itu
disediakan juga jalur pedestrian di tepiannya. Letak Sungai Cheonggye tidak
jauh dari City Hall.
Ada beberapa tempat yang kami kunjungi
selama di Seoul, seperti Menara Seoul di Namsan, Kampung Hanoi Bukchon, dan Starfield
Coex Mall. Untuk menuju Menara Seoul kami harus naik Cable Car atau kereta
gantung denga biaya sebesar 14 ribu won (1 won setara dengan 11 rupiah). Meski
tidak masuk ke menaranya, aku masih bisa lihat pemandangan Kota Seoul dari atas
karena area menara ini berada di ketinggian. Di sekitar menara terdapat
pagar-pagar kawat tempat menaruh gembok-gembok pengunjung sebagai simbol harapan.
Kampung Hanok Bukchon adalah sebuah
perkampungan yang di dalamnya banyak berdiri rumah-rumah tradisional yang
menurutku unik-unik. Karena kampung ini berpenghuni, setiap pengunjung diimbau
untuk tidak membuat kebisingan yang dapat mengganggu warga setempat saat
berkeliling. Sementara yang menarik di Starfield Coex Mall adalah terdapat
perpustakaan yang ikonik di dalam Mall. Koleksi bukunya sangat banyak. Tapi
sayangnya saat aku ke sana pengunjungnya terlalu ramai, jadi kurang bisa
menikmati suasana.
Kami juga sempat mengunjungi Istana
Kyongbokkung, sebuah istana yang letaknya berada di bagian utara dari City Hall
atau Sungai Cheonggye. Kawasan istana ini sangat luas. Banyak pengunjung yang
menyewa pakaian tradisional yang dipakai untuk berkeliling dan foto di area
istana ini.
Mencari menu makan utama sedikit repot
selama di Seoul, karena menghindari makanan yang ada kandungan babinya.
Untungnya kami menemukan kedai Bakso Bejo, kedai milik orang Indonesia yang
menjual masakan-masakan Indonesia, lokasinya ada di Myeongdong, tidak jauh dari
hotel. Jadi untuk beberapa hari, kami selalu berkunjung ke kedai itu.
Suatu hari aku merasakan transportasi
publik berupa bus dan MRT. Sepulang dari KBRI Seoul, aku memutuskan untuk
berpisah dengan rombongan, kemudian bersama dua mahasiswi Indonesia yang sedang
mengambil studi doktoral di Korea Selatan naik bus untuk menuju sebuh stasiun
kereta yang aku lupa namanya. Tapi tujuan kami sama ke Myeongdong. Peron dalam
stasiun keretanya terasa panas, sangat tidak nyaman. Lebih nyaman peron MRT di
Jakarta.
Perjalanan udara selama dua puluh dua jam
merupakan perjalanan terlama dan terjauh yang pernah aku alami. Saat itu aku
dan rombongan (Pak Herwyn, Bu Yusti, Pak Tri, Maria, Ayun, dan Fajar) melakukan
perjalanan ke New York, Amerika Serikat, 4-9 Oktober 2023. Menggunakan maskapai
Qatar Airline dari Jakarta kami menuju Doha, Qatar, selama delapan jam untuk
melakukan transit dan melanjutkan perjalanan ke New York selama kurang lebih
empatbelas jam dan mendarat di Bandara Internasional John F. Kennedy yang
lokasinya ada di Queens.
Selama beberapa hari kami bermalam di
Hotel Pergola di Queens. Sementara kegiatan resmi berlangsung di Konsulat
Jenderal Republik Indonesia (KJRI) New York yang ada di Manhattan. Di hari
ketiga atau keempat kami pindah ke rumah persewaan di Manhattan. Queens atau
Manhattan merupakan borough atau satuan wilayah yang ada di New York sebagai
negara bagian, borough lainnya seperti Broklyn, The Bronx dan lain-lain. Queens
terletak di pulau yang terpisah dengan Manhattan. Berbeda dengan Manhattan yang
terlihat dengan gedung-gedung tinggi perkantoran dan keramaiannya, Queens justeru
terlihat lebih hening dan banyak pemukiman.
Saat di Hotel Pergola aku bertemu dan
berbincang dengan Andhika, mantan pemain keyboard grup musik Peterpan. Ternyata
dia bermalam di hotel yang sama. Dia rupanya memiliki agen travel untuk orang
Indonesia yang ada di Amerika Serikat.
Beberapa tempat kami kunjungi selama di
New York seperti area bisnis Wall Street, Jembatan Broklyn yang ikonik, Patung
Liberty, Time Square, monumen peringatan tragedi 11 September, Markas
Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan yang
paling kusuka adalah Central Park, taman kota yang sangat besar terletak di
Manhattan, di taman itulah John Lennon dibunuh, atau adegan Kelvin McCallister
lari dari kejaran penjahat di film Home Alone. Sebenarnya banyak museum di
sekitar Central Park, tapi tak bisa kukunjungi karena keterbatasan waktu. Time
Square adalah tempat yang paling tidak kusukai karena kotor, bau, dan dipenuhi
orang-orang yang berfoto-foto.
Aku suka dengan cuaca New York yang saat
itu sedang musim gugur. Udara terasa dingin meski tetap ada sinar matahari.
Untuk pengalaman pertama, aku melaksanakan salat jumat dengan khatib dan imam
seorang Afrikan-American berbahasa inggris di Masjid Islamic Cultural Center
New York di Manhattan. Selama di New York, kami menyewa mobil dan sopirnya
untuk transportasi keseharian, jadi aku tak sempat mencoba transportasi
publiknya.
Qatar
Sebanyak dua kali aku pernah mengunjungi
Doha, ibukota Qatar. Negara dengan kandungan minyak dan energi listrik yang
melimpah. Kunjungan pertama pada tanggal 10 Oktober 2023, saat perjalanan
pulang dari New York. Karena waktu transit yang lama (melewati satu malam) di
Doha, aku dan rombongan memutuskan untuk menginap di Kota Doha.
Dari bandara kami memesan taksi menuju
Warwick Hotel tempat kami menginap. Setelah menyimpan barang di kamar, kami
diajak keliling Pak Syahrial, WNI kenalan kami yang tinggal di Doha dan bekerja
di perusahaan minyak di Qatar, juga anggota Panwaslu Doha. Malam itu kami
mengunjungi Warung Bu Mariam, restoran milik orang Indonesia. Senangnya kami
akhirnya bertemu dengan bakso dan masakan Indonesia lainnya, setelah bersusah
hati menikmati makanan di New York. Usai
makan malam kami pergi ke pasar tradisional Souq Waqif, mencari oleh-oleh dan
mencicipi Kunafa, kudapan khas timur tengah yang rasanya manis. Kami juga
diajak keliling kota dan melihat banyak sekali pohon yang di batangnya
diberikan penerangan lampu.
Kunjungan kedua ke Doha pada tanggal 8
Februari 2024, saat transit dalam perjalanan pulang dari London. Pada kunjungan
kedua ini aku tidak bermalam di Doha, karena waktu transit hanya beberapa jam.
Aku keliling kota di siang hari, mampir ke Warung Bu Mariam, dan berkunjung ke
Villagio Mall Doha.
Belanda
Cuaca Den Haag selalu nampak mendung,
kemudian turun hujan. Angin juga terasa sangat kencang. Saat aku berjalan kaki
terasa seperti didorong oleh angin. Begitulah cuaca Kota Den Haag, Belanda saat
aku mengunjunginya pada 1-6 November 2023, menggunakan maskapai Etihad Airways
yang transit ke Abu Dhabi terlebih dahulu. Dikenal sebagai kota sepeda, karena
banyak warganya yang menggunakan sepeda untuk beraktifitas. Sepanjang jalan
selalu kulihat ada sepeda yang terparkir di pinggir jalan. Bahkan sepeda jenama
Brompton hanya dikunci dan ditinggalkan begitu saja di pinggir sebuah jalan.
Selama di Den Haag, aku dan rombongan (Pak
Herwyn, Pak Ferdinand, Bu Yusti, Pak Deddy, Pak Syaiful, dan Maria) bermalam di
Ibis Hotel yang ada di Jan Hendrikstraat atau Jalan Jan Hendrik. Lokasi hotel
ini dekat dengan lokasi Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Den Haag,
tempat kegiatan pelatihan kepemiluan akan dilaksanakan. Hanya berjarak sekitar
2 kilometer dari Ibis Hotel. Lokasi KBRI Den Haag berdekatan dengan Peace
Palace, istana perdamaian tempat bermarkasnnya Mahkamah Internasional.
Persis di belakang Ibis Hotel, terdapat
banyak restoran dan pusat perbelanjaan. Yang menyenangkan adalah terdapat
restoran yang menjual masakan Indonesia bernama Waroeng Padang Lapek, pemilik
dan pekerjanya orang Indonesia. Tempat pelarian tatkala malas dengan menu
makanan eropa.
Beberapa hari sebelum pulang, kami pindah
ke sebuah apartemen di Kota Amsterdam, yang aku lupa namanya, tapi dekat
Stasiun Kereta Sloterdijk. Saat bermalam di sini, paginya aku berjalan kaki
melihat suasana lingkungan dan mengunjungi Erasmus Park. Kami juga mengunjungi
Zansee Schans, desa tradisional yang berada di utara Amsterdam. Keunikan dari
desa ini adalah masih adanya kincir angin yang berfungsi. Selain itu kami
melakukan wisata air menelusuri Amsterdam Canals dengan menaiki kapal wisata,
alih-alih menikmati suasana kota dari kapal yang terjadi justru ngantuk dan
tidur di kapal lantaran kelelahan.
Aku suka dengan arsitektur rumah dan
gedung di Belanda. Terutama saat mengunjungi wilayah pesisir Volendam untuk
membeli oleh-oleh. Sepanjang jalan menuju ke sana menyaksikan perkampungan yang
dikelilingi dengan tanah pertanian. Suasanya berbeda dengan pusat kota Den Haag
atau Amsterdam yang dipenuhi gedung-gedung. Pemukiman di Volendam sangat rapi
dan bersih, bila melihat langsung terasa seperti lukisan. Wilayah pesisir ini
banyak dikunjungi oleh wisatawan.
Belgia
Kunjunganku ke Brussel, ibukota Belgia,
kulakukan di sela-sela kunjungan ke Belanda. Jarak ke Brussel dari Belanda
hanya sekitar 2 jam melalui perjalanan darat menggunakan mobil menuju arah
selatan. Dalam waktu yang singkat, kami mengunjungi Atomium, monumen berbentuk
kristal besi setinggi 103 meter, terdiri dari sembilan bola baja. Meskipun masing-masing
bola bisa dikunjungi, tapi kami hanya menikmatinya dari luar. Kemudian kami
mengunjungi Royal Galerry of Saint Hubert dan Grand Palace yang berada di
lokasi yang sama.
Royal Gallery of Saint Hubert adalah
sebuah gedung pusat budaya dan perbelenjaan yang terkenal di Brussel. Yang
mengesankan dari tempat ini adalah arsitektur gedungnya yang klasik. Sementara
Grand Palace sebuah alun-alun yang dikelilingi oleh bangunan Balai Kota
Brussel. Saat itu kunjungan kami malam hari, pemandangan gedung yang dihiasi
lampu terlihat sangat cantik. Tidak jauh dari situ, terdapat Manneken Pis, patung
terkenal berupa anak kecil yang sedang pipis.
Saat itu aku teringat sosok mendiang Karl
Marx yang pernah tinggal di Brussel. Berdasarkan informasi dari google terdapat
bangunan yang dulunya ditempati Marx dan keluarga, berjarak sekitar 2 kilometer
dari Grand Palace. Niat hati ingin memisahkan diri dari rombongan dan mencari
dan mengunjungi rumah tersebut, tapi sayang itu tidak memungkinkan, karena
waktu kunjungan yang kami miliki sangat terbatas. Setelah makan malam di sebuah
restoran, kami kembali ke Belanda.
Bangkok, Ibu Kota Thailand, telah
kukunjungi sebanyak dua kali. Kunjungan pertama pada tanggal 18-22 Januari 2024
karena urusan pekerjaan. Aku dan rombongan (Pak Ichsan, Boim, Nana, dan Desi) bermalam di daerah Pratunam
agar dekat dengan kantor Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Bangkok,
tempat kegiatan pelatihan kepemiluan diselenggarakan.
Kota ini banyak sekali kuil atau candi yang
dalam bahasa lokal disebut Wat. Aku mengunjungi dua Wat yang populer yaitu Wat
Pho dan Wat Arun. Di sepanjang gang di sekitar hotel tempat kami bermalam
banyak sekali tempat pijat, termasuk di lobi hotel kami. Dengan biaya sekitar
150 ribu, aku mencoba merasakan pijatan orang Bangkok, ternyata enak dan
melegakan. Untuk pusat perbelanjaan, aku mengunjungi Chathuchak Weekend Market,
Siam Square, dan Platinum Mall. Suatu pagi aku berjalan kaki sendiri mengunjungi
Lumpini Park, sebuah taman besar di tengah kota yang dilengkapi banyak
fasilitas. Di luar taman terdapat pasar rakyat yang sayur, buah, kudapan, dan
lain-lain.
Kunjungan kedua setahun kemudian atau
pada tanggal 26-31 Juli 2025 bersama Istri dan kedua Anakku. Perjalanan ke
Bangkok yang kedua ini lebih eksploratif dibandingkan dengan kunjungan yang pertama.
Cerita perjalanannya sudah kudokumentasikan dalam catatan Sawadikap, Bangkok!
Ketika mendarat di Bandara Internasional
Ninoy Aquino dan melanjutkan perjalanan menuju pusat Kota Manila, aku terkejut
dengan pemandangan yang kulihat dari dalam mobil di jalan tol. Pemukiman warga
yang padat dan kumuh. Saat itu aku dan rombongan (Maiwan, Ayun, dan Haryo) berkunjung
ke Manila, Ibukota Filipina, tanggal 26-30 Januari 2024 untuk urusan pekerjaan
di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Manila.
Di pusat kota Manila memang ada kawasan
elit bernama Makati yang nampak rapi dan bersih. Di kawasan itulah lokasi KBRI
berada, juga The Mini Suites Eton Tower Makati, hotel tempat kami bermalam
selama di Manila. Tapi di luar kawasan Makati, suasananya serupa dengan daerah pemukiman
padat di Jakarta.
Di Manila ada aturan tidak boleh merokok sembarangan
di ruang publik. Jika melanggar bisa dikenakan denda maksimal 1.500 peso atau
setara dengan 500 ribu rupiah. Selama di Manila aku tidak pernah melihat area
merokok yang disediakan di luar ruangan, hanya di dalam Mall atau restoran yang
kukunjungi. Larangan merokok seperti itu sebelumnya juga diberlakukan di Kota
Davao, Filipina. Tapi konon masyarakat setempat gemar minum alkohol. Di hotel
tempatku menginap tersedia mini market Alfamart yang menjual secara terbuka
ragam jenama minuman keras.
Selama di Manila aku mengunjungi Fort
Santiago, sebuah benteng bersejarah yang dulu diduduki oleh penjajah Spanyol.
Pahlawan Nasional Filipina, Jose Rizal, dulu pernah dipenjara di benteng ini.
Di sekitar Benteng juga banyak bangunan-bangunan tua, seperti Casa Manila,
sebuah museum yang menampilkan gaya hidup keluarga kaya Filipina di masa
penjajahan Spanyol. Di sepanjang jalan di depan Casa Manila, banyak tenda-tenda
penjual makanan, cendramata, lukisan, dan lain-lain yang suasanya terlihat
ramai.
Tarnsportasi lokal yang populer dan masih
beroperasi adalah Jeepney, seperti mobil oplet di Jakarta. Ada juga Tricycle
yang mirip Bajaj. Saat pulang dari Fort Santiago, kami bertiga naik Tricycle.
Sebelum naik kami dan sopir sepakat dengan ongkos 150 peso, setiba di lokasi
tujuan sopir minta ongkos 450 peso, ternyata dia menghitung 3 orang dengan
ongkos masing-masing 150 peso. Aneh!
Inggris
Aku dan rombongan (Pak Ferdinan, Bu
Yusti, Pak Bachtiar, dan Maria) berangkat ke London pada tanggal 2 Februari
2024 menggunakan maskapai Emirates. Kami mendarat di Bandara Internasional
Heathrow disambut dengan cuaca dingin. Kunjungan ke London ini untuk urusan pekerjaan
yang terpusat di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) London. Sebelum
menuju ke rumah sewa di Hartham Road, kami mampir ke Wembley Stadium, stadion
nasional sepak bola Inggris yang di sekitarnya banyak pertokoan dan restoran.
Rumah hunian kami di Hartham sangat
menyenangkan. Terdiri dari tiga lantai dengan lima kamar tidur. Peralatan dapur
lengkap dan tersedia juga mesin cuci dan pengeringnya. Di area belakang ada
ruang terbukanya. Di dekat situ ada juga Caledonia Park, sebuah taman yang di
pohon-pohonnya kulihat banyak tupai.
Hartham Road juga dekat dengan Emirates
Stadium, kandang klub sepakbola Arsenal, berjarak sekitar 1,1 mil atau 2
kilometer. Satu pagi kami berjalan kaki bersama mengunjungi Emirates Stadium.
Di sekiling stadion banyak patung-patung pemain legenda Arsenal seperti Dennis
Bergkamp, Tony Adams, Thierry Henry dan lain-lain.
Selama di London kami memiliki kesempatan
mengunjungi beberapa tempat atau bangunan populer seperti Big Ben, lonceng
besar yang ada di menara gedung parlemen Inggris. Juga London Bridge yang
kutahu dari lagu anak-anak. Kemudian mengunjungi istana kerajaan Buckingham
Palace, dan Highgate Cemetery, sebuah pemakaman umum tempat Karl Marx dan
istrinya, Jenny, dikuburkan. Ironisnya untuk masuk ke Highgate Cemetery
pengunjung dikenakan biaya masuk sebesar 6 poundsterling per orang.
Selain London, kami juga berkesempatan
mengunjungi Kota Manchester dan menginap satu malam. Tentu saja kami
mengunjungi Old Trafford, kandang klub sepakbola Manchester United, sayangnya ketika
tiba di lokasi cuaca sedang hujan, jadi tak bisa santai menikmati suasana tapi
sempat berfoto di patung legendaris The United Trinity (Sir Bobby Charlton,
Denis Law, dan George Best).
Rumah tempat kami bermalam juga dekat
dengan lokasi patung Friedrich Engels, sahabat dari Karl Marx, yang berada di
Tony Walson Place, area perkantoran modern di Manchester, yang saat itu aku
kunjungi dengan berjalan kaki. Dari informasi yang kutelusuri patung Engels itu
dulunya berada di sebuah desa di Ukrania, namun karena Pemerintahan Ukraina
melarang simbol yang berkaitan dengan Soviet patung tersebut dipotong dan
dibuang. Seorang seniman bernama Phil Collins kemudian menemukan patung
tersebut dan membawanya ke Manchester.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar