Jumat, 10 Oktober 2025

Nelson Mandela, Anak Kepala Suku Penentang Apartheid

 

Penerbit Binarupa Aksara menerbitkan buku Jalan Panjang Menuju Kebebasan Otobiografi Nelson Mandela ini pada tahun 1995, terjemahan dari buku Long Walk To Freedom The Autobiography of Nelson Mandela. Terdiri dari 623 halaman dan 8 bagian. Kisah seorang yang kehidupannya menginspirasi pemberian nama untuk anak sulungku. 

Nelson Rolihlahla Mandela lahir pada 18 Juli 1918 di sebuah desa distrik Umtata, Transkei. Transkei pernah menjadi negara saat Afrika Selatan masih berada di bawah rezim apartheid. Saat ini Transkei melebur menjadi bagian wilayah Provinsi Tanjung Timur, Afrika Selatan.

Mandela berasal dari Suku Thembu yang merupakan bagian dari bangsa Xhosa. Bangsa terbesar yang ada di Transkei. Sejak kecil ia dipanggil "Madiba", nama yang diambil dari nama Kepala Suku Thembu di abad 18. Panggilan itu menurutnya sebagai bentuk penghormatan.

Saat usianya 9 tahun, setelah ayahnya yang pernah menjabat sebagai kepala suku meninggal, Mandela kemudian diangkat menjadi anak oleh seorang wali raja, Jongintaba, yang merasa berutang budi pada ayah Mandela. Mandela kemudian akrab dengan Justice, anak laki-laki dari Jongintaba. Saat berada dalam pengasuhan Jongintaba inilah Mandela mendapatkan pendidikan modern yang dikembangkan oleh misionaris gereja. Tujuannya agar kelak Mandela dapat menjadi seorang penasihat raja.

Memasuki usia 16 tahun, dia disunat, tradisi bangsa Xhosa yang menandakan peralihan anak-anak menjadi lelaki dewasa. Tak lama kemudian, Jongintaba merencanakan perjodohan anaknya Justice dan Mandela dengan seorang gadis untuk masing-masing. Mandela dijodohkan dengan seorang gadis yang sebetulnya justru menyukai Justice. Karena menolak dijodohkan, Justice dan Mandela minggat dari rumah secara diam-diam menuju Johannesburg, kota terbesar di Afrika Selatan.

Di Johannesburg Mandela dikenalkan oleh sepupunya kepada Walter Sisulu, pekerja di sebuah agen perumahan, yang kelak menjadi sahabat dan teman perjuangannya. Mandela bercerita kepada Walter jika dirinya bercita-cita menjadi seorang pengacara. Atas bantuan Walter, Mandela kemudian bisa magang di sebuah kantor hukum milik seorang kulit putih, sambil melanjutkan pendidikan hukumnya.

Saat bekerja di kantor hukum inilah Mandela banyak bertemu dan berdiskusi dengan orang-orang yang terlibat dalam sebuah gerakan, baik yang tergabung dalam African Nastional Congress (ANC) atau Partai Komunis setempat.

Setelah berpindah-pindah kantor hukum, akhirnya Mandela bisa mendirikan kantor hukum sendiri bersama kawan lamanya, Oliver Tambo. Kantor hukum pertama di Johannesburg dengan pengacara kulit hitam. Orang-orang Afrika (kulit hitam) pada akhirnya lebih nyaman dan mempercayai kantornya untuk membantu masalah-masalah hukum yang mereka hadapi.

Di bawah sistem rezim pemerintah apartheid (kekuasaan Inggris), yang membedakan perlakuan orang kulit putih dan kulit hitam, orang-orang Afrika kulit hitam dipaksa menjadi kriminal. Orang kulit hitam yang masuk ke sebuah tempat atau fasilitas umum yang hanya diperuntukkan untuk orang kulit putih adalah sebuah kejahatan, tidak dapat menunjukkan kartu identitas di jalan juga sebuah kejahatan. Kebebasan dibatasi dan kerap mengalami penghinaan.

Kenyataan itu pada akhirnya mengubah orientasi Nelson Mandela, yang semula hanya ingin kehidupannya lebih baik dengan menjadi pengacara, berubah menjadi sosok pejuang yang tak kenal lelah menentang rezim apartheid dan mencita-citakan kehidupan bernegara yang lebih demokratis, meskipun ancaman kekerasan, penjara, dan kematian menyertainya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar