Minggu, 02 November 2025

Nonton Efek Rumah Kaca di Bekasi


Konser musik Specteve 2025 di Revo Mall Bekasi, Sabtu, 1 November 2025, menjadi penawar hasratku menonton penampilan langsung grup musik kesukaanku, Efek Rumah Kaca (ERK). 

Dalam durasi sekitar satu jam dari Panggung Specters, ERK mendendangkan sembilan lagu memicuku bernyanyi lantang bersama, meski tak diikuti lompatan lantaran aku masih dalam masa pemulihan pasca operasi. Dibuka dengan Seperti Rahim Ibu, lagu yang liriknya ditulis oleh jurnalis perempuan, Najwa Shihab.

Begitu lagu usai, tanpa basa-basi  Cholil (vokal, gitar), Poppy (bass), Akbar (drum), dan personil tambahan lainnya melanjutkan dengan Mosi Tidak Percaya. Kemudian Di Udara, lagu yang didedikasikan untuk mendiang Munir, membuat penonton yang mayoritas generasi Z mengepalkan tangan ke atas dan bernyanyi bersama. Lalu dilanjutkan Sebelah Mata, Balerina, Kau dan Aku Menuju Ruang Hampa, Cinta Melulu, Putih, dan ditutup manis dengan lagu Desember. Tak ada lagu dari album Rimpang dinyanyikan pada konser ini.

Konser ini mengingatkanku pada kenangan lima belas tahun lalu, kala ERK masih memiliki dua album, saat itu aku bersama kawanku, Ruly, menonton konser mereka di Semarang tahun 2010. Konser saat ini aku ditemani istriku, Afidah. Menikmati waktu kebersamaan kami tanpa anak-anak.

Sabtu, 25 Oktober 2025

Kerudung Merah Kirmizi


Terkesan akan gaya penulisan Novel Pangeran Diponegoro, aku tertarik membaca karya lain Remy Sylado, nama pena dari Jubal Anak Perang Imannuel Panda Abdiel Tambayong. 

Saat melakukan peminjaman buku di Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin Perpustakaan Jakarta, ada tiga pilihan judul buku: Cau Bau Kan, Paris Van Java, dan Kerudung Merah Kirmizi. Aku pilih judul terakhir karena memiliki cerita dengan alur waktu di sekitar era reformasi. Buku dengan tebal 674 halaman terbitan Keputakaan Populer Gramedia.

Bercerita tentang ambisi Sampurno atau Oom Sam, pengusaha pun pensiunan ABRI, yang menginginkan tanah seluas 32 ha di wilayah Gelgel, Bali. Sebab di tanah itu tertanam harta rampasan serdadu Jepang. Tanah itu milik guru besar ekonomi yang terkenal, Luc Sondak dan anaknya, Laksmi.

Melalui Dela Hastuti, orang kepercayaan sekaligus keponakan dan pemuas hasrat seksualnya, Oom Sam mendekati Luc dan Laksmi. Dalam proses negosiasi itu Luc Sondak bertemu dan menjalin kasih dengan Myrna Andriono, penyanyi klub di sebuah hotel di Jakarta.

Laksmi menolak menjual tanahya. Jelas itu membuat marah Oom Sam, orang yang bertabiat menghalalkan segala cara, termasuk menggunakan pesuruh dari kepolisian dan militer untuk melakukan kekerasan.

Operasi Ambeien dalam Hidupku


"Bisa dimasukin lagi gak?" tanya dokter perempuan di Klinik Amelia (Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama), saat aku memeriksakan wasir atau ambeienku yang sedang kambuh, Senin, 20 Oktober 2025.

"Belum saya coba, Dok, tapi kayaknya udah gak bisa deh" jawabku.

"Saya kasih rujukan aja ke rumah sakit ya" saran dokter.

Lalu aku minta diberi rujukan ke Rumah Sakit Tiara Bekasi untuk hari yang sama. RS Tiara menjadi pilihan karena lokasinya yang dekat dengan rumah.

Wasir atau ambeien yang istilah medisnya hemoroid, adalah pembengkakan pembuluh darah di sekitar anus. Aku sudah beberapa kali mengalami, tapi kali ini yang paling parah. Pembengkakannya sudah sampai keluar anus. 

Selasa, 21 Oktober 2025

Alkemis dan Diponegoro


Selasa lalu, 30 September 2025, berkunjung ke Perpustakaan Jakarta dan Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin di Taman Ismail Marzuki. Mengembalikan dan meminjam dua buku baru. Alkemis karya Paulo Coelho dan Novel Pangeran Diponegoro Menggagas Ratu Adil karya Remy Sylado. 

Alkemis bercerita tentang seorang anak penggembala domba di Andalusia atau Spanyol bernama Santiago. Dia bersama domba-dombanya melakukan perjalanan untuk mencari harta karun yang berdasarkan mimpinya ada di Mesir. Paulo Coelho menuturkan kisah Santiago seperti dongeng yang penuh kebijaksanaan yang disampaikan melalui tokoh-tokoh di dalamnya.

Novel Pengeran Diponegoro ditulis mendiang Remy Sylado, orang yang serba bisa. Meskipun sudah lama kutahu sosoknya, juga buku populernya yang sudah diangkat dalam film dengan judul sama Cau Bau Kan, tapi baru kali ini aku membaca karyanya. Lantaran karena aku malas membaca buku. 

Bangsawan keraton Jogja yang melawan Belanda dalam Perang Jawa. Cuma itu yang aku tahu tentang Pangeran Diponegoro sebelum membaca karya Remy Sylado. Melalui tokoh dalam novel, Ratnaningsih, seorang jurnalis yang sedang membuat liputan, Remy Sylado menuturkan fakta-fakta tentang Ontowiryo yang selama ini kukenal sebagai Pangeran Dipenogoro. Buku ini menarik dan menambah wawasan. (Bekasi, 5 Oktober 2025)

Barasuara, Riuh dan Energik


Lantaran gemar memutar video musik Efek Rumah Kaca di Youtube, algoritma menuntunku ke grup Barasuara. Saat itu tahun 2016, aku masih bekerja dan menetap di Semarang. Api dan Lentera lagu pertama yang kudengar. Suara gitar, bass, dan drum begitu hidup, vokalnya pun riuh. Aksi panggungnya energik dengan keunikan vokalisnya yang kerap menggunakan batik.

Saat itu grup dengan personil Iga Massardi (vokal, gitar), Asteriska (vokal), Puti Chitara (vokal, keyboard), Gerald Situmorang (bass), TJ Kusuma (gitar), dan Marco Steffiano (drum) ini ternyata baru merilis satu album debut berjudul Taifun di tahun 2015.

Album Taifun berisi sembilan lagu yaitu Nyala Suara, Sendu Melagu, Bahas Bahasa, Hagia, Api dan Lentera, Menunggang Badai, Tarintih, Mengunci Ingatan, dan Taifun. Semua lirik berbahasa Indonesia dengan pemakaian diksi yang menarik, kebanyakan lagu dinyanyikan secara repetitif.

Jumat, 17 Oktober 2025

Sehari dalam Hidup Abed Salama


Serasa menonton film berdasarkan kisah nyata saat membaca setiap lembar buku non-fiksi Sehari dalam Hidup Abed Salama karya Nathan Thrall, jurnalis berkebangsaan Amerika yang menetap di Yerusalem ini. Sebuah laporan jurnalisme yang dikemas dengan apik dan pilu tentang kondisi warga Palestina, khususnya di wilayah Tepi Barat, di bawah pendudukan Israel. 

Sebuah kecelakaan bus sekolah yang membawa rombongan anak-anak TK dan gurunya. Bus tertabrak truk proyek milik Israel di sebuah jalan pinggir tebing saat cuaca buruk. Salah satu korban peristiwa yang terjadi pada tahun 2012 itu adalah Milad Salama, putra sulung Abed Salama, seorang warga Palestina yang tinggal di Anata, kota kecil di wilayah Al Quds, perbatasan Yerusalem dan Tepi Barat.

Kecelakaan itu menjadi permulaan cerita yang oleh Nathan diungkap melalui kesaksian banyak orang yang diwawancarai. Mulai dari sopir bus, sopir truk, relawan, tenaga kesehatan rumah sakit, otoritas Palestina, tentara Israel, dan tentunya Abed Salama sendiri. Tak sekadar peristiwa kecelakaan, potongan-potongan cerita itu pun mengungkapkan kehidupan bangsa Palestina dalam bayang-bayang Israel.

Buku terjemahan setebal 200 halaman terbitan Kepustakaan Populer Gramedia ini membuatku, yang tidak tahu banyak konflik Palestina-Israel, mendapat gambaran lebih dekat kehidupan bangsa Palestina yang terkekang akibat penerapan kebijakan apartheid oleh Israel yang memperlakukan mereka secara diskriminatif semacam penerbitan kartu identitas penduduk (kartu biru dan kartu hijau) dan pembangunan tembok pembatas wilayah.

Malapetaka. Sebuah penindasan dalam bentuk paling primitif, yang ironisnya dilakukan oleh 'bangsa terpilih' yang diakui kecerdasannya dan terjadi di era modern. (Jakarta, 16 Oktober 2025)

Jumat, 10 Oktober 2025

Rangga & Cinta, Mengenang Masa Muda


Karena perkembangan kognitif atau bertambahnya usia dan pengalaman hidup, film yang belasan tahun lalu pernah kutonton, memberikan sensasi berbeda ketika ditonton kembali. Itu kualami kemarin, ketika menonton film "Rangga & Cinta" di bisokop dekat rumah, KCM Wisma Asri. Meski menampilkan pemeran yang seluruhnya baru, tapi alur ceritanya sama dengan "Ada Apa Dengan Cinta?" yang dirilis tahun 2002. 

Hal lain yang membedakan adalah konsep musikal yang memberi kesegaran, walaupun genre film musikal masih sulit diterima di hati penonton, tapi Riri Reza, selaku penulis dan sutradara, cukup berani dan percaya diri menawarkan film demikian. Petualangan Sherina dan Bebas dua film Riri lainnya yang bergenre musikal.

Di Rangga & Cinta, aku paling suka karakter Alya yang diperankan Jasmine Nadya. Peran Leya Princy sebagai Cinta juga menarik karena seperti melihat Dian Satro di layar. Sementara El Putra sebagai Rangga suaranya merdu. Adegan Rangga memainkan piano dan menyanyikan lagu Suara Hari Seorang Kekasih amat elok.

Buku "Aku" karya Sjuman Djaya tetap menjadi perantara kedekatan Rangga dan Cinta. Buku "Gadis Pantai" karya Pramoedya Ananta Toer juga sempat dilirik oleh Cinta dalam salah satu adegan. (Bekasi, 10 Oktober 2025)

Nelson Mandela, Anak Kepala Suku Penentang Apartheid

 

Penerbit Binarupa Aksara menerbitkan buku Jalan Panjang Menuju Kebebasan Otobiografi Nelson Mandela ini pada tahun 1995, terjemahan dari buku Long Walk To Freedom The Autobiography of Nelson Mandela. Terdiri dari 623 halaman dan 8 bagian. Kisah seorang yang kehidupannya menginspirasi pemberian nama untuk anak sulungku. 

Nelson Rolihlahla Mandela lahir pada 18 Juli 1918 di sebuah desa distrik Umtata, Transkei. Transkei pernah menjadi negara saat Afrika Selatan masih berada di bawah rezim apartheid. Saat ini Transkei melebur menjadi bagian wilayah Provinsi Tanjung Timur, Afrika Selatan.

Mandela berasal dari Suku Thembu yang merupakan bagian dari bangsa Xhosa. Bangsa terbesar yang ada di Transkei. Sejak kecil ia dipanggil "Madiba", nama yang diambil dari nama Kepala Suku Thembu di abad 18. Panggilan itu menurutnya sebagai bentuk penghormatan.

Saat usianya 9 tahun, setelah ayahnya yang pernah menjabat sebagai kepala suku meninggal, Mandela kemudian diangkat menjadi anak oleh seorang wali raja, Jongintaba, yang merasa berutang budi pada ayah Mandela. Mandela kemudian akrab dengan Justice, anak laki-laki dari Jongintaba. Saat berada dalam pengasuhan Jongintaba inilah Mandela mendapatkan pendidikan modern yang dikembangkan oleh misionaris gereja. Tujuannya agar kelak Mandela dapat menjadi seorang penasihat raja.

Selasa, 30 September 2025

Terima Kasih, Madiba


Dear, Dad
The first man i fell in love with

You welcome me into the world, tugging me in your warm everyday. We watched the bird circling ahead of the sky as we laughed together and witnessed every moment of nature. You introduced me to a thing named 'art', the thing i've been admiring since then, until now. 

How weird, now that my heigh is the same as your neck. The little girl whose potrait you drew and become our clock frame is now sketching your face in her sketchbook. 

Keeping your young dreamer soul alive inside of it as you kept going older. Sometimes, i miss the past. I miss the time when i didn't know anything. But you lead me, in a new path that only our footprints traced on it.

I never thought i would love you so much, Dad. But I do, always do.

By: Your most calm, yet easy-angered oldest daugther.

***

Sabtu, 20 September 2025

Sembilan Belas Kota, Dua Belas Negara



Catatan ini adalah dokumentasi perjalananku ke sembilan belas kota di dua belas negara, sejak tahun 2018 sampai dengan tahun 2025, yang kukunjungi bersama keluargaku maupun rekan kerja. Dua belas negara itu adalah Arab Saudi, Australia, Singapura, Malaysia, Korea Selatan, Amerika Serikat, Qatar, Belanda, Belgia, Thailand, Filipina, dan Inggris. 

Sejauh mana pun aku pergi, Indonesia dengan segala keterbatasannya selalu kurindukan. Seperti lagu Tanah Airku karya Saridjah Niung atau lebih dikenal Bu Sud "biarpun saya pergi jauh tidak 'kan hilang dalam kalbu, tanahku yang kucintai, engkau kuhargai".

Kamis, 18 September 2025

Rumah Kertas


Buku tipis yang terdiri dari 79 halaman terbitan Marjin Kiri, berjudul Rumah Kertas karya Carlos Maria Dominguez yang kubawa dalam perjalanan kerja ke Jayapura, Papua. Buku yang bercerita tentang sosok Aku, sebagai tokoh utama, yang harus menggantikan posisi Blumma Lennon, Profesor pada jurusan sastra Amerika Latin di Universitas Cambridge, yang meninggal tertabrak mobil saat berjalan sambil membaca buku 'Poems' karya Emily Dickinson. 

Aku menemukan paket yang berasal dari Uruguay (tanpa identitas pengirim) dan dialamatkan kepada mendiang Blumma di ruang kerjanya. Paket tersebut berisi buku 'La linea de sombra' terjemahan spanyol dari 'The Shadow Line' karya Joseph Condrad. Buku lawas yang ternoda serpihan semen.

Aku kemudian mencari tahu siapa pengirimnya dan berniat mengembalikan buku tersebut, itu dia lakukan sembari pulang kampung ke Buenos Aires, Argentina. Dalam pencariannya, Aku bertemu dengan para penggila buku untuk sampai menuju pada sosok Carlos Brauer, sang pengirim buku.

Membaca buku ini seperti membuka kontak pandora yang berisi daftar pustaka sastra karya-karya penulis tersohor. Buku ini juga menceritakan tingkah-tingkah 'aneh' penggila buku. (Jayapura, 4 Desember 2024)

Selasa, 09 September 2025

Efek Rumah Kaca, Realitas Sosial Dalam Lagu


Suatu ketika di sekitar tahun 2009, aku membaca berita seputar musik. Dalam berita itu, Arian, vokalis grup musik metal Seringai, menyebut nama sebuah grup musik yang lagunya menurut Arian menarik untuk didengarkan. Grup itu bernama Efek Rumah Kaca (ERK). Seingatku, itulah pertama kalinya aku tahu ada grup yang personilnya terdiri dari Cholil (vokal, gitar), Adrian (Bass), dan Akbar (Drum) itu. 

Sekitar tahun 2010 saat ERK tampil di sebuah acara musik di Semarang aku menyaksikannya, karena kebetulan aku tinggal di Semarang. Adrian, sang bassist yang mengalami gangguan mata, saat itu masih bisa tampil berdiri meski untuk berjalan menuju panggungnya harus didampingi. Itu konser ERK satu-satunya yang pernah kutonton. Selebihnya aku hanya mengikuti karya-karyanya melalui berita dan media sosial.

Hingga saat ini, grup musik yang kugemari ini telah merilis empat album studio: Efek Rumah Kaca (2007), Kamar Gelap (2008), Sinestesia (2015), dan Rimpang (2023), serta satu mini album Jalam Enam Tiga (2020) yang direkam di Amerika Serikat.

Kamis, 04 September 2025

Perunggu, for Revenge, dan Koil


Beberapa hari lalu dalam perjalanan dari bandara menuju rumah, sambil menyetir mobil bosan mendengar radio, lalu kubuka spotify dengan earbuds terpasang di telinga. Kuputar lagu-lagu dari Perunggu dan for Revenge, dua grup musik yang namanya sering terdengar di skena musik indie, tapi lagu-lagunya tidak pernah kudengarkan, kecuali lagu yang hit seperti "33x" dan "Serana".

Secara acak kuputar lagu-lagu Perunggu. Mulai dari 33x, Pikiran Yang Matang, Pastikan Riuh Akhiri Malammu, Tapi, dan Kalibata 2019. Ah, aku tidak suka dengan karakter suara vokalnya, susah menikmati musiknya dan terasa menjemukan, tapi sebetulnya gaya penulisan dan tema-tema liriknya menarik.

Lalu kuganti dengan lagu-lagu for Revenge. Mulai dari Serana, Jentaka, Jakarta Hari Ini, Sadrah, dan Penyangkalan. Musik dan suara vokalnya bisa kunikmati, meski lirik-liriknya kebanyakan seputar cinta-cintaan yang melankolis dan kurang variatif. 

Karena merasa kurang terhibur, kuputar lagu Koil yang nampaknya agak religius, tapi belum pernah kudengar. Dimulai dengan percakapan tiga orang batak "bertobatlah engkau umat beragama" begitu kata terakhirnya. Kemudian lagu dimulai. "Beragama yang kau anut menjanjikan surga"

Ada penggalan lirik yang membuatku ketawa "kabar yang kuterima, tak ada wifi di alam baka, tak ada sosial media, hanya bidadari tujuh dua, yang entah gunanya apa" langsung terbayang sosok Otong, sang vokalis, yang serius tapi lucu. Maju terus musik Indonesia. (30 Agustus 2025)

Siapa Dia, Sejarah Film di Indonesia


Aktor Nicholas Saputra diidolakan banyak perempuan, termasuk istriku, Afidah. Ini bukan catatan lelaki kalem nan tampan itu, tapi film terbarunya "Siapa Dia" garapan sutradara Garin Nugroho, yang semalam kutonton di bioskop di Summarecon Mall Bekasi. Film musikal yang menarasikan sejarah perkembangan seni pertunjukan atau perfilman di Indonesia. Sejak era kolonial belanda sampai pasca reformasi. 

Kisah tentang Layar (Nicholas Saputra) seorang sutradara, yang mengalami kebuntuan ide pasca kesuksesan film sebelumnya. Lalu dia berkunjung ke rumah tantenya, Kenes (Sita Nursanti) dan menemukan koper peninggalan keluarga yang berisi dokumen perjalanan hidup buyut, kakek, dan ayahnya. Dari situlah muncul inspirasi membuat film. 

Film terdiri dari 5 babak, terdiri dari: (1) Prolog yang mengawali cerita tentang isi koper; (2) kisah buyut; (3) kisah kakek; (4) kisah ayah; dan (5) Epilog. Dari film ini aku jadi tahu, ada kelompok teater keliling bernama Komedi Stamboel di era penjajahan kolonial belanda. Tidak sekadar menghibur, kelompok ini memiliki peran politik karena menjadi alat pengalih perhatian pemerintah belanda dari pergerakan buruh kereta dan sarekat islam yang saat itu sedang berkembang. Di dalam film digambarkan Nurlela (Monita Tahalia) aktris dari Komedi Stamboel, kekasih tak sampainya kakek buyut Layar, dihukum mati dengan cara ditembak. 

Di era kolonial belanda juga muncul film Loetoeng Kasaroeng, yang konon merupakan film pertama di Indonesia. Di masa penjajahan jepang, ada upaya pengajaran pembuatan film tapi untuk kepentingan propaganda rezim fasis jepang. Ah, rasanya lebih nikmat menonton langsung daripada menceritakan film bagus ini. (31 Agustus 2025)

Invictus, Rekonsiliasi Melalui Olahraga


Tiga tahun setelah referendum yang hasilnya menghentikan rezim apartheid, Afrika Selatan menjadi tuan rumah perhelatan Piala Dunia Rugby Tahun 1995. Suasana dendam terhadap supremasi kulit putih juga berdampak pada tim nasional rugby Afrika Selatan, Springboks, yang prestasinya sedang menurun dan mayoritas pemainnya berkulit putih.

Mayoritas rakyat kulit hitam membencinya dan ingin membubarkan tim tersebut, namun Nelson Mandela (Morgan Freeman), Presiden terpilih yang mengusung semangat rekonsiliasi justru memilih arus yang berseberangan. Ia justru mempertahankan Springboks. Bahkan urusan kenegaraan lain kerap dikesampingkan Mandela hanya untuk memberi perhatian kepada tim rugby itu. Bagi orang-orang terdekatnya, keputusan Mandela tak masuk akal.

Sekretarisnya, Brenda (Adjoa Andoh), berulang kali memberi peringatan "kau mempertaruhkan kedudukan politikmu, kau mempertaruhkan masa depanmu sebagai pemimpin kami" katanya. Mandela bergeming, teguh dengan pendiriannya.

Itu merupakan sepenggal cerita dari film "Invictus" garapan sutradara favoritku, Clint Eastwood. Film yang dirilis tahun 2009 itu juga menampilkan aktor Matt Damon dengan peran sebagai Pienaar, Kapten Springboks. Film yang sudah berkali-kali kutonton, terakhir Sabtu lalu (30/08/2025) saat di pesawat Garuda penerbangan Pangkalpinang-Jakarta.

Buatku film yang diadaptasi dari kisah nyata ini sangat emosional dan inspiratif. Berhasil menggambarkan betapa keras kepalanya sosok Mandela, serta kebesaran hatinya untuk memaafkan demi membangun pemerintahan yang demokratis tanpa membedakan ras. (1 September 2025)

Kamis, 07 Agustus 2025

Manusia dan Semesta


Bosan melihat media sosial, sembari menunggu pesawat penerbangan Boven Digoel ke Jayapura, aku menelusuri beberapa tulisan tentang Alam Semesta.

Alam semesta yang kasat mata hanya berupa warna kebiruan berbaur awan dan kabut pada siang hari, serta gulita dengan titik-titik cahaya bintang pada malam hari. Sesungguhnya ada ratusan juta galaksi (sekumpulan bintang) terhambur di angkasa dan Bimasakti menjadi salah satunya. Di galaksi Bimasakti sendiri ada satu bintang berupa bola yang berpijar sangat panas, Matahari. Sementara Bumi, satu dari sekian planet yang mengelilingi matahari pada galaksi Bimasakti. Dan kita, Manusia, spesies tengil penghuni Bumi.

Menurut teori Big Bang, bintang pada akhirnya akan menjadi dingin dan runtuh, dengan begitu semesta pun lambat laun berakhir. Tapi menurut teori Steady State, semesta akan terus-menerus mengalami pembentukan sepanjang masa atau abadi.

Aku yang tidak mempelajari kosmologi (ilmu tentang alam semesta) dengan polos berpikir "bukan tidak mungkin ada spesies dari planet lain -yang rupanya tak seperti manusia- menganggap kita sebagai makhluk asing aneh dan menjijikan yang cara komunikasinya tidak dimengerti". Ah, betapa kecilnya kita di semesta. (Boven Digoel, 7 Agustus 2025)

Jumat, 01 Agustus 2025

Sawadikap, Bangkok!


Pergi ke Bangkok kali ini merupakan pengalaman kedua buatku dan istriku, Afidah. Sebelumnya aku mengunjungi Ibukota negara Thailand itu pada awal tahun 2024 untuk keperluan kerja di bidang kepemiluan. Sementara Afidah pernah ke Bangkok pada tahun 2010 mewakili organisasi yang bergerak di isu perempuan. Bagi kedua anak kami, Madiba (11 tahun) dan Kayo (9 tahun), Bangkok adalah pengalaman pertama mereka.

"Ayah, kapan-kapan aku pengen ke Bangkok" kata Kayo memberi tahu keinginannya suatu waktu di bulan Mei 2025.

"Bangkok sama aja kayak Jakarta, Yo" jawabku.

"Lah! Tapi kan beda negara" kilahnya.

Berawal dari percakapan sederhana itu, aku mulai merencanakan wisata saat masa liburan sekolah anak-anak. Seperti lagu Sal Priadi “kan kukenalkan penampilan hujan di tempat lain, pemandangan bagus di tempat yang jauh” bertepatan dengan hari ulang tahun Kayo.

 

Rabu, 09 Juli 2025

Orang Orang Proyek


Malam takbir lalu telah sampai pada halaman terkahir novel ini. Yang menarik dari karya Ahmad Tohari adalah latar ceritanya. Beranjak dari kondisi pedesaan. Sama seperti buku lainnya, macam Ronggeng Dukuh Paruk atau Bekisar Merah

Buku “Orang-Orang Proyek” mengangkat isu budaya korupsi yang sudah laten dan parah, melalui kisah proyek pembangunan jembatan di sebuah desa di bawah pimpinan Kabul, seorang insinyur yang mantan aktivis. Dari hulu hingga hilir anggaran pembangunan dilambungkan lalu bocor. Standar mutu bangunan dipertaruhkan. Pak Tarya, pensiunan PNS yang gemar memancing di sekitar proyek menjadi sahabat Kabul. 

Pak Tarya tahu betul bagaimana korupsi dilakukan dan sulit bagi siapa saja menentangnya, termasuk Kabul. Wati, satu-satunya perempuan pekerja proyek, anak seorang anggota DPRD, jatuh cinta dengan Kabul, menghadirkan kisah asmara dalam cerita ini. (2 April 2025)

Dendam


Ketika Rini mengetahui Ibunya telah diperkosa saat menjadi tahanan politik. Sikap Rini tiba-tiba berubah, terutama kepada suaminya, Mardani, yang seorang Lurah. Mardani harus menghadapi sikap diam Rini kepadanya. Meski istri seorang lurah, Rini memutuskan menjadi buruh migran ke Hongkong meninggalkan suami dan anak tunggal mereka, Tinuk. Suatu hari, Tinuk kemudian menyaksikan bapaknya membawa perempuan lain ke rumah dan di kamar Ibunya. Tinuk muak dan tak lagi menghormati bapaknya.

Novel karya Kang Putu, panggilan akrab Gunawan Budi Susanto, meskipun fiksi namun melalui kisah Rini dan Tinuk, memotret beberapa peristiwa nyata. Seperti, perjuangan masyarakat Rembang dan Pati yang menolak pertambangan semen di Pegunungan Kendeng, kehidupan Soesilo Toer (adik kandung Pramoedya Ananta Toer) yang memulung sampah pada malam hari di Blora, serta kegiatan kelas menulis dan membaca di sebuah kedai di Semarang yang diampu oleh Kang Putu sebagai pemilik kedai.

Apa hubungannya kisah Tinuk dengan peristiwa-peristiwa itu? Jawabannya ada di dalam novel. Yang kusuka dari membaca karya-karya Kang Putu, selalu menghadirkan diksi-diksi yang jarang digunakan, jadi pembaca bisa memperkaya kosakatanya.


Dompet Ayah Sepatu Ibu


Rabu lalu, istriku, Afidah, memintaku membelikan salah satu buku karya J.S. Khairen. Dia katanya sudah lama mengikuti penulis itu di media sosialnya. Aku sendiri baru mendengar nama itu, mungkin karena aku bukan pegiat literasi.

Berdasarkan informasi singkat di google, kubelikan buku "Dompet Ayah, Sepatu Ibu" secara daring. Sebelum dia baca buku itu, semalam aku lebih dulu menamatkannya.

Cerita yang bagus dan sentimental. Kisah perjuangan dua anak manusia. Zenna dan Asrul. Keduanya sama-sama anak pegunungan yang miskin di kota berbeda di Sumatera Barat. Zenna, anak tengah dari sebelas bersaudara. Memiliki angan menjadi guru dan menyekolahkan adik-adiknya. Sementara Asrul, anak sulung dari tiga bersaudara. Orang tuanya berpisah, lantaran bapaknya kawin lagi. Ia memiliki impian membelikan rumah dan memberangkatkan haji Ibunya.

Cara penulisan Khairen sangat sederhana. Hampir tak kutemukan kata-kata yang membutuhan kamus untuk mengartikan. Tapi ceritanya sangat kuat. Kemungkinan besar akan terhubung dengan pembacanya. 

Membaca buku ini tak butuh waktu banyak. Hanya mengorbankan waktu berselancar di media sosial dan bermain royal match. Jika olah raga menguatkan jasmani, membaca buku ini menguatkan sisi rohani. (Bekasi, 17 Februari 2025)


Sehari Bercerita


Sehari Bercerita adalah usahaku untuk membiasakan diri menulis hal-hal yang kutemui dan pikirkan dalam keseharian. Sebanyak empat belas catatan yang kutulis dalam waktu empat belas hari, mulai tanggal 24 Juni 2025 sampai dengan 7 Juli 2025.

 

Hari Kesatu: Sambal dan Pengadilan

Tiba-tiba pengin menulis hal-hal kecil dan ringan yang terlintas di kepala. Dan sepertinya menarik menantang diri melakukan itu secara rutin dalam beberapa hari ke depan. Syahdan, kumulai tentang sambal dan pengadilan.

Seringnya kala makan di warung atau restoran, porsi nasi yang disediakan nampak terlalu penuh. "Nasinya dikurangi ya" pintaku ke penjual.

Lain cerita kalau ketemu sambal yang enak. Nafsu makan tergugah, kalap pengin menambah. Seperti malam ini di warung "Penyetan Murmer Kranggan", lokasinya di sekitar Jalan Kranggan, Surabaya. Tempatnya apa adanya tak begitu mencolok. Tapi sambalnya mantap. Ada lima menu sambal: matang, ijo, matah, mangga, dan toreg. Aku coba sambal matang dengan lauk bebek goreng, sepotong tahu dan terong. Mau tambah nasi takut gendut, hehe. Kuurungkan niat.

Ah, melegakan sekali hari ini. Usai mendapat kesempatan kembali ke gedung pengadilan. Pengadilan Negeri Surabaya yang gedungnya termasuk cagar budaya. Merasakan antre pendaftaran perkara, menyaksikan lalu-lalang orang berjibaku dengan masing-masing masalahnya. (Surabaya, 24 Juni 2025)

Senin, 07 Juli 2025

Kemah Cerita


Aku dan keluarga mengikuti Kemah Cerita yang diselenggarakan komunitas Ayo Dongeng Indonesia (AyoDI) di El Mande Camping Ground Bogor, 5-6 Juli 2025. Diikuti sebanyak 54 orang dari 15 keluarga. Kegiatan berkemah yang diisi dengan kegiatan bermain dan dongeng.

Jumlah peserta lebih sedikit dibandingkan dengan Kemah Cerita sebelumnya di tahun 2023 yang pernah kuikuti yaitu sebanyak 112 orang dan diselenggarakan di Perkemahan Suaka Elang, Gunung Halimun Salak, Bogor. Meski demikian, keduanya sama menyenangkan.

Rabu, 22 Januari 2025

Jalan-Jalan ke Singapura-Johor Bahru


Persiapan: Pesan Tiket dan Penginapan

Rekreasi ke Singapura atau Malaysia sebetulnya jauh lebih hemat dibandingkan misalnya pergi ke Jogja atau Bali. Itulah salah satu alasan kenapa kami memilih berwisata ke Singapura dan Johor Bahru. Sejak bulan November 2024, Aku dan pasangan hidupku, Afidah, sudah mulai merencanakan dan menyiapkan pembelian tiket pesawat dan penginapan.

Tanggal 17 November 2024, melalui aplikasi Traveloka, aku memesan tiket pesawat AirAsia keberangkatan dari Jakarta ke Singapura penerbangan tanggal 18 Januari 2025 untuk empat orang terdiri dari Aku, Afidah, si sulung, Madiba (11 tahun), dan si bungsu, Kayo (8 tahun). Harga untuk satu tiket sebesar Rp. 452.843,- dikali empat dan ditambah biaya layanan totalnya sebesar Rp. 1.838.543,-

Di hari dan waktu yang sama, aku juga pesan tiket kepulangan dari Johor Bahru ke Jakarta. Kenapa pulang dari Johor Bahru? Karena penginapan dan tiket pulang dari Singapura mahal, setidaknya mahal menurut pandanganku ya. Jadi di hari kedua kita memang merencanakan bermalam di Johor Bahru sekalian pulang dari sana di hari ketiganya.

Tiket kepulangan dari Johor Bahru ke Jakarta dengan pesawat AirAsia penerbangan tanggal 20 Januari 2025 masing-masing seharga Rp. 635.934,- dikali empat dan ditambah biaya layanan totalnya sebesar Rp. 2.581.892,-. Sementara untuk penginapan aku memilih Hallmark Regency Hotel karena menyediakan kamar family suite dengan tiga ranjang kasur dan lokasinya dekat dari Johor Bahru Sentral. Aku pesan semalam dengan harga Rp. 640.773,-. Jadi total biaya tiket pesawat pulang-pergi dan penginapan semuanya sebesar Rp. 5.061.208,-.