Kecelakaan itu menjadi permulaan cerita yang oleh Nathan diungkap melalui kesaksian banyak orang yang diwawancarai. Mulai dari sopir bus, sopir truk, relawan, tenaga kesehatan rumah sakit, otoritas Palestina, tentara Israel, dan tentunya Abed Salama sendiri. Tak sekadar peristiwa kecelakaan, potongan-potongan cerita itu pun mengungkapkan kehidupan bangsa Palestina dalam bayang-bayang Israel.
Buku terjemahan setebal 200 halaman terbitan Kepustakaan Populer Gramedia ini membuatku, yang tidak tahu banyak konflik Palestina-Israel, mendapat gambaran lebih dekat kehidupan bangsa Palestina yang terkekang akibat penerapan kebijakan apartheid oleh Israel yang memperlakukan mereka secara diskriminatif semacam penerbitan kartu identitas penduduk (kartu biru dan kartu hijau) dan pembangunan tembok pembatas wilayah.
Malapetaka. Sebuah penindasan dalam bentuk paling primitif, yang ironisnya dilakukan oleh 'bangsa terpilih' yang diakui kecerdasannya dan terjadi di era modern. (Jakarta, 16 Oktober 2025)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar