Jumat, 17 Oktober 2025

Sehari dalam Hidup Abed Salama


Serasa menonton film berdasarkan kisah nyata saat membaca setiap lembar buku non-fiksi Sehari dalam Hidup Abed Salama karya Nathan Thrall, jurnalis berkebangsaan Amerika yang menetap di Yerusalem ini. Sebuah laporan jurnalisme yang dikemas dengan apik dan pilu tentang kondisi warga Palestina, khususnya di wilayah Tepi Barat, di bawah pendudukan Israel. 

Sebuah kecelakaan bus sekolah yang membawa rombongan anak-anak TK dan gurunya. Bus tertabrak truk proyek milik Israel di sebuah jalan pinggir tebing saat cuaca buruk. Salah satu korban peristiwa yang terjadi pada tahun 2012 itu adalah Milad Salama, putra sulung Abed Salama, seorang warga Palestina yang tinggal di Anata, kota kecil di wilayah Al Quds, perbatasan Yerusalem dan Tepi Barat.

Kecelakaan itu menjadi permulaan cerita yang oleh Nathan diungkap melalui kesaksian banyak orang yang diwawancarai. Mulai dari sopir bus, sopir truk, relawan, tenaga kesehatan rumah sakit, otoritas Palestina, tentara Israel, dan tentunya Abed Salama sendiri. Tak sekadar peristiwa kecelakaan, potongan-potongan cerita itu pun mengungkapkan kehidupan bangsa Palestina dalam bayang-bayang Israel.

Buku terjemahan setebal 200 halaman terbitan Kepustakaan Populer Gramedia ini membuatku, yang tidak tahu banyak konflik Palestina-Israel, mendapat gambaran lebih dekat kehidupan bangsa Palestina yang terkekang akibat penerapan kebijakan apartheid oleh Israel yang memperlakukan mereka secara diskriminatif semacam penerbitan kartu identitas penduduk (kartu biru dan kartu hijau) dan pembangunan tembok pembatas wilayah.

Malapetaka. Sebuah penindasan dalam bentuk paling primitif, yang ironisnya dilakukan oleh 'bangsa terpilih' yang diakui kecerdasannya dan terjadi di era modern. (Jakarta, 16 Oktober 2025)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar