Sabtu, 20 September 2025

Sembilan Belas Kota, Dua Belas Negara



Catatan ini adalah dokumentasi perjalananku ke sembilan belas kota di dua belas negara sejak tahun 2018 sampai dengan tahun 2025, yang kukunjungi bersama keluargaku maupun rekan kerja. Dua belas negara itu adalah Arab Saudi, Australia, Singapura, Malaysia, Korea Selatan, Amerika Serikat, Qatar, Belanda, Belgia, Thailand, Filipina, dan Inggris.  Sejauh mana pun aku pergi, Indonesia dengan segala keterbatasannya selalu dirindukan.


Saudi Arabia

Pergi ke Saudi Arabia merupakan pengalaman pertamaku pergi ke luar negeri. Beberapa bulan setelah bapak meninggal di tahun 2017, Ibu mengajak anak-anaknya pergi umrah, tepatnya pada bulan Januari-Februari 2018. Untuk keperluan umrah itu, pertama kali juga aku mengurus pembuatan paspor. Catatan mengenai proses pembuatan paspor terurai dalam tulisan Akhirnya Aku Punya Paspor.  

Perjalanan ini telah kudokumentasikan dalam tulisan Ziarah ke Madinah-Mekkah. Di tulisan itu kuceritakan pengalamanku tentang sikap petugas imigrasi Bandara Internasional King Abdulaziz Jeddah yang menjengkelkan, kebingunganku tentang salat jenazah di Masjid Nabawi, dan lain-lain. Aku lebih suka Madinah karena suhunya lebih dingin dan kotanya lebih rapi dibandingkan Makkah.
 

Australia

Keberangkatanku ke Kota Melbourne, ibukota negara bagian Victoria yang terletak di Australia, dalam rangka menjalankan tugas pelatihan bagi Panitia Pengawas Pemilu Luar Negeri sebagai persiapan pengawasan penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden serta Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Tahun 2019 yang diselenggarakan secara serentak, khususnya di negara-negara bagian di Australia.
 
Keberangkatannya penuh drama karena di waktu yang telah ditentukan, Maret 2019, di mana acara akan berlangsung di Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) untuk Melbourne, visaku dan beberapa orang dalam tim dari Jakarta (Malik, Widodo, Hendro, dan Awalia) justeru belum terbit. Yang membuat kami khawatir karena peserta telah hadir dari beberapa negara bagian dan menunggu kehadiran kami di Melbourne.
 
Saat itu kami mencoba untuk tetap berangkat ke Bandara Soekarno-Hatta dengan membawa semua perlengkapan kegiatan dan pribadi, sambil berharap visa akan terbit saat kami sudah di bandara. Setelah menunggu di bandara, kami harus pulang kembali ke rumah masing-masing karena visa belum juga terbit. Keesokan harinya, aku yang sudah putus asa mendapat kabar kami bisa berangkat hari itu juga karena visa telah terbit. Menggunakan maskapai penerbangan Garuda Air akhirnya kami terbang ke Melbourne.
 
Aku lupa berapa hari tinggal di Melbourne. Kemungkinan hanya dua hari. Kami bermalam Park Regis Griffin Suites, sebuah motel yang letaknya berdekatan dengan KJRI Melbourne. Selain melakukan pelatihan, kami juga menyempatkan mengunjungi beberapa tempat seperti Middle Brighton Beach dan Melbourne Port, serta makan malam dengan menu daging kanguru di sebuah restoran yang aku lupa namanya. Kunjungan kami bertepatan dengan pelaksanaan ajang Formula 1 di Sirkuit Albert Park, di mana suara mobil saat balapan terdengar dari halaman KJRI, karena sirkuit Albert Park berada persis di seberang Gedung KJRI.
 

Singapura

Setelah menyelesaikan pekerjaan kantor yang diselenggarakan di Kota Batam, pagi hari  tanggal 3 April 2019, aku dan rombongan menyeberang ke Singapura menggunakan kapal ferry dari Pelabuhan Batam Center. Saat itu uang pembayaran transport dikumpulkan secara kolektif, masing-masing orang membayar 300ribu untuk pulang-pergi.

Setelah hampir satu jam menyeberang, kami sampai di Harbour Front, pelabuhan di Singapura. Bagian Imigrasi Singapura baru saja membuka loket, karena memang kapal yang kami tumpangi adalah kapal pertama yang tiba di Harbour Front. Setelah melalui keimigrasian, ada petugas lain yang melakukan pemeriksaan secara acak. Saat itu salah satu teman diperiksa karena gayanya yang tengil. Aku kemudian ikut diperiksa karena temanku itu ditanyakan oleh petugas bersama siapa saja dia datang. Saat diperiksa aku baru tahu kalau petugas itu dari lembaga yang mengurusi soal narkotika, kalau di Indonesia seperti Badan Narkotika Nasional (BNN).

Petugas itu ternyata bisa bahasa melayu. “Kamu pakai narkoba?” tanya pertugas kepadaku. “tidak” jawabku. “Tapi matamu seperti pemakai. Jujur aja. Pernah pakai narkoba gak?” tanyanya lagi mengejutkan. “Kalau dulu pernah, tapi sekarang sudah tidak” jawabku. “minum gak?” pertanyaan petugas itu benar-benar meneror secara psikologis. Kujawab tidak. Akhirnya aku dipersilakan untuk melanjutkan ke pintu keluar. Kami kemudian sarapan dulu di restoran yang ada di area pelabuhan sambil menunggu teman kami yang tertahan oleh petugas karena harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

Setelah rokok persediaannya disita, temanku dilepaskan. Kami kemudian naik MRT menuju area Universal Studio. Kami tidak masuk ke dalamnya, tapi hanya keliling-keliling di area luarnya. Lalu naik bus menuju Merlion Park, yang terdapat ikon Singapura berbentuk tugu singa yang mengeluarkan air dari mulutnya. Kami kemudian naik bus kembali menuju Johor Bahru, Malaysia, berkunjung ke tempat perbelanjaan Johor Premium Outlet (JPO).

Pulang dari JPO kami naik mobil sewa dan harus melewati lagi bagian keimigrasian di perbatasan Malaysia-Singapura untuk menuju pelabuhan dan naik kapal jam 9 malam. Tapi di keimigrasian kami diminta berhenti, turun, dan masuk ke kantor imigrasi Singapura. Entah diperiksa untuk apa, tapi kami harus menunggu lama. Karena itulah kami telat naik kapal dan harus mengeluarkan uang lagi untuk naik kapal lain yang masih tersedia dan merupakan kapal terakhir. Jika tidak, kami harus menginap untuk menunggu penyeberangan keesokan harinya.

Kunjungan kedua ke Singapura kulakukan bersama istriku, Afidah dan kedua anakku, Madiba dan Kayo saat melakukan perjalanan Singapura-Johor Bahru pada tanggal 18-20 Januari 2025 yang telah kudokumentasikan dalam catatan Jalan-Jalan ke Singapura-Johor Bahru.


Malaysia

Total sudah lima kali aku mengunjungi Malaysia. Kunjungan pertama saat berkunjung ke Johor Premium Outlet di Johor Bahru yang sudah kuceritakan saat berkunjung ke Singapura. Kunjungan kedua ke Kuala Lumpur bersama istriku, Afidah dan kedua anakku, Madiba dan Kayo pada tanggal 4-7 November 2019. Ini pengalaman pertama bagi Madiba dan Kayo berpergian ke luar negeri. Selama empat hari tiga malam kami mengunjungi beberapa tempat seperti Jalan Alor, Batu Caves, KLCC Park, Berjaya Times Square, Dataran Merdeka, Central Market, dan Petaling Street. Catatan perjalanan ke Kuala Lumpur ini telah kudokumentasikan dan bisa dilihat dalam tulisan Berwisata Ke Kuala Lumpur Empat Hari Tiga Malam.

Kunjungan ketiga ke Malaysia adalah ke Tawau, kota yang ada di Negeri Sabah, bagian dari Malaysia yang letaknya di atas pulau Kalimantan. Aku mengunjungi Tawau pada tanggal 24-26 September 2023 untuk urusan pekerjaan melakukan pelatihan bagi Panitia Pengawas Pemilu Luar Negeri (Panwaslu LN) lima kota dari dua negara (Malaysia dan Filipina) sebagai persiapan Pengawasan Pemilu Serentak 2024. Untuk efektifitas, pelaksanaannya dipusatkan di Tawau, tepatnya di Gedung Konsulat Republik Indonesia (KRI).

Untuk menuju ke Tawau, aku dan kedua teman kerjaku, Nana dan Subhan terbang dulu ke Kuala Lumpur jam 6 pagi menggunakan maskapai Batik Air. Dilanjutkan dengan penerbangan Kuala Lumpur ke Tawau jam 1 siang menggunakan maskapai MYAirline. Di Tawau Airport kami dijemput oleh staf KRI yang juga anggota Panwaslu Tawau dan langsung menuju lokasi pelatihan.

Meskipun bagian dari Malaysia, suasana Tawau sangat kontras dengan Kuala Lumpur. Berada di kota ini seperti berada di Kota Tarakan, Provinsi Kalimantan Utara. Tidak banyak yang kulakukan selama 2 hari di sini selain mengisi pelatihan dan keliling sekitar hotel. Kami bermalam di Marco Polo Hotel. Tidak jauh dari hotel, aku bisa berjalan kaki menuju pesisir laut atau dekat pelabuhan, di mana di sana ada signboard atau papan penanda bertulikan Tawau dalam aksara arab.

Kunjungan keempat di Malaysia kulakukan pada 22-25 April 2024 ke Kuala Lumpur juga untuk urusan pekerjaan. Kali ini bersama dengan pihak kepolisian dan kejaksaan karena terkait dengan pelaksanaan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas tindak pidana Pemilu yang dilakukan oleh Anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri Kuala Lumpur. Perkara ini menjadi sejarah dalam kepemiluan Indonesia, karena untuk pertama kalinya pelanggaran Pemilu yang terjadi di luar negeri bisa ditangani dan diselesaikan di peradilan. Dalam kunjungan ini, kami menyempatkan mengunjungi Genting Highland dan makan malam di Jalan Alor.

Kunjungan kelima ke Johor Bahru kulakukan bersama istriku, Afidah dan kedua anakku, Madiba dan Kayo saat melakukan perjalanan Singapura-Johor Bahru pada tanggal 18-20 Januari 2025 yang telah kudokumentasikan dalam catatan Jalan-Jalan ke Singapura-Johor Bahru.
 

Korea Selatan

Selama enam hari atau pada tanggal 2-7 Agustus 2023 aku dan rombongan (Pak Boy, Bu Yusti, Maria, Subhan, Desi) melakukan perjalanan ke Kota Seoul untuk suatu pekerjaan. Cuaca saat itu sedang panas ektrim. Akibat cuaca ektrim itu terdapat puluhan peserta Jambore Pramuka Se-Dunia (yang diselenggarakan di Seoul saat itu) meninggal dan ratusan peserta lainnya mengalami sakit.

Dari Jakarta kami langsung terbang menuju Bandara Internasional Incheon yang letaknya ada di Kota Incheon, berjarak sekitar 52 km dari Kota Seoul. Selama di Seoul, kami bermalam di The Stay Hotel di Myeongdong, daerah pusat berbelanjaan yang ramai, terutama malam hari. Kawasan Myeongdong yang berupa gang-gang ini banyak sekali pertokoan dan restoran.

Aku punya kebiasaan jalan atau lari pagi setiap pergi ke kota di luar negeri, karena selain olah raga aku punya kesempatan melihat-lihat suasana sekitar dengan suasana sepi dan sejuk. Aku mengunjungi Seoul City Hall dan Sungai Cheonggye yang berjarak sekitar 2 kilometer dari hotel. Saat itu di lapangan City Hall terdapat persiapan acara peringatan tragedi Itaewon, sebuah perayaan helloween yang menyebabkan ratusan orang meninggal akibat berdesak-desakan dalam keramaian pada sebuah gang di daerah Itaewon, pada tanggal 29 Oktober 2022. Sementara Sungai Cheonggye, meski berada di tengah kota yang padat, airnya sangat jernih, segar, dan bersih. Selain itu disediakan juga jalur pedestrian di tepiannya. Letak Sungai Cheonggye tidak jauh dari City Hall.

Ada beberapa tempat yang kami kunjungi selama di Seoul, seperti Menara Seoul di Namsan, Kampung Hanoi Bukchon, dan Starfield Coex Mall. Untuk menuju Menara Seoul kami harus naik Cable Car atau kereta gantung denga biaya sebesar 14 ribu won (1 won setara dengan 11 rupiah). Meski tidak masuk ke menaranya, aku masih bisa lihat pemandangan Kota Seoul dari atas karena area menara ini berada di ketinggian. Di sekitar menara terdapat pagar-pagar kawat tempat menaruh gembok-gembok pengunjung sebagai simbol harapan.

Kampung Hanok Bukchon adalah sebuah perkampungan yang di dalamnya banyak berdiri rumah-rumah tradisional yang menurutku unik-unik. Karena kampung ini berpenghuni, setiap pengunjung diimbau untuk tidak membuat kebisingan yang dapat mengganggu warga setempat saat berkeliling. Sementara yang menarik di Starfield Coex Mall adalah terdapat perpustakaan yang ikonik di dalam Mall. Koleksi bukunya sangat banyak. Tapi sayangnya saat aku ke sana pengunjungnya terlalu ramai, jadi kurang bisa menikmati suasana.

Kami juga sempat mengunjungi Istana Kyongbokkung, sebuah istana yang letaknya berada di bagian utara dari City Hall atau Sungai Cheonggye. Kawasan istana ini sangat luas. Banyak pengunjung yang menyewa pakaian tradisional yang dipakai untuk berkeliling dan foto di area istana ini.

Mencari menu makan utama sedikit repot selama di Seoul, karena menghindari makanan yang ada kandungan babinya. Untungnya kami menemukan kedai Bakso Bejo, kedai milik orang Indonesia yang menjual masakan-masakan Indonesia, lokasinya ada di Myeongdong, tidak jauh dari hotel. Jadi untuk beberapa hari, kami selalu berkunjung ke kedai itu.

Suatu hari aku merasakan transportasi publik berupa bus dan MRT. Sepulang dari KBRI Seoul, aku memutuskan untuk berpisah dengan rombongan, kemudian bersama dua mahasiswi Indonesia yang sedang mengambil studi doktoral di Korea Selatan naik bus untuk menuju sebuh stasiun kereta yang aku lupa namanya. Tapi tujuan kami sama ke Myeongdong. Peron dalam stasiun keretanya terasa panas, sangat tidak nyaman. Lebih nyaman peron MRT di Jakarta.

 
Amerika Serikat

Perjalanan udara selama dua puluh dua jam merupakan perjalanan terlama dan terjauh yang pernah aku alami. Saat itu aku dan rombongan (Pak Herwyn, Bu Yusti, Pak Tri, Maria, Ayun, dan Fajar) melakukan perjalanan ke New York, Amerika Serikat, 4-9 Oktober 2023. Menggunakan maskapai Qatar Airline dari Jakarta kami menuju Doha, Qatar, selama delapan jam untuk melakukan transit dan melanjutkan perjalanan ke New York selama kurang lebih empatbelas jam dan mendarat di Bandara Internasional John F. Kennedy yang lokasinya ada di Queens.

Selama beberapa hari kami bermalam di Hotel Pergola di Queens. Sementara kegiatan resmi berlangsung di Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) New York yang ada di Manhattan. Di hari ketiga atau keempat kami pindah ke rumah persewaan di Manhattan. Queens atau Manhattan merupakan borough atau satuan wilayah yang ada di New York sebagai negara bagian, borough lainnya seperti Broklyn, The Bronx dan lain-lain. Queens terletak di pulau yang terpisah dengan Manhattan. Berbeda dengan Manhattan yang terlihat dengan gedung-gedung tinggi perkantoran dan keramaiannya, Queens justeru terlihat lebih hening dan banyak pemukiman.

Saat di Hotel Pergola aku bertemu dan berbincang dengan Andhika, mantan pemain keyboard grup musik Peterpan. Ternyata dia bermalam di hotel yang sama. Dia rupanya memiliki agen travel untuk orang Indonesia yang ada di Amerika Serikat.

Beberapa tempat kami kunjungi selama di New York seperti area bisnis Wall Street, Jembatan Broklyn yang ikonik, Patung Liberty, Time Square, monumen peringatan tragedi 11 September, Markas Perserikatan Bangsa-Bangsa,  dan yang paling kusuka adalah Central Park, taman kota yang sangat besar terletak di Manhattan, di taman itulah John Lennon dibunuh, atau adegan Kelvin McCallister lari dari kejaran penjahat di film Home Alone. Sebenarnya banyak museum di sekitar Central Park, tapi tak bisa kukunjungi karena keterbatasan waktu. Time Square adalah tempat yang paling tidak kusukai karena kotor, bau, dan dipenuhi orang-orang yang berfoto-foto.

Aku suka dengan cuaca New York yang saat itu sedang musim gugur. Udara terasa dingin meski tetap ada sinar matahari. Untuk pengalaman pertama, aku melaksanakan salat jumat dengan khatib dan imam seorang Afrikan-American berbahasa inggris di Masjid Islamic Cultural Center New York di Manhattan. Selama di New York, kami menyewa mobil dan sopirnya untuk transportasi keseharian, jadi aku tak sempat mencoba transportasi publiknya.
 

Qatar

Sebanyak dua kali aku pernah mengunjungi Doha, ibukota Qatar. Negara dengan kandungan minyak dan energi listrik yang melimpah. Kunjungan pertama pada tanggal 10 Oktober 2023, saat perjalanan pulang dari New York. Karena waktu transit yang lama (melewati satu malam) di Doha, aku dan rombongan memutuskan untuk menginap di Kota Doha.

Dari bandara kami memesan taksi menuju Warwick Hotel tempat kami menginap. Setelah menyimpan barang di kamar, kami diajak keliling Pak Syahrial, WNI kenalan kami yang tinggal di Doha dan bekerja di perusahaan minyak di Qatar, juga anggota Panwaslu Doha. Malam itu kami mengunjungi Warung Bu Mariam, restoran milik orang Indonesia. Senangnya kami akhirnya bertemu dengan bakso dan masakan Indonesia lainnya, setelah bersusah hati menikmati makanan di New York. Usai makan malam kami pergi ke pasar tradisional Souq Waqif, mencari oleh-oleh dan mencicipi Kunafa, kudapan khas timur tengah yang rasanya manis. Kami juga diajak keliling kota dan melihat banyak sekali pohon yang di batangnya diberikan penerangan lampu.

Kunjungan kedua ke Doha pada tanggal 8 Februari 2024, saat transit dalam perjalanan pulang dari London. Pada kunjungan kedua ini aku tidak bermalam di Doha, karena waktu transit hanya beberapa jam. Aku keliling kota di siang hari, mampir ke Warung Bu Mariam, dan berkunjung ke Villagio Mall Doha.
 

Belanda

Cuaca Den Haag selalu nampak mendung, kemudian turun hujan. Angin juga terasa sangat kencang. Saat aku berjalan kaki terasa seperti didorong oleh angin. Begitulah cuaca Kota Den Haag, Belanda saat aku mengunjunginya pada 1-6 November 2023, menggunakan maskapai Etihad Airways yang transit ke Abu Dhabi terlebih dahulu. Dikenal sebagai kota sepeda, karena banyak warganya yang menggunakan sepeda untuk beraktifitas. Sepanjang jalan selalu kulihat ada sepeda yang terparkir di pinggir jalan. Bahkan sepeda jenama Brompton hanya dikunci dan ditinggalkan begitu saja di pinggir sebuah jalan.

Selama di Den Haag, aku dan rombongan (Pak Herwyn, Pak Ferdinand, Bu Yusti, Pak Deddy, Pak Syaiful, dan Maria) bermalam di Ibis Hotel yang ada di Jan Hendrikstraat atau Jalan Jan Hendrik. Lokasi hotel ini dekat dengan lokasi Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Den Haag, tempat kegiatan pelatihan kepemiluan akan dilaksanakan. Hanya berjarak sekitar 2 kilometer dari Ibis Hotel. Lokasi KBRI Den Haag berdekatan dengan Peace Palace, istana perdamaian tempat bermarkasnnya Mahkamah Internasional.

Persis di belakang Ibis Hotel, terdapat banyak restoran dan pusat perbelanjaan. Yang menyenangkan adalah terdapat restoran yang menjual masakan Indonesia bernama Waroeng Padang Lapek, pemilik dan pekerjanya orang Indonesia. Tempat pelarian tatkala malas dengan menu makanan eropa.

Beberapa hari sebelum pulang, kami pindah ke sebuah apartemen di Kota Amsterdam, yang aku lupa namanya, tapi dekat Stasiun Kereta Sloterdijk. Saat bermalam di sini, paginya aku berjalan kaki melihat suasana lingkungan dan mengunjungi Erasmus Park. Kami juga mengunjungi Zansee Schans, desa tradisional yang berada di utara Amsterdam. Keunikan dari desa ini adalah masih adanya kincir angin yang berfungsi. Selain itu kami melakukan wisata air menelusuri Amsterdam Canals dengan menaiki kapal wisata, alih-alih menikmati suasana kota dari kapal yang terjadi justru ngantuk dan tidur di kapal lantaran kelelahan.

Aku suka dengan arsitektur rumah dan gedung di Belanda. Terutama saat mengunjungi wilayah pesisir Volendam untuk membeli oleh-oleh. Sepanjang jalan menuju ke sana menyaksikan perkampungan yang dikelilingi dengan tanah pertanian. Suasanya berbeda dengan pusat kota Den Haag atau Amsterdam yang dipenuhi gedung-gedung. Pemukiman di Volendam sangat rapi dan bersih, bila melihat langsung terasa seperti lukisan. Wilayah pesisir ini banyak dikunjungi oleh wisatawan.
 

Belgia

Kunjunganku ke Brussel, ibukota Belgia, kulakukan di sela-sela kunjungan ke Belanda. Jarak ke Brussel dari Belanda hanya sekitar 2 jam melalui perjalanan darat menggunakan mobil menuju arah selatan. Dalam waktu yang singkat, kami mengunjungi Atomium, monumen berbentuk kristal besi setinggi 103 meter, terdiri dari sembilan bola baja. Meskipun masing-masing bola bisa dikunjungi, tapi kami hanya menikmatinya dari luar. Kemudian kami mengunjungi Royal Galerry of Saint Hubert dan Grand Palace yang berada di lokasi yang sama.

Royal Gallery of Saint Hubert adalah sebuah gedung pusat budaya dan perbelenjaan yang terkenal di Brussel. Yang mengesankan dari tempat ini adalah arsitektur gedungnya yang klasik. Sementara Grand Palace sebuah alun-alun yang dikelilingi oleh bangunan Balai Kota Brussel. Saat itu kunjungan kami malam hari, pemandangan gedung yang dihiasi lampu terlihat sangat cantik. Tidak jauh dari situ, terdapat Manneken Pis, patung terkenal berupa anak kecil yang sedang pipis.

Saat itu aku teringat sosok mendiang Karl Marx yang pernah tinggal di Brussel. Berdasarkan informasi dari google terdapat bangunan yang dulunya ditempati Marx dan keluarga, berjarak sekitar 2 kilometer dari Grand Palace. Niat hati ingin memisahkan diri dari rombongan dan mencari dan mengunjungi rumah tersebut, tapi sayang itu tidak memungkinkan, karena waktu kunjungan yang kami miliki sangat terbatas. Setelah makan malam di sebuah restoran, kami kembali ke Belanda.

 
Thailand

Bangkok, Ibu Kota Thailand, telah kukunjungi sebanyak dua kali. Kunjungan pertama pada tanggal 18-22 Januari 2024 karena urusan pekerjaan. Aku dan rombongan (Pak Ichsan, Boim,  Nana, dan Desi) bermalam di daerah Pratunam agar dekat dengan kantor Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Bangkok, tempat kegiatan pelatihan kepemiluan diselenggarakan.

Kota ini banyak sekali kuil atau candi yang dalam bahasa lokal disebut Wat. Aku mengunjungi dua Wat yang populer yaitu Wat Pho dan Wat Arun. Di sepanjang gang di sekitar hotel tempat kami bermalam banyak sekali tempat pijat, termasuk di lobi hotel kami. Dengan biaya sekitar 150 ribu, aku mencoba merasakan pijatan orang Bangkok, ternyata enak dan melegakan. Untuk pusat perbelanjaan, aku mengunjungi Chathuchak Weekend Market, Siam Square, dan Platinum Mall. Suatu pagi aku berjalan kaki sendiri mengunjungi Lumpini Park, sebuah taman besar di tengah kota yang dilengkapi banyak fasilitas. Di luar taman terdapat pasar rakyat yang sayur, buah, kudapan, dan lain-lain.

Kunjungan kedua setahun kemudian atau pada tanggal 26-31 Juli 2025 bersama Istri dan kedua Anakku. Perjalanan ke Bangkok yang kedua ini lebih eksploratif dibandingkan dengan kunjungan yang pertama. Cerita perjalanannya sudah kudokumentasikan dalam catatan Sawadikap, Bangkok!

 
Filipina

Ketika mendarat di Bandara Internasional Ninoy Aquino dan melanjutkan perjalanan menuju pusat Kota Manila, aku terkejut dengan pemandangan yang kulihat dari dalam mobil di jalan tol. Pemukiman warga yang padat dan kumuh. Saat itu aku dan rombongan (Maiwan, Ayun, dan Haryo) berkunjung ke Manila, Ibukota Filipina, tanggal 26-30 Januari 2024 untuk urusan pekerjaan di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Manila.

Di pusat kota Manila memang ada kawasan elit bernama Makati yang nampak rapi dan bersih. Di kawasan itulah lokasi KBRI berada, juga The Mini Suites Eton Tower Makati, hotel tempat kami bermalam selama di Manila. Tapi di luar kawasan Makati, suasananya serupa dengan daerah pemukiman padat di Jakarta.

Di Manila ada aturan tidak boleh merokok sembarangan di ruang publik. Jika melanggar bisa dikenakan denda maksimal 1.500 peso atau setara dengan 500 ribu rupiah. Selama di Manila aku tidak pernah melihat area merokok yang disediakan di luar ruangan, hanya di dalam Mall atau restoran yang kukunjungi. Larangan merokok seperti itu sebelumnya juga diberlakukan di Kota Davao, Filipina. Tapi konon masyarakat setempat gemar minum alkohol. Di hotel tempatku menginap tersedia mini market Alfamart yang menjual secara terbuka ragam jenama minuman keras.

Selama di Manila aku mengunjungi Fort Santiago, sebuah benteng bersejarah yang dulu diduduki oleh penjajah Spanyol. Pahlawan Nasional Filipina, Jose Rizal, dulu pernah dipenjara di benteng ini. Di sekitar Benteng juga banyak bangunan-bangunan tua, seperti Casa Manila, sebuah museum yang menampilkan gaya hidup keluarga kaya Filipina di masa penjajahan Spanyol. Di sepanjang jalan di depan Casa Manila, banyak tenda-tenda penjual makanan, cendramata, lukisan, dan lain-lain yang suasanya terlihat ramai.

Tarnsportasi lokal yang populer dan masih beroperasi adalah Jeepney, seperti mobil oplet di Jakarta. Ada juga Tricycle yang mirip Bajaj. Saat pulang dari Fort Santiago, kami bertiga naik Tricycle. Sebelum naik kami dan sopir sepakat dengan ongkos 150 peso, setiba di lokasi tujuan sopir minta ongkos 450 peso, ternyata dia menghitung 3 orang dengan ongkos masing-masing 150 peso. Aneh!

 
Inggris

Aku dan rombongan (Pak Ferdinan, Bu Yusti, Pak Bachtiar, dan Maria) berangkat ke London pada tanggal 2 Februari 2024 menggunakan maskapai Emirates. Kami mendarat di Bandara Internasional Heathrow disambut dengan cuaca dingin. Kunjungan ke London ini untuk urusan pekerjaan yang terpusat di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) London. Sebelum menuju ke rumah sewa di Hartham Road, kami mampir ke Wembley Stadium, stadion nasional sepak bola Inggris yang di sekitarnya banyak pertokoan dan restoran.

Rumah hunian kami di Hartham sangat menyenangkan. Terdiri dari tiga lantai dengan lima kamar tidur. Peralatan dapur lengkap dan tersedia juga mesin cuci dan pengeringnya. Di area belakang ada ruang terbukanya. Di dekat situ ada juga Caledonia Park, sebuah taman yang di pohon-pohonnya kulihat banyak tupai.

Hartham Road juga dekat dengan Emirates Stadium, kandang klub sepakbola Arsenal, berjarak sekitar 1,1 mil atau 2 kilometer. Satu pagi kami berjalan kaki bersama mengunjungi Emirates Stadium. Di sekiling stadion banyak patung-patung pemain legenda Arsenal seperti Dennis Bergkamp, Tony Adams, Thierry Henry dan lain-lain.

Selama di London kami memiliki kesempatan mengunjungi beberapa tempat atau bangunan populer seperti Big Ben, lonceng besar yang ada di menara gedung parlemen Inggris. Juga London Bridge yang kutahu dari lagu anak-anak. Kemudian mengunjungi istana kerajaan Buckingham Palace, dan Highgate Cemetery, sebuah pemakaman umum tempat Karl Marx dan istrinya, Jenny, dikuburkan. Ironisnya untuk masuk ke Highgate Cemetery pengunjung dikenakan biaya masuk sebesar 6 poundsterling per orang.

Selain London, kami juga berkesempatan mengunjungi Kota Manchester dan menginap satu malam. Tentu saja kami mengunjungi Old Trafford, kandang klub sepakbola Manchester United, sayangnya ketika tiba di lokasi cuaca sedang hujan, jadi tak bisa santai menikmati suasana tapi sempat berfoto di patung legendaris The United Trinity (Sir Bobby Charlton, Denis Law, dan George Best).

Rumah tempat kami bermalam juga dekat dengan lokasi patung Friedrich Engels, sahabat dari Karl Marx, yang berada di Tony Walson Place, area perkantoran modern di Manchester, yang saat itu aku kunjungi dengan berjalan kaki. Dari informasi yang kutelusuri patung Engels itu dulunya berada di sebuah desa di Ukrania, namun karena Pemerintahan Ukraina melarang simbol yang berkaitan dengan Soviet patung tersebut dipotong dan dibuang. Seorang seniman bernama Phil Collins kemudian menemukan patung tersebut dan membawanya ke Manchester.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar