Senin, 11 November 2019

Berwisata Ke Kuala Lumpur Empat Hari Tiga Malam


Kuala Lumpur, Malaysia, jadi pilihan yang masuk akal, ketika punya keinginan berwisata ke luar negeri bersama keluarga, tapi anggaran minim. Karena dari informasi yang kudapat, biaya transportasi pesawat udara sangat terjangkau, bahkan lebih murah ketimbang jalan-jalan ke dalam negeri, seperti Batu-Malang, Bali, apalagi Raja Ampat di Papua Barat. Biaya penginapan di Kuala Lumpur juga lebih murah, dibanding di Singapura.

Aku, istriku Afidah, dan kedua Anakku, Diba (5 tahun 10 bulan) dan Kayo (3 tahun 4 bulan), masing-masing sudah memiliki Paspor. Sebelumnya pengalamanku ke luar negeri pernah pergi ke Arab Saudi saat umroh, Melbourne, Singapura, dan Johor Baru Malaysia. Tiga kota terakhir kukunjungi dalam perjalanan dinas pekerjaanku di Bawaslu. Afidah pernah ke Thailand saat dia masih kerja di LRC KJHAM, lembaga swadaya masyarakat di Kota Semarang yang konsen di isu perempuan. Sementara Diba dan Kayo sama sekali belum pernah ke luar negeri.

Catatan perjalanan ini dibuat, selain untuk memperpanjang ingatan, juga agar dapat dibaca sendiri oleh anak-anak ketika mereka beranjak besar. Selain itu, agar dapat bermanfaat sebagai informasi bagi pembaca yang mampir ke blog. Beginilah cerita kami berwisata ke Kuala Lumpur.


Persiapan: Dari Pesan Tiket Sampai Berangkat

Sebelum pesan tiket, Aku mencari informasi terlebih dahulu di internet tentang tempat-tempat wisata di Kuala Lumpur. Saat itu kupilih Kuala Lumpur City Centre (KLCC) Park, Batu Caves, Jalan Alor, Dataran Merdeka, Central Market, dan Petaling Street sebagai tempat-tempat yang akan kukunjungi.

Setelah mengulik informasi di laman airasia.com, tadinya berharap dapat kursi gratis atau setidaknya dapat harga yang murah banget, tapi tak dapat dua-duanya. Ini pengalaman pertamaku naik maskapai Air Asia. Aku pesan tiket pada tanggal 26 September 2019, untuk keberangkatan tanggal 4 November 2019 dan pulang tanggal 7 November 2019. Berempat untuk Pulang-Pergi (PP) semuanya Rp.4.159.600,-. Aku lupa rinciannya, tapi yang pasti harga tiket per orang sekitar 500 ribu, dan tiket pulang lebih mahal sedikit daripada tiket berangkat.

Untuk maskapai Air Asia, memilih kursi ternyata tak gratis. Karena khawatir duduk terpencar, akhirnya aku pilih kursi sederet untuk perjalanan PP dengan bayar sejumlah Rp.159.200,- (4 kursi x 2 PP). Untuk penerbangan internasional, Air Asia cuma menyediakan fasilitas bagasi kabin gratis dengan maksimal berat 7 kg/orang, sementara untuk bagasi check-in/terdaftar harus bayar lagi, bisa dibayar bersamaan saat beli tiket atau bayar di bandara. Karena aku berencana bawa satu koper dengan ukuran 28 inch, aku beli bagasi check-in 25 kg untuk PP dengan membayar sejumlah  Rp.395.650,-.

Selain untuk pilih kursi dan bagasi check-in, Aku harus membayar lagi untuk satu porsi makan di dalam pesawat, karena Air Asia tidak menyediakan makanan/minuman gratis. Beli satu porsi agar berhemat. Untuk keberangkatan Aku pesan Nasi Lemak Pak Nasser seharga Rp.38.000,-, sementara untuk penerbangan pulang pesan Nasi Goreng Yangzhou seharga Rp.36.900,-. Setiap harga satu porsi makan sudah termasuk air mineral. Menu makanan bisa dilihat di laman Air Asia ketika pesan tiket. Nah, jadi kalau ditotal, harga tiket pesawat PP beserta embel-embelnya, semuanya sejumlah (4.159.600+159.200+395.650+38.000+36.900) = Rp.4.789.350,-

Di hari yang sama, Aku juga memesan penginapan dengan mencari info di laman airbnb.com dan aplikasi traveloka. Aku lebih memilih apartemen daripada kamar hotel. Pertama, karena dengan pesan satu kamar khawatir ada aturan hotel lokal yang tidak membolehkan satu kamar untuk berempat. Kedua, apartemen lebih luas dibanding kamar hotel dan lebih ramah untuk bermain anak.

Aku cek beberapa apartemen dan lihat lokasinya lewat google map, dekat atau tidak dengan lokasi-lokasi tempat yang akan kutuju. Setelah membanding-bandingkan harga dari laman airbnb.com dan aplikasi traveloka, akhirnya lewat Traveloka aku pilih Victoria Home Robertson, apartemen yang berada di sekitar Jalan Pudu, wilayah Bukit Bintang, pusat kota Kuala Lumpur. Untuk 3 malam mestinya Aku membayar seharga Rp.1.435.491,-, cuma karena ada promo potongan harga dari traveloka jadi hanya dibayar sejumlah Rp.1.219.916,-.

Tiket pesawat dan penginapan sudah beres, lalu apa lagi yang perlu disiapkan?

Selain menukar uang dari rupiah ke ringgit (saat itu di Smartdeal Wahid Hasyim Jakarta, 1 RM = 3.410 rupiah), kebutuhan komunikasi dan internet juga hal penting yang perlu disiapkan. Ketimbang beli paket roaming Telkomsel yang menyediakan 1 GB untuk masa aktif 3 hari dengan harga Rp.120.000,-, Aku lebih memilih menggunakan kartu SIM lokal. Di Traveloka tersedia Tune Talk yang menyediakan 5 GB untuk masa aktif 7 hari dengan harga  Rp.89.000,-. Pesan lewat Traveloka dan kartunya bisa di ambil di konter setiba di Kuala Lumpur International Airport 2 (KLIA 2). Untuk pemesanan lewat Traveloka ini, kita harus menentukan kapan kartunya akan diambil.

“Gimana klo anak-anak ngantuk dan tidur saat berada di luar?” pertanyaan itu jadi salah satu kekhawatiranku dengan Afidah. Beruntung ada kawan kuliah dari Afidah yang berbaik hati mau meminjamkan kereta bayinya. Sebetulnya di rumah punya, tapi kondisinya kurang bagus.

Mendekati keberangkatan, Aku dan Afidah khawatir berat koper (beserta isinya) yang akan kami bawa melebihi berat bagasi check-in, yaitu maksimal 25 kg. Karena kalau kelebihan berat, tambahan harga per kilonya mahal sekali. “Di mana cari timbangan ya?” tanyaku pada Afidah. “Coba aja di toko beras, pasti punya timbangan kan” jawab Afidah. Koper kami naikkan ke mobil dan keliling, sampai akhirnya kami tiba di toko beras depan perumahan. Aneh juga kalau ke situ cuma buat numpang nimbang kan? Akhinya kami beli beras ukuran 10 kg sebagai modus, sekalian buat stok persediaan di rumah.

Jadwal keberangkatan penerbangan adalah hari Senin, 4 November 2019, pukul 13.40 WIB. Dengan barang bawaan 1 koper, 1 tas ransel, dan 1 kereta bayi, kami berangkat dari Bekasi sekitar jam 09.30 naik GrabCar menuju Terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta. Berangkat agak lebih cepat karena mengantisipasi proses imigrasi di bandara yang harus dilalui. Koper masuk bagasi, lalu kami menuju ruang tunggu dengan membawa satu tas ransel dan kereta bayi. Jam 1 lebih kami naik pesawat dan terbang menuju KLIA 2.


Hari 1: Tiba di Kuala Lumpur

Setelah menempuh penerbangan selama 2 jam, Kami tiba di KLIA 2 sekitar pukul 16.30 waktu setempat. Waktu di Kuala Lumpur lebih cepat satu jam dari Jakarta.

Setelah melalui proses keimigrasian dan pengambilan bagasi, Kami menyusuri Lantai 2 Bandara yang dipenuhi toko-toko perdagangan untuk mencari konter Tune Talk dan mengambil kartu SIM yang telah kupesan sebelumnya lewat Traveloka. Setelah ketemu, Aku menunjukkan voucher pembelian kepada penjaga konter, lalu dia memasangkan kartu dan membantu meregistrasi dengan meminjam Pasporku. Kartu SIM telah aktif. Selanjutnya kami menuju Lantai 1 untuk mencari Pintu 5, tempat penjemputan GrabCar. Sebelum memesan GrabCar, aplikasi Grab meminta update terlebih dahulu.

Kenapa pilih GrabCar? Sebetulnya ada transportasi lain seperti Kereta Express yang mahal atau Bus GO-KL yang gratis. Alasannya sederhana, karena kami bawa 2 anak, 1 koper besar, dan 1 kereta bayi, akan lebih praktis kalau naik transportasi yang bisa sampai langsung lokasi tanpa repot memindah-mindahkan barang, karena harus pindah transportasi. Di Bandara KLIA, GrabCar bebas dipesan, tidak seperti bandara-bandara di Indonesia yang membatasi taksi online.

Aku memesan GrabCar untuk tujuan langsung ke Apartemen Victoria Home Robertson dengan tarif sebesar 65 RM. Mobil yang kami tumpangi bermerek Perodua, mobil nasional Malaysia yang mirip dengan tipe mobil Sirion di Indonesia. Pengemudi keturunan India bernama Rafiq, masih muda dan bisa diajak berbahasa melayu. Di dalam mobil dia bercerita punya Pekerja Rumah Tangga orang Jawa Timur yang sudah lama bekerja di keluarganya. Satu jam kami tempuh dan tiba di Apartemen. Kami membayar tunai sebesar 72 RM karena ada tambahan biaya tol selama perjalanan.

Apartemen Robertson
Apartemen Robertson terdiri dari dua tower, sisi Utara dan sisi Selatan. Penginapan kami berada di Tower Selatan. Dalam perjalanan tadi, Aku menerima pesan WhtasApp berbahasa inggris dari pengelola apartemen yang isinya mengenai informasi waktu check-in dan check-out, unit yang akan kami gunakan, dan cara masuk ke apartemen. Jadi dari kedatangan dan kepergian nantinya kami hanya bertemu security di pos masuk untuk register tamu dengan menyerahkan Paspor.

Awalnya aku bingung, karena lewat ulasan di Traveloka, tamu-tamu yang pernah menginap di tempat yang sama harus bertemu dengan petugas untuk keperluan check-in dan check-out. Bahkan ada beberapa ulasan yang negatif terkait dengan pelayanan petugas ini, lantaran tidak selalu siaga, jadi harus menunggu lama.

Jadi lewat pesan yang kuterima itu, kami diarahkan untuk mengambil kartu akses di loker yang diberikan password. Setelah dibantu oleh tamu lain, kami bisa membuka loker tersebut dan di dalamnya terdapat kartu akses yang sudah tertera namaku, serta nomor dan kode akses unit. Dari total 46 lantai, Unit kami berada di lantai 22.

Begitu masuk ke dalam unit apartemen, kami dibuat terkesan, karena fasilitas dalam unit lumayan lengkap. Ada 2 kasur (1 besar dan 1 kecil) dalam satu kamar, dilengkapi  kamar mandi dalam, disertai sabun, sampo, dan 3 handuk. Ada rak sepatu disertai dua pasang sandal jepit, ruang keluarga yang dilengkapi sofa dan TV Internet, kursi dan meja makan, dapur beserta peralatan makan lengkap, dan mesin cuci serta deterjennya. Ada WiFi nya juga. Kekurangannya tidak ada air mineral siap minum dan sikat gigi.

Usai menaruh barang, kami bergegas pergi jalan kaki menuju Jalan Alor untuk mencari makan malam. Jarak antara apartemen ke Jalan Alor sangat dekat, mungkin sekitar 500 meter, dengan menyeberangi Jalan Pudu lewat Jembatan Penyeberangan Orang (JPO). Sebetulnya di bawah apartemen ada kedai-kedai makanan, cuma karena penasaran, kami memilih mencari makan di Jalan Alor yang begitu populer.

Kawasan Alor mungkin mirip dengan Pecinan di Semarang, hanya Jalan Alor lebih besar dan panjang. Tapi mungkin karena sudah lelah dan suasana Alor yang ramai, Kayo merengek meminta pulang ke apartemen. Dengan sedikit bujukan dan pinjaman Gawai, kami akhirnya bisa makan di salah satu kedai dengan menu sop seafood dan sotong (cumi-cumi) dengan tambahan 1 porsi nasi.  Harga makan sekitar 8-10 RM per menu, hampir samalah dengan harga menu di Jakarta.

Usai makan malam, kami pulang ke apartemen, bersitirahat sambil menikmati pemandangan suasana lampu kota dari jendela kamar. Dari jendela ini, anak-anak suka menikmati kereta monorail atau LRT yang berlalu-lalang setiap waktu.


Hari 2: Menikmati Area Publik Apartemen, Ke Batu Caves dan KLCC Park

Hari kedua kami mulai dengan sarapan mie instan dan roti, yang kami beli di Mini Market Seven Eleven di bawah apartemen tadi malam. Lalu menikmati area publik di apartemen yang berada di lantai 6. Ada kolam renang, taman, perosotan anak, kursi gantung, jogging track, peralatan fitness, dan climbing anak. Ada juga fasilitas sauna, tapi saat itu ruang sauna terkunci. Aku dan anak-anak berenang, sementara Afidah menemani dari atas kolam. Kami menyiapkan kostum dan pelampung renang untuk anak dari Bekasi karena sudah tahu apartemen menyediakan fasilitas kolam renang.

Sekitar pukul setengah 11, kami meluncur ke kawasan wisata Batu Caves dengan menggunakan GrabCar bertarif 19 RM dan waktu tempuh sekitar 20 menit. Berdasarkan info dari wikipedia, Batu Caves adalah sebuah bukit kapur, yang memiliki serangkaian gua dan kuil gua, terletak di distrik Gombak, Selangor, Malaysia. Tempat ini dinamai dari Sungai Batu, yang mengalir melewati bukit. Batu Caves juga merupakan nama desa terdekat. Gua ini adalah salah satu kuil Hindu di luar India yang paling populer, yang didedikasikan untuk Dewa Murugan. Situs ini adalah titik fokus festival Hindu Thaipusam di Malaysia.

Batu Caves
Ikon di kawasan itu adalah Patung Dewa Murugan bercat emas yang menjulang tinggi sebelum anak tangga berwarna-warni yang menuju ke dalam gua di atasnya. Di halaman, banyak sekali burung merpati. Diba dan Kayo senang bermain dengan burung-burung itu. Aku membelikan pakan burung dengan harga 3 RM, setelah tawar menawar dengan pedagang India yang memasang harga awal 5 RM. Kami tidak berniat menaiki anak tangga sampai ke Gua, tapi mencoba beberapa anak tangga dan melihat ada beberapa ekor kera. Mungkin karena cuaca yang sangat panas, anak-anak tidak betah di kawasan itu. Jam setengah 1, kami kembali ke apartemen dengan menggunakan GrabCar, kali ini dengan tarif 20 RM.

Di tengah jalan mendekati apartemen, kami turun ketika melihat ada KFC di sisi jalan Pudu, dan makan siang. Jauh-jauh ke Kuala Lumpur, makannya tetep di KFC juga. Usai makan siang, kami jalan kaki menuju apartemen, dan menyempatkan mampir ke Super Mart KK (semacam Indomaret atau Alfamartnya di Indonesia, karena aku banyak melihat di beberapa titik kota) untuk berbelanja air mineral dan keperluan makan di apartemen.

Setelah istrirahat dan tidur siang, sekitar jam setengah 5 sore kami meluncur ke KLCC Park. Taman di tengah kota yang berdekatan dengan menara kembar Petronas. Berdasarkan peta, titik terdekat menuju KLCC Park dari apartemen adalah Aquaria KLCC, lalu kujadikan tujuan untuk pemesanan GrabCar dengan tarif 8 RM. Waktu tempuh sekitar 15 menit. Kami tiba di gedung Aquaria KLCC. “Kok gak kelihatan tamannya ya?” batinku. Lalu sebelum turun dari mobil aku coba tanya ke sopir “Kalo mau ke KLCC Park lewat mana ya, Pak?” tanyaku, “Wah masih jauh, mutar dulu mungkin 1 km” jawabnya. Aku turun dengan perasaan tidak percaya atas jawaban si sopir, lalu bertanya dengan security gedung yang ada di situ. Berdasarkan petunjuknya, kami tinggal masuk gedung, lalu turun dan lurus terus, nanti keluar langsung KLCC Park. “dekat kali” jawabnya ketika kutanya soal jarak.

Akhirnya kami masuk gedung dan langsung turun ke lantai bawah dengan menggunakan eskalator. Di bawah dekat eskalator ada pintu masuk Aquaria. Aquaria ini mungkin kalau di jakarta seperti Seaword Ancol, barangkali ya. “Yah, lihat ikan!” pinta Diba. Karena dalam wisata ini kami menghindari area bermain anak berbayar, permintaan tersebut tidak kululuskan. “Diba kan pernah lihat ikan di Seaworld, ini sama aja kayak di Seaworld” alasanku mencoba meyakinkan. Berhasil! Dia tak merengek.

KLCC Park
Lalu kami berjalan lurus melewati Aquaria, di situ nampak seperti foodcourt, kemudian aku lihat papan pentunjuk yang menyebutkan KLCC Park. Keluar pintu, lalu naik tangga dan sampai. “Sekilo apaan, bohong tuh sopir, deket gini kok” umpatku kesal dengan sopir tadi. Dari situ belum nampak menara kembar Petronas karena tertutup pohon-pohon, yang nampak orang jogging berlalu-lalang. Kami susuri jalan, sampai akhirnya terlihatlah menara kembar itu dan area bermain anak. “Ayo Yah, kita ke sana!” pinta Diba, “sebentar, kita foto dulu ya!”. Area bermain di taman sangat besar dan banyak macam permainan, lalu ada juga kolam yang bisa dipakai untuk berenang anak-anak. Dari kolam ini, kita bisa mengambil foto dengan latar menara Petronas dengan jelas. Tantangan dari wisata kali ini adalah menjaga stamina anak-anak, agar tidak berlebihan bermain dan cepat kelelahan.

Kami kemudian bersantai-santai di pinggir kolam persis di depan gedung Suria KLCC, gedung yang berada di bawah menara kembar Petronas. Menunggu hari menjadi gelap agar bisa melihat lampu dari menara kembar. Anak-anak kemudian meminta pulang ke apartemen ketika hari mulai gelap. Diba memangku Kayo di atas kereta bayi, sambil kudorong menuju tempat yang bisa menunggu GrabCar. Diba dan Kayo akhirnya tertidur di atas kereta bayi, ketika kami melewati jembatan yang ada di taman. Kusempatkan berfoto diri bersama Afidah di atas jembatan, lalu kami mencari jalan keluar yang bisa dilalui kereta bayi. Kami menunggu GrabCar persis di seberang Impiana Hotel atau di sebelah Grand Hyatt Kuala Lumpur. Pulang ke apartemen dengan GrabCar bertarif 13 RM. Tarif lebih mahal lantaran waktu padat.

Setiba di apartemen, aku coba menggunakan aplikasi GrabFood. Beli menu makan Nasi Goreng Sotong dan Nasi Briyani dengan total 20 RM, sudah termasuk transportnya. Tapi ternyata tak bisa bayar dengan tunai, jadi kupakai pembayaran dengan kartu kredit.


Hari 3: Ke Berjaya Times Square, Dataran Merdeka, Central Market, dan Petaling Street

Awalnya, Aku sama sekali tidak merencanakan pergi ke Mall. Tapi beberapa sopir Grab yang kami tumpangi selalu menyebut nama Times Square ketika kami tanya mengenai tempat berbelanja yang murah. Dan kebetulan sangat dekat dengan apartemen kami, mungkin sekitar 1 km. Berangkatlah kami ke Berjaya Times Square.

Tapi karena hari sudah siang, sekitar jam 10, terlalu panas untuk jalan kaki, selain itu menghemat tenaga, karena hari ketiga berencana mengunjungi Dataran Merdeka,  Central Market, dan Petaling Street, yang ketiganya berdekatan dan kemungkinan akan dilalui dengan jalan kaki, jadi aku pesan GrabCar bertarif 6 RM.

Di Berjaya Times Square sebenarnya ada area bermain anak atau Theme Park di lantai 5, di Indonesia mungkin seperti yang ada di Trans Mart, tapi berdasarkan informasi di internet, Theme Park di Berjaya Times Square lebih besar. Jadi kami hindari ke lantai 5.

Kami hanya berputar-putar di 3 lantai bawah, yang ternyata masih banyak toko yang tutup lantaran kami datang terlalu dini. Kami mampir ke toko Komonoya Osaka Japan, yang menjual semua barang dengan harga sama, sebesar 5,9 RM  atau sekitar 20 ribu rupiah. Seandainya toko ini ada di Bekasi atau Jakarta, pasti banyak barang yang akan kami beli. Sayang, kami teringat berat maksimal bagasi check-in. Akhirnya, Kami hanya membeli beberapa barang, seperti kursi lipat anak dll. Di toko pakaian, persis di depan Komonoya, yang aku lupa nama tokonya, kami beli 2 celana, 2 rok dan 1 topi anak dengan hanya membayar 47 RM. Sebelum pulang, kami makan siang di foodcourt yang ada di lantai dasar dengan memesan dan makan nasi daging dan nasi sotong dengan total harga 12 RM, ditambah 1 botol air mineral ukuran 600 ml seharga 2 RM. Kami pulang dulu ke apartemen untuk istirahat sebelum lanjut ke Dataran Merdeka.

Karena sudah beberapa kali menggunakan GrabCar, aku mendapat 1200-an poin yang kutukar dengan voucher GrabCar sebesar 10 RM. Sekitar jam 4 sore, kami berangkat ke Dataran Merdeka dengan menggunakan voucher GrabCar alias gratis, yang seharusnya kubayar dengan tarif 8 RM.

Dataran Merdeka
Dataran Merdeka adalah sebuah lapangan yang konon tempat di mana bendera Malaysia pertama kali dikibarkan pada tanggal 31 Agustus 1957, setelah sebelumnya bendera Union Jack milik Inggris diturunkan, momentum itu kemudian ditetapkan sebagai hari kemerdekaan Malaysia. Tepat di depan lapangan, ada gedung Sultan Abdul Samad yang terlihat klasik dan menarik. Nama gedung merujuk pada nama Sultan Selangor yang berkuasa saat gedung itu dibangun oleh pemerintahan kolonial. Gedung ini awalnya digunakan sebagai kantor pemerintahan kolonial Britania Raya yang dikenal dengan New Government Office.

Dari Dataran Merdeka, kami berjalan kaki sekitar 350 meter menuju Central Market, tempat kami membeli oleh-oleh untuk dibawa pulang ke Bekasi. Di situ kami membeli beberapa gunting kuku, magnet tempelan kulkas, pulpen, dll. Kalau mau beli pakaian bermerk, Central Market bukan tempat yang tepat, karena di situ umumnya hanya menjual cenderamata. Beberapa sopir GrabCar merekomendasikan Genting Highland Premium Outlet jika mau membeli barang branded yang harganya murah.

Dari Central Market, kami berjalan kaki menuju Petaling Street yang Cuma berjarak sekitar 100 meter. Kami tidak membeli apa-apa di sini, karena tidak ada yang menarik. Cuma numpang lewat. Tadinya kami mau pesan GrabCar untuk pulang ke apartemen, tapi karena jaraknya dekat, sekitar 1 km dari Petaling Street, kami memutuskan untuk berjalan kaki.


Sebelum masuk ke apartemen, kami membeli dan membungkus makan malam di Kedai Mama Husein, kedai yang ada di bawah apartemen. Nasi Goreng Ayam Kampung dan Nasi Briyani kubeli dengan harga 12 RM.


Hari 4: Pulang

Waktu penerbangan pulang Kamis, 7 November 2019, pukul 14.20 waktu setempat. Pagi hari, Aku dan Afidah berkemas merapikan barang. Jam 10 kami meluncur ke Bandara KLIA2 dengan GrabCar bertarif 65 RM. Dalam perjalanan, sopir menawarkan kami berkunjung ke Putrajaya, Pusat Pemerintahan Malaysia, lokasinya searah dengan bandara, cuma karena sopir meminta tambahan 50 RM untuk kunjungan tersebut, tawarannya kami tolak. Selain itu karena khawatir menghabiskan waktu lama.

Mendekati bandara, di sisi kiri jalan, sopir menunjukkan Mitsui Outlet Park, outlet tempat membeli barang-barang branded dengan harga murah. Menurut si Sopir, ada 4 outlet di Malaysia tempat membeli barang-barang branded dengan harga murah: Johor Premium Outlet, Mitsui Outlet Park, Genting Highland Premium Outlet, dan Melaka Premium Outlet.

Tiba di bandara, aku harus membayar GrabCar sebesar 72 RM karena ada tambahan biaya tol. Suasana bandara nampak ramai. Sempat emosi dengan pelayanan check-in. Jadi ketika mendekati satu sudut konter check-in Air Asia dan menanyakan dengan salah satu petugas perempuan, aku diminta untuk mencetak boarding pass dan tanda bagasi di mesin (kalau di Bandara Soeta semacam kios check-in mandiri).  Lalu kucoba cetak di mesin tapi gagal. Aku kembali ke petugas yang sama. “Ke Konter Indonesia saja” sarannya dalam logat bahasa melayu sambil menunjukkan arah konter khusus Indonesia yang ada di belakang konter tempatku berada.

Kudatangi konter yang dimaksud dan bertemu petugas perempuan yang berdiri di depan tempat antrian. Kuberitahu ke dia kalau kami sudah check-in online. “Cetak boarding pass dan tanda untuk bagasi dulu ya” sarannya. Akhirnya aku kembali ke mesin kios yang berbeda dan berhasil mencetak boarding pass dan tanda bagasi. Ketika kudatangi lagi petugas tadi dan berharap bisa langsung ke konter. Lalu setelah dia memasangkan tanda bagasi ke koperku, dia bilang “Silakan ke konter sebelah, Pak” sambil menunjukkan konter pertama yang kukunjungi. “Tadi saya diminta ke sini, kok di sini malah gak bisa, ini saya sudah cetak boarding pass dan tanda bagasi” kataku sedikit emosi. “Iya di sini tidak bisa untuk bagasi” jawabnya.

Jengkel dengan sikap petugas dan pelayanan yang kurang informatif, aku balik ke konter semula dengan menunjukkan boarding pass dan tanda bagasi. Petugas mempersilakan aku masuk untuk antri. Di antrian aku baru tahu, ternyata di konter tempat akan menaruh bagasi, tidak menggunakan petugas seperti di Bandara yang ada di Indonesia, tapi hanya menggunakan mesin. Aku taruh koper di tempat timbangan dan memindai boarding pass, lalu memindai tanda bagasi di koper, dan setelah itu koper masuk dengan sendirinya. “Kak, gak ada kertas sebagai tanda kalau koper sudah masuk?” tanyaku pada petugas perempuan yang nampak siaga membantu di dekat situ. “tidak ada” jawabnya singkat.

Setelah beres urusan bagasi, kami makan siang terlebih dahulu, lalu berjalan menuju ke arah imigrasi dan ruang tunggu Q7. Wisata sudah usai, saatnya pulang.


Jakarta, November 2019

Tidak ada komentar:

Posting Komentar